.Gadis itu berjalan dengan kepala menunduk, mengabaikan semua tatapan aneh yang ditunjukan padanya, ia hanya perlu naik bus, lalu kembali ke sisi Ayahnya. Tatapan seperti itu bukan hal baru untuknya, tapi tetap saja itu membuatnya sedikit terganggu.
Ia berdiri di depan halte, menunggu bus yang akan mengantarnya kerumah sakit. gadis itu masih Setia menunduk, memainkan sepatu kets hadiah ulang tahunnya yang ke 16 dari sang ibu. Sepatu itu sudah kecil dan selalu membuat kakinya lecet, tapi itu bukanlah masalah, dia tidak pernah memikirkan apa yang harus ia pakai, pikirannya hanya satu. Biaya pengobatan sang Ayah.
Bus yang ia tunggu akhirnya datang, gadis itu segera masuk, dan mendudukan dirinya di bangku ke empat di dekat jendela. Pikirannya menerawang saat ia bertemu dengan seseorang di taman dua hari yang lalu.
"A-aku bisa menjelaskannya..."
Perkataan itu masih terekam jelas di otaknya, ia juga masih mengingat jelas tatapan pemuda itu saat mereka pertama kali di pertemukan. Percaya atau tidak, ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya, ia menghela nafas, Netra coklatnya ia arahkan ke luar jendela bus, menatap jalanan saat bus itu mulai melaju dengan ketenangan.
"Maaf-bolehkah aku duduk disini?"
Suara berat itu menyadarkan Fahima dari lamunannya, ia melihat sebentar siapa yang bicara padanya tadi, lalu mengedarkan pandangannya keseluruh kursi didalam bus.
"Tidak ada kursi kosong lagi-" pemuda itu berkata seolah tau apa yang Fahima pikirkan. "-tidak apa jika tidak bisa, aku bisa berdiri". Pemuda itu tersenyum lantas menegakkan badanya dan menggapai pegangan besi di atas kepalanya.
Fahima sadar bahwa tidak baik menolak permintaan, hanya karna ia tidak bisa duduk bersebelahan dengan seorang pria yang bahkan tidak ia kenal, dan bukan mahramnya. Ia berdehem pelan, mencoba untuk tidak terdengar kaku, ia sadar beberapa pasang mata sedang menatap ke arahnya.
"Tidak apa, lagi pula tidak ada yang kosong lagi kan" bohong jika pemuda itu tidak tersentak dengan apa yang gadis itu ucapkan, karna ia pikir gadis itu tidak akan mengijinkannya.
Ada keheningan disana-
"Terimakasih ..."
"Uhm..." saat ia menyadari pergerakan kursi di sebelah, Fahima kembali mengarahkan pandangannya ke jalanan. Dari jarak sedekat ini, gadis itu bisa mencium aroma mint dari pemuda disebelahnya, aroma yang membuatnya merasa nyaman.
"Kalau tidak salah, kau yang selalu datang ke ruang rawat Yenna kan?" Fahima sontak mengalihkan pandangannya pada pemuda si sebelah.
"Aku Do Kyungsoo. Dokter yang bertanggung jawab pada pasien Yenna"
Pemuda itu tersenyum saat melihat ekspresi terkejut pada manik mata gadis didepannya yang terlihat sedikit melebar.
.
..
...Fahima turun di depan halte disekitar Seoul Hospital Center, tempat dimana sang ayah dirawat. Tepat setelahnya, pemuda yang tadi duduk di samping Fahima pun ikut turun dan mulai berjalan di sebelah Fahima.
"Bukankah kita satu arah?" Pemuda itu memelankan langkahnya, dilirik nya gadis di sebelah.
"Yenna pasti sudah sangat menunggu mu"
.
..
..."Eonnie!!" Pekik seorang gadis kecil dengan girangnya.
Gadis kecil itu merentangkan tangannya seakan meminta pelukan pada orang yang baru saja membuka pintu ruang rawatnya. Gadis dengan pakaian yang serba tertutup itupun memeluk hangat gadis kecil didepannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIDADARI SURGAKU
RomansBagi seorang Park Chanyeol cinta tidak harus memandang agama. Tapi untuk Fahima, agama adalah segalanya. Karna hal itu, kisah cinta diantara merekapun harus terhalang.