SETELAH sadar kalau dia bukan orang jujur sepenuhnya, malamnya Angga merenung di depan TV sendirian. Kenapa tadi dia takut bicara jujur di depan Putri? Kenapa tadi dia kabur dari rumah Putri, padahal apa yang sudah dia lakukan hanya mengungkap kebenaran? Dan yang paling penting: Apakah itu semua karena dia takut dengan kejujuran?
Sebelum semua pertanyaan terjawab, secara misterius Putri muncul di sebelah Angga. Tangannya gemetar waktu menyerahkan odol gigi pada Angga. Angga sudah lama tak melihat Putri sesedih ini. Terakhir kali Angga melihat yaitu waktu Putri tahu kalau janda identik dengan tukang rebut suami orang. Padahal salah. Justru janda salah satu makhluk mandiri.
"Kenapa sih lo tega ngasih tau kalau Papa selingkuh!" Putri langsung marah-marah. "Gara-gara lo orang tua gue pisah ranjang! Bahkan sikat gigi mereka gak berada dalam WC yang sama!"
"Gue cuma berusaha jadi orang jujur, Put. Itu aja," kata Angga.
"Tapi situasinya gak tepat!" seru Putri. "Usaha gue selama ini buat nutup-nutupin perselingkuhan Papa sia-sia sekarang! Lo gak tau rasanya jadi gue! Kenapa sih lo malah bocorin kayak gitu? Bahkan semua orang tau mana waktu yang tepat buat ngomong jujur!"
"Tapi gue bukan semua orang."
Jengkel, Putri pun pergi meninggalkan Angga. Terlepas dari masalah yang disebabkan Angga, yang semakin membuat Putri kecewa adalah karena Angga sahabat-nya. Dulu dia sempat yakin bahwa persahabatannya tak mungkin rusak dalam semalam. Ternyata salah.
"Bawa balik lagi aja odol giginya," kata Angga ketika Putri sudah mau keluar. "Odol gigi yang kemaren lo kasih masih ada."
"Simpen aja. Mungkin itu odol gigi terakhir yang bisa gue kasih."
Putri pun pergi. Dan sejak saat itulah Angga tak hanya sendirian, tapi juga kesepian. Tanpa Putri, dunia Angga pun berubah. Sejak saat itu, apa pun jadi terasa melodramatis.
Sejak ditinggal Putri, Angga jadi sering duduk di meja makan—galau... Angga minum kopi tanpa gula—galau... Angga mencuci celana dalam dan enggak kering-kering—galau...
Selain masalah kegalauannya yang muncul karena ditinggal Putri, Angga juga masih belum lupa soal Vina. Dia juga sering teringat Vina, terutama pada hari-hari sekolah. Bahkan suatu hari di tengah jalan menuju sekolah, dia melihat orang boncengan dengan sepeda motor. Dan si cewek memeluk si cowok dari belakang. Angga—karena sendirian—cuma bisa memeluk dirinya sendiri. Dengan tangannya dia memeluk dirinya sendiri hingga sepedanya oleng. Dia jatuh dan tubuhnya penuh dengan lecet-lecet, tapi tetap harus ke sekolah hanya untuk melihat pemandangan yang bikin luka di tubuhnya jadi enggak seberapa. Dia melihat Vina dan Alexander turun dari bajaj sama-sama. Dan mereka gandengan.
*****
Vina rupanya lebih memilih Alexander. Itu wajar. Dibandingkan dengan Angga, Alexander memang punya segalanya. Dia kalah jauh. Bahkan harga sepatunya sama seperti sepatu-sepatu kebanyakan, enggak kayak sepatu Alexander yang kalau dijual duitnya bisa beli sepatu untuk satu sekolah. Tapi Angga ingat kalau dia pernah diajak Alexander buat jadi rekan bisnis. Mungkin itu satu-satunya cara agar mereka bisa setara.
Selain karena ingin setara dengan Alexander, alasan lain kenapa Angga mendadak mau jadi rekan bisnis Alexander adalah karena dia salah satu dari sedikit yang menginginkan keberadaan Angga. Jadi, pas pulang sekolah, Angga pun mencegat Alexander sebelum dia sempat masuk bajaj sama Vina.
"Lo masih butuh orang jujur gak?" kata Angga.
Alexander tersenyum.
"Datang aja ke party sama gue nanti malam. Gue yang jemput," kata Alexander sambil masuk ke dalam bajaj dengan Vina. "Dah..."
KAMU SEDANG MEMBACA
ORANG BODOH (Completed)
ЮморPemenang THE WATTYS 2016 kategori #CeritaUnik Untuk setiap kejujuran yang ada, dan kebohongan yang disusul penyesalan. Cover by: @marchvee -hak cipta dilindungi Tuhan yang Mahaesa melalui: 1. Azab 2. Karma 3. Dosa