Hari ini Dinda harus berjalan dengan kaki yang pincang menuju kelasnya.
Terlihat berlebihan jika Dinda harus jalan sampai sepincang itu, tetapi memang begitulah keadaannya. Mungkin karena ada beberapa urat yang terjepit.Ah sudahlah lupakan tentang kaki Dinda.
Sekarang Dinda terpaksa untuk masuk sekolah, karena hari ini ada ulangan kimia.
Dengan sekuat tenaganya Dinda terburu-buru berjalan menuju kelasnya ia menabrak seseorang yang menjatuhkan semua bukunya."Eh sorry-sorry" ucap lelaki itu dan membantu Dinda membereskan bukunya. Dinda pun lantas mengangkat kepalanya, karena mengenal suara lelaki itu.
"Dera?" Dinda mengerutkan dahinya.
"Eh elo, cewek yang kemarin," Dera tampak canggung karena ia tidak mengetahui siapa nama gadis di depannya.
"Dinda, nama gue Dinda. Lo pasti bingung ya mau manggil apa." Dinda membereskan buku-bukunya di bantu Dera.
"Hehe iya kemaren-kemaren gue kan belum tau nama lo, Oh ya gimana kaki lo Din? Masih sakit," ucap Dera seraya menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. Karena ini adalah moment yang canggung untuk mereka.
"Iya gapapa udah mendingan kok, by the way gue duluan ya Der ada ulangan kimia nih takutnya telat."
Dera melambaikan tangan dan menatap punggung Dinda yang menghilang kejauhan.
"Dinda Fellian 11 Ipa 4" Gumam Dera dalam hati.
Dera pun bergegas meninggalkan koridor tempat ia bertemu dengan Dinda. Seperti biasa Dera bukannya masuk kelas, dia malah menghampiri teman-temannya yang sedang menongkrong di gudang.
"Guys gue tau nama cewe yang kemarin, "
Albi dan Adit yang sedang asyik bermain kartu pun saling menatap satu sama lain.
"Siapa?" tanya Albi dengan semangat.
"Gocap dulu,"
Albi mendengus kesal dan dengan terpaksa mengeluarkan selembar uang birunya, dan memberikannya kepada Dera.
"Dinda Fellian 11 ipa 4,"
Albi mengangguk-angguk tanda mengerti, dan melanjutkan aktivitasnya bermain kartu bersama Adit.
"Lo mau deketin dia?" tanya Dera.
Albi yang sedang bermain kartu menengok ke arah Dera yang sedang memakan cemilan miliknya.
"Ide yang bagus" kata Albi dalam hati.
"Hmm bakal gue coba bro. Soalnya dari awal gue ketemu sama dia, gue ngerasa ada yang berbeda dari dia. Kaya ada yang beda dari dia sama cewe-cewe lainnya. Kalo orang-orang ngomong sih love at first sight."
"Yakin lo udah move on dari Aura?" Adit melirik ke arah Albi tak yakin.
Aura adalah mantan Albi sekaligus first lovenya Albi, semenjak di tinggal Aura yang selingkuh dengan lelaki lain, Albi berubah menjadi anak berandalan dan suka mainin perasaan cewek. Albi merasa Aura sangat berpengaruh terhadap kehidupannya.
"Bro gue cuma kasian kalo nanti nasib Dinda, sama kaya cewe-cewe yang udah lo baperin terus lo tinggal seenaknya" Dera menepuk pundak Albi.
Albi tampak berfikir sejenak "Hmm gue pastiin 'kayaknya' nasib Dinda engga akan kaya cewe-cewe yang alay ngejar-ngejar gue. Gue juga mau berusaha ngelupain Aura, sampai kapan sih kita mau ngestuck di masa lalu. "
Bicara tentang masa lalu, kita tidak boleh terpaku pada masa lalu yang mengarah pada kenyataan pahit. Sekarang yang harus kita lihat adalah masa depan yang sudah menanti, bukan terjebak di masa lalu yang membuat kita terpaku diam. Anggaplah masa lalu sebagai daun yang berjatuhan dan di terpa angin entah kemana,pergi dan tak kembali. Begitu pun masa lalu kita harus belajar melupakan masa lalu yang memang hanya datang satu kali. Masa lalu biarkan menjadi memori yang tersimpan, bukan menjadi memori yang dikenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Memories
Teen FictionKarena cinta dan benci itu beda tipis, Itu yang kurasakan tiap kali menengok kebelakang. Melihat senyuman seorang laki-laki yang aku benci. Melihat mata coklat yang bersinar . Melihat tingkah konyolnya. Semua itu membuatku risih dan berusaha menjau...