Malam itu, suara petir menyambar mengiringi langkah cepat Esmeralda di koridor yang gelap. Wajah gadis itu menyiratkan kepanikan yang sama dengan dua pelayan di belakangnya. Ia tidak memedulikan pelayan yang kesulitan mengejar langkah cepatnya. Yang ia butuhkan sekarang adalah segera sampai ke kamar ayahnya.
"Kalian, panggil dokter secepatnya!" perintah Esmeralda pada dua pelayan itu.
"Baik, My Lady," dua pelayan wanita itu lantas pergi.
Setibanya di kamar ayahnya, gadis itu langsung berlari ke sisi ranjang, tempat berbaring seorang pria tua yang tidak sadarkan diri.
"Papa!" serunya dengan kecemasan yang memuncak. Direngkuhnya tangan dingin yang kurus itu, berharap panas tubuhnya akan menjalar ke tubuh ayahnya.
Ayahnya yang tak lain adalah His Grace The Duke of Alston, Richard Campbell, mengidap penyakit paru-paru yang cukup parah. Selama ini, putri bungsunya, Esmeralda Campbell, merawatnya dengan penuh kesabaran. Esme adalah satu-satunya putri yang tinggal bersamanya sementara putri-putrinya yang lain sudah menikah dan menetap bersama suami mereka.
Gadis berambut merah nan panjang itu menatap wajah Richard dengan kesenduan. Keringat dingin bercucuran di dahi yang keriput sementara bibir itu pucat sekali. Entah penderitaan macam apa yang menyerang ayahnya.
Beberapa lama kemudian, seorang dokter memasuki kamar dan meminta Esme menunggu di luar. Gadis itu berjalan mondar-mandir di depan pintu kamar. Kakinya sungguh tidak bisa diam ketika ia mencoba menghilangkan keresahan. Ia mengaitkan jemarinya dengan kuat hingga tangannya memutih. Richard belum pernah mengalami collapse seperti ini sejak sebulan yang lalu. Akhir-akhir ini bahkan kondisinya semakin membaik.
Tapi, kenapa tiba-tiba jadi seperti ini, pikirnya.
"His Grace akan baik-baik saja, My Lady," ujar Matilda, pelayan pribadi Esme, mencoba menenangkan majikannya yang hanya dibalas dengan anggukan.
Tak lama, pintu kamar itu pun terbuka dan seketika itu Esme menoleh.
"Bagaimana keadaannya?"
.
.
***
.
.
Esmeralda mengusap sisa keringat ayahnya di dahi. Senyum terukir di wajah cantiknya ketika sang ayah akhirnya siuman.
"Esmeralda," panggil Richard dengan suara serak. Tangan itu terangkat -- membelai rambut merah Esme. Gadis itu tidak sanggup lagi membendung air mata haru. Syukurlah ayahnya baik-baik saja.
"Putriku, aku ingin menyampaikan sesuatu padamu," ucap Richard.
Gadis itu terdiam menunggu kalimat Richard.
"Beberapa hari yang lalu, ada yang datang melamarmu."
Esme masih terdiam, mencerna kata-kata ayahnya. Selama ia hidup, baru kali ini ia mendengar soal lamaran yang ditujukan kepadanya. Jika itu lamaran untuk empat saudarinya, ia sudah sering mendengar. Tapi, lamaran kali ini untuk dirinya?
Sudah 24 tahun ia menghabiskan waktunya di sisi sang ayah. Ia tidak terlalu akrab dengan kehidupan luar. Bahkan ia jarang terlihat di pesta dansa dan mengenalkan diri sebagai putri dari Richard Campbell, Duke of Alston. Meski begitu, nama Esmeralda cukup terkenal. Tapi sayang, tidak banyak yang tahu wajahnya.
Lagipula, dengan keadaan Richard yang seperti ini bukan saatnya Esme memikirkan pernikahan. Jika ia menikah nanti, ia pasti akan pergi meninggalkan kediaman Alston dan tinggal bersama suaminya. Lalu siapa yang berada di sisi Richard dan membantu seluruh pekerjaannya? Siapa yang bisa menggantikannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Belahan Jiwa
Historical FictionLady Esmeralda Campbell adalah seorang wanita berambut merah yang cantik menawan. Ia begitu mencintai ayahnya, Duke of Alston melebihi apapun setelah trauma yang dideritanya karena kematian sang ibu, Lady Lydia. Richard, sang ayah, sangat khawatir d...