Buih Kenangan Reza

4.8K 226 0
                                    

"Halo bun, ada apa?" suara renyah Reza menggema di dalam tenda relawan tim SAR, sudah hampir tiga minggu dia berada disana mengurus bencana gunung meletus dengan beberapa tentara lainnya

"Kamu lupa..." suara Bunda Hilda terdengar dari ujung telepon, suaranya merdu seperti biasa di telinga Reza "... Besok tepat 18 tahun kematian Bima"

Reza melotot, bibirnya kelu dan kepala sebelah kanannya berdenyut tak karuan.

Dia merasa malu sendiri bisa melupakan hari penting yang setiap tahunnya ia lakukan, bahkan dia sampai meremas topi tentaranya karna kesal sendiri.

Keluarga Kjarment memang setiap tahun selalu mengadakan tahlilan untuk memperingati kematian Bima. Bahkan kerabat jauh pun ikut menghadiri. Sosok Bima di mata Keluarga Besar Kjarment adalah pahlawan keluarga, bahkan gelar yang sudah ia dapat kini menjadi pahlawan negara, dia gugur di medan perang dengan membawa nama baik Indonesia

"Maaf Bun, Reza lupa..." sedetik suasana hening menyelimuti percakapan anak dan ibu ini "... Tahun ini Reza kirim do'a dari sini saja, tugas disini belum selesai" suara Reza mengecil, kalau saja Bunda Hilda ada disampingnya sekarang, sudah pasti tangan lembutnya menghapus air mata Reza.

Setiap tahun, Reza selalu menangis tersedu saat mengingat sosok kakaknya Bima. Dan setiap tahun pula Bundanya itu selalu berkata kalau Reza cengeng. Padahal menurut Reza, menangis bukanlah hal cengeng, namun menangis adalah cara paling tepat mengeluarkan emosi yang ada di dalam jiwa

"Kamu nangis Ja?" pertanyaan Bunda Hilda mengejutkan Reza, dengan segera ia menghapus bulir-bulir air mata yang menetes di pipinya dengan tangannya

"Haha, nggak Bun Reza cuma..." dia sekarang tidak bisa menyembunyikan kesedihannya, raut wajah sendu melanda wajah gagah Reza, dan sekarang dia langsung menangis sejadinya tanpa menghiraukan pandangan dari tentara junior yang berlalu lalang melihatnya "... Maafin Reza Bun, Reza gak bisa nemenin Bunda disana, dan sekarang Reza kangen banget sama Bunda"

Bunda Hilda hanya bisa termanggu mendengar anaknya itu menangis sesenggukan di ujung telpon, kalau saja ia disana, ia pasti akan merangkul anaknya itu dan menghapus semua kesedihannya

"Ja. Bunda ngerti posisi kamu, tanggung jawab kamu jauh lebih penting dari sekedar menjaga Bunda. Walau ayah kamu selalu pesen sama kamu buat jagain Bunda, tapi beliau gak pernah tau beban berat apa yang sekarang kamu pikul di kedua pundak kamu. Tanggung jawab seorang tentara ada pada kedua tangannya. Selama kamu bisa membanggakan Indonesia, selama itu pula bunda, ayah dan juga Bima merasa terjaga dan sekaligus bangga. Jadi berhentilah menangis hanya karna hal yang sepele seperti ini, umurmu sudah 25 tahun tapi kamu masih saja cengeng seperti dulu"

Tawa Bunda Hilda mampu meredam emosi yang bergejolak di hati Reza. Matanya kembali tangguh dan sosok Bima seakan menguatkan keyakinannya kalau dia bisa menjaga Bunda yang mungkin setiap hari harus ia tinggalkan sendirian

"Reza janji, setelah tugas ini selesai Reza akan segera pulang dan berziarah ke makam Ayah dan Kak Bima"

"Bunda akan selalu mendoakan yang terbaik untuk tugas kamu Ja, jaga diri kamu disana baik-baik, jangan pikirkan Bunda, disini ada Bude Anne dan Pakde Wahyu yang siap gantiin posisi kamu buat jagain bunda"

***

Abu vulkanik yang menerjang kota Yogyakarta semakin membaik, kepulan asap Wedus Gembhel pun perlahan menghilang di langit Jogja. Raut wajah bahagia terpancar dari warga-warga dusun yang terkena dampak bencana. Begitu pun dari para relawan yang terdiri dari Tentara, Polisi dan juga anggota Medis yang dikerahkan, mereka senang karna akhirnya Gunung Merapi kembali bersahabat.

***

Beberapa relawan sudah pulang ke daerahnya masing-masing, sementara sisa-sisa abu vulkanik berangsur menghilang karna guyuran hujan. Beberapa tentara junior pun sudah banyak yang meminta ijin untuk pulang ke rumah nya masing-masing.

Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang