3. Oh, Hari yang Buruk Masih Berlanjut

2.4K 136 3
                                    

Masih diselimuti amarah, Gaby menutup kasar lokernya. Ia mencangklong ransel seraya keluar dari ruang pegawai. Berdiri di depan pintu, Gaby memperhatikan keadaan kafe yang dipenuhi oleh pengunjung.

Rachel masih di sana. Duduk dengan tenang, seolah tidak pernah terjadi apa pun. Jangan kira Gaby akan diam saja setelah hama tidak berguna itu mengacaukan hidupnya. Well, mari menunjukkan balasan yang menyenangkan.

Gaby melangkah menuju dapur, meminta tolong pada Reyhan untuk membuatkan Blueberry Smoothie. Tak lupa, Gaby juga membayar pesanan Rachel. Sial, ia harus merelakan seperempat gajinya.

Dugh

Gaby meletakkan nampan sedikit kasar, menatap Rachel penuh senyuman. "Blueberry Smoothie khusus untuk Anda."

Alis Rachel menukik, menatap tak minat pada minuman berwarna ungu itu. Ia menopang dagu, berkata dengan tatapan remeh, "Akhirnya lo sadar juga. Sujud di kaki gue, baru gue maafin."

"Buat apa? Lo bukan Tuhan yang harus gue sembah. Bukannya lo yang harusnya ngemis maaf gue, entah dulu ataupun sekarang?"

Rachel duduk tegak dengan wajah masam. "Ngapain juga gue minta maaf sama lo?"

"Nah, itu, ngapain gue minta maaf sama lo," balas Gaby santai, membalik perkataan Rachel. "Tapi, nggak apa-apa. Gue maafin tanpa lo harus minta maaf."

Gaby tersenyum manis, membuat Rachel mengernyit. Apa yang akan dilakukan wanita gila itu sebenarnya?

"Seharusnya kalau lo nggak punya uang buat bayar, bilang sama gue. Gue pasti traktir lo, kok. Jangan gunain cara kotor kayak tadi," kata Gaby prihatin.

Rachel berdecih. "Bahkan gue bisa beli harga diri lo."

"Oh, ya?" Gaby pura-pura terkejut, membuat Rachel muak.

"Sebenernya, apa mau lo?"

"Gue cuma mau mengingatkan, setelah minum ini." Gaby menunjuk Blueberry Smoothie yang baru ia bawa. "Jangan lupa minum ini, ya," lanjutnya seraya meletakkan sebungkus obat.

Rachel melotot, terkejut. Bagaimana bisa ia melupakan fakta itu?

Gaby tersenyum miring. "Tenang aja, tagihan lo udah gue bayar. Itu, kan, rencana lo ... Tapi, Ra, gimana bisa lo pesen blueberry saat lo alergi sama buah kecil itu? Ketebak banget kalau lo cuma mau cari gara-gara sama gue, dan selamat ... lo berhasil buat gue dipecat."

Tak pelak hal tersebut menarik perhatian pengunjung kafe. Bisik-bisik tentang Rachel mulai terdengar, menertawakan sikap bodoh gadis itu. Juga menyayangkan pemecatan yang dialami Gaby.

Mengabaikan tatapan tajam Rachel, Gaby beringsut pergi. Langkahnya sempat terhenti saat menangkap sepasang netra gelap tengah memperhatikannya. Gaby menunduk singkat, tersenyum kecil sebelum melangkah keluar. Huft, hari yang sangat melelahkan.

[+]

Sampai di gedung kontrakannya, Gaby tidak langsung naik ke atas. Ia duduk di tangga, menyelonjorkan kakinya seraya menatap lurus ke depan. Helaan napas berat terdengar. Gaby telah kehilangan satu-satunya pekerjaan yang menopang hidupnya selama dua tahun. Ia merogoh saku celana jeans-nya, menatap sebuah amplop putih berisi beberapa lembar uang berwarna merah.

"Nasib gue gini banget, dah," gumam Gaby nelangsa.

Suara derit pintu terbuka membuat Gaby berjengit. Monolidnya membola kala melihat seorang wanita paruh menatapnya garang. Gaby bisa merasakan aura gelap terpancar dari radius lima meter. Ingin melarikan diri pun sudah tidak sempat. Wanita itu berkacak pinggang, berjalan cepat menghampiri Gaby.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The ContractTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang