Dinda mengalihkan pandangannya ke jalanan tanpa melirik kearah Albi, mungkin ia terlalu malas untuk berurusan dengan lelaki yang satu ini.
"Udah sampe nih Din," Albi memberhentikan mobilnya tepat di depan rumah Dinda.
Ia tak menghiraukan ucapan Albi, dan langsung membuka pintu mobil. Kemudian berjalan menuju rumahnya. Saat baru beberapa langkah ia teringat, tas ranselnya tertinggal di mobil Albi. Dengan malas ia berjalan kembali kearah mobil Albi.
"Lo pasti masih ingin lama-lama sama gue kan di mobil," Albi menyeringai.
"Lo pede banget jadi orang, gue mau ngambil tas gue juga."
"Mangkanya jangan ngambek-ngambek, jadi ga fokus kan." Albi mengedipkan sebelah matanya, berniat menggoda Dinda.
"Lo kelilipan ya?" Ucap Dinda dengan sinis, dan meninggalkan Albi dengan wajah yang berubah menjadi masam. Karena ia gagal menggoda Dinda.
Cewe ini kejam banget, untuk gue sayang. Albi dalam hati.
Dinda pun berjalan menuju rumahnya, saat telah menginjak terasnya ia berbalik badan berteriak kepada Albi.
"Thanks buat paksaan lo, lain kali gausah repot-repot anter gue pulang." Dinda masuk rumahnya dan langsung membanting pintu.
Terbentuk bulan sabit melengkungkan senyuman Albi. Baginya sedikit saja yang di lakukan Dinda kepadanya, membuatnya bahagia walau sesaat.
Albi pun menancap gas dan pergi dari rumah Dinda, senyum tak pudar dari wajahnya bahkan sampai dia tiba di rumah.
Disisi lain Dinda berhadapan dengan Drian, sesudah ia membanting pintu.
"Hayoo pulang sama siapa?" Drian menggoda Dinda.
"Ahh apaan sih bang, bukan siapa-siapa juga. Udah ah gue mau ke atas," Dinda melenggangkan kakinya menuju kamarnya. Ia pun langsung melempar tasnya asal dan masuk ke dalam kamar mandi.
Secara diam-diam Drian masuk menuju kamar Dinda, dia masih penasaran siapa yang telah mengajak adiknya pulang. Ia pun bersembunyi dibalik selimut.
Dinda keluar dari kamar mandi dan mengambil novelnya untuk ia baca. Ia pun merebahkan tubuhnya ke kasur dan segera membuka halaman pertama novelnya. Saat ia akan menarik selimut, ia merasa ada yang mengganjal. Lalu dibukalah selimutnya, dan dia mendapati seseorang sedanng meringkuk membelakangi dirinya.
"Aaaaa lo siapa? mau apain gue," Dengan sekuat tenaga Dinda menendang Drian dengan kakinya.
Bruk.
Drian pun terjatuh dari kasur king size milik Dinda, sialnya punggung Drian terlebih dahulu mencium lantai.
"Ahh sakit bego, ini gue abang lo,"
"Ehh abang maafin gue, dikirain gue siapa." Dinda melempar novelnya asal, dan langsung mendekati Drian yang meringis kesakitan akibat ulah dirinya
Karena Dinda merasa bersalah, ia pun melesat menuju dapur mengambil kotak p3k. Tak lama ia kembali dan mengolesi punggung Drian yang memar menggunakan salep.
Seraya mengobati Drian, Dinda membuka pembicaraan. "Abang ngapain sih ngumpet-ngumpet segala, gue kira tadi orang jahat."
"Yaa abang cuma kepo siapa yang anter lo pulang hehe,"
Dinda menatap tajam Drian dan menekan luka lebam yang ada pada tubuh Drian.
"Ehh bego sakit" Drian mengusap punggungnya yang di tekan oleh Dinda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Memories
Teen FictionKarena cinta dan benci itu beda tipis, Itu yang kurasakan tiap kali menengok kebelakang. Melihat senyuman seorang laki-laki yang aku benci. Melihat mata coklat yang bersinar . Melihat tingkah konyolnya. Semua itu membuatku risih dan berusaha menjau...