KITA tak pernah tahu bagaimana nasib membawa kita. Seperti halnya nasib membawa Angga menjadi penggunjing nomor satu di Ibu-Ibu Berdaster hanya dalam seminggu sejak bergabung. Bahkan namanya mulai terdengar hingga ke kompleks sebelah.
Tiap hari Angga menanyai tiap pintu ke pintu, mencari topik-topik baru yang bisa menjadi bahan pergunjingan Ibu-Ibu Berdaster. Untuk apa? Supaya bisa ketemu anak Ibu Ina setiap hari. Dan sesungguhnya, hanya dalam seminggu percintaannya melaju cukup pesat. Sekarang Angga sudah tahu "anak Ibu Ina itu namanya Vina, dan dia adalah anak Ibu Ina".
Lain halnya dengan lingkungan sekolah. Di sekolah Angga semakin dijauhi. Bukan cuma sama para murid, bahkan sama pedagang kaki lima yang enggak mangkal di sekolah Angga. Tak jarang, ketika Angga lewat di kantin, anak-anak ekskul basket menyoraki. Dan itu karena anak-anak ekskul basket menyimpan dendam pada Angga...
Kejadiannya terjadi beberapa hari yang lalu. Saat itu anak-anak ekskul basket lagi latihan rutin, dan kebetulan Angga lagi duduk di pinggir lapangan. Namun tiba-tiba Marco, kapten basket, tanpa sengaja melempar bola ke jendela kelas hingga pecah. Anak-anak ekskul basket pun kabur—tapi terlambat. Angga sudah lebih dulu datang membawa Pak Kepala Sekolah.
Ada beragam reaksi yang muncul saat Angga lewat. Ada yang hanya menjauh, ada yang menyoraki seperti anak-anak ekskul basket, dan ada anak yang berteriak dan kabur dengan kaki di atas. Belakangan diketahui anak itu ternyata kesurupan.
Tapi Angga tak terlalu khawatir dengan tanggapan orang. Dia sudah mantap pada pendiriannya, sudah yakin untuk menjadi orang paling jujur di dunia. Apalagi ketika Putri muncul dan mencetuskan sebuah ide.
"Kita harus bikin komunitas!" ujar Putri di tengah-tengah pelajaran bahasa Indonesia.
Spontan Angga yang ketiduran bangun dengan tampang bego dan mulut berliur.
"Ha?"
"Iya, kita bikin komunitas."
"Buat apa?" tanya Angga. Mukanya masih kelihatan bego.
"Lo tau gak kenapa di sekolah ini gak ada yang dukung lo selain gue?"
"Karena gue jelek?"
"Bukan itu!" seru Putri, jengkel. "Tapi karena lo sendirian."
Angga menggaruk kepalanya. Bukan karena lagi berpikir, tapi gatal.
"Gue gak sendirian," jawab Angga ringan. "Kan ada lo, Put."
"Tapi itu gak cukup..."
*****
Maka ketika jam istirahat Angga dan Putri sibuk bikin selebaran untuk dibagikan. Selebaran itu disebar ke mana-mana mulai dari mading, laci meja, sampai ke dinding WC. Dua jam kemudian Angga dapat kabar kalau dinding WC sudah rata oleh kencing. Apa yang terjadi kalau selebarannya ditempel di langit-langit WC?
Sekarang yang tersisa hanyalah menunggu pulang sekolah. Di selebaran yang Angga dan Putri sudah sebar, pertemuannya dijadwalkan setelah pulang sekolah dan bertempat di gudang sekolah. Kenapa harus di gudang sekolah? Karena selain enggak punya tempat, orang jujur adalah orang-orang yang berani. Jika cuma dengan gudang sekolah yang anker, pengap, lembap, dan pernah jadi tempat pembantaian oleh pembunuh berantai mereka takut, maka mereka belum siap dengan resiko menjadi orang jujur: Dikucilkan.
Begitu bel pulang sekolah berbunyi, Angga dan Putri buru-buru ke gudang sekolah. Sesampainya di sana, Angga menyesal sudah menulis gudang sekolah sebagai tempat berkumpul. Ternyata masih ada sisa-sisa bekas pembantaian di sana. Secara tidak sengaja Angga menemukan bercak-bercak darah di sekitar tumpukan buku matematika. Mungkin para korban dipaksa membaca buku tanpa henti sampai mimisan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ORANG BODOH (Completed)
HumorPemenang THE WATTYS 2016 kategori #CeritaUnik Untuk setiap kejujuran yang ada, dan kebohongan yang disusul penyesalan. Cover by: @marchvee -hak cipta dilindungi Tuhan yang Mahaesa melalui: 1. Azab 2. Karma 3. Dosa