5 bulan sebelumnya...."Dimana kita akan pindah?" Tanya Luna dengan serius. Aku, Kevin, Taylor, dan Arthur memandang satu sama lain. "Bagaimana dengan Alaska?" Tanya Kevin dan kami semua mengangguk dan berlari dengan cepat melwati hutan.
"Jika saja kau tidak kehilangan kontrol, kita tidak akan berpindah Taylor." Ucap Luna dan Taylor menunduk lesu. Taylor, kemarin malam mengamuk di taman kota dan memakan beberapa manusia. Untunglah diriku yang sadar, langsung saja menghentikannya. Kami semua kewalahan menghadapi manusia yang terus saja datang berbondong-bondong ingin membunuh kami.
Luna, dengan cepat mengambil tindakan untuk memanipulasi mereka. Dengan kekuata mata merah, Luna menghipnotis mereka semua. Namun, kekutan itu menyerap semua energi Luna dan membuatnya mudah sekali kelelahan. "Bagaimana jika kita naik mobil? Ini akan sangat memelalahkan." Jelas Kevin. Kami semua nampak menimang-nimang, dan menyetujuinya.
Tepat, tidak jauh dari kami, ada sebuah mobil dengan penumpangnya yang sedang mabuk. Taylor datang, dan membuat laki-laki itu pingsan. "Semua sudah beres." Ujar Taylor dan kami semua manaiki mobil. Arthur menyetir, dan aku duduk di sampingnya. Sementara Kevin bertugas menjaga Luna sekaligus mengawasi Taylor.
Ya, kami adalah mahluk penghisap darah. Bukan, kami bukan benar-benar penghisap darah, dulu sekali kami manusia. Aku adalah kelinci percobaan lab ayahku sendiri. Semenjak kecil, aku disuntik yang bahkan aku sendiri tidak tahu apa itu. Ayah bilang "ini adalah vitamin kesehatan tubuh Ed." Namun lama kelamaan, ada sesuatu yang aneh di diriku. Aku tidak berselera makan, dan benar-benar berhenti makan. Hampir satu bulan, aku tidak makan dan Ayah semakin gencar melakukan suntikan kesehatan itu.
Ibuku, sudah meninggal saat aku berumur 7 tahun . Saat usia 16 tahun, Ayahku membawaku ke lab. Semakin banyak suntikan ditubuhku. Terkadang, tubuhku akan sengaja di sayat-sayat dengan beberapa ilmuan di lab. Aku tidak dibiarkan berkeliling bebas, melainkandikurung, di tempat isolasi. Tempat dengan ruangan sempit berwarna hitam pekat dan sebuah ventilasi udara. Dimana kasurnya? Ini tempat isolasi, bukan hotel atau rumah. Tempat dingin, jangan sangat jauh, jauh, dari peradaban manusia.
Genap berusia 17 tahun, tubuhku melemah. Semua orang di lab tentu saja bingun dan panik. Mereka memukuliku, berusaha agar aku tetap tersadar. Berbagai suntikan dan berbagai macam obat diberikan, namun hasilnya nihil . Jam sepuluh malam, aku keluar tempat isolasi. Aku ingin kabur, dan mati dengan tenang. Setidaknya, jangan sampai tempat busuk bernama lab ini menjadi tanah kematianku.
Bingung mencari pintu keluar, aku menemukan pintu kecil. Disana, aku memasukinya.
Ceklik
Suara decitan pintu tampak nyaring. Dan betapa kagetnya diriku. Disana, di kaca bening itu, tersimpan mayat ibuku. Dia direndam dalam cairan dan beberapa selang lainnya. Denyut nadinya tidak berfungsi, dia benar-benar mati. Tiba-tiba saja, tubuhku memanas. Air mataku sudah berubah menjadi air mata darah.
Disudut ruangan, ada laci kecil. Aku membukanya.
Name : Evelyn Hoples
Old : 35
High : 165
Tin : 45kg
Perkembangan :
- suntikan pertama tidak berjalan lancar. Tubuh Evelyn menolak dengan keras. Dia menjerit semalaman, namun langsung kucegah dengan menyuntik obat biusnya.James Hoples
Suntikan kedua dan ketiga masih sama. Tubuhnya menolak. Jeritan kesakitannya belum hilang.
James Hoples
Suntikan ke35 , ada perkembangan. Ada perubahan dalam diri Evelyn. Kami semua merasa senang, karena percobaan kami berjalan sedikit demi sedikit.
James Hoples
Suntikan ke 156 , Evelyn tidak makan dan tidak minum. Ini membuktikan, kami hampir berhasil.
James Hoples
Suntikan ke 250, Evelyn meninggal. Padahal, percobaan kami hampir selesai. Tubuhnya kian melemah, dan melemah.
James Hoples
Membaca tulisan itu, tubuhku berguncang dengan keras. Aku menghancurkan kaca itu, dan menggendong tubuh Ibu. Suara yang cukup keras, mengundang peneliti datang. Mereka memandangku tidak percaya, dan bodohnya Ayahku yang paling shock .
"Ed...ini...ti-tidak seper--" belum selesai ayah berbicara, aku sudah memotongnya.
"Kau! Sampah sepertimu! Tidak pantas untuk hidup! Seharusnya, kau mati! Kukira, kukira....kau bilang Ibu terkena leukimia! Tapi ternyata, ibu menjadi kelinci percobaanmu! Tidak bisakah kau membiarkan hidup Ibu tenang, walaupun dia sudah mati?! Jawab! AYAAAHHH!!!"
Dan semuanya hancur. Hanya darah dan jeritan yang menggema.
***
"Ibu, istirahatlah dengan tenang," ucapku sambil mengelus batu nisan ibu," maaf Bu, anakmu sudah menjadi pembunuh. Dan kurasa, aku harus pergi."
Aku melangkah pergi, sambil membersihkan noda darah di baju dan wajahku. Jam satu malam, kupikir tidak akan ada yang keluar. Baru beberapa melangkah keluar, aku melihat pemuda yang kutaksia umurnya lebih tua dariku. Sambil memegang pisau, dia menyat nadinya. Namun, aku datang, dia tidak mati. Lukanya sembuh dengan sangat cepat. Aku berdiri beberapa meter di hapadannya, sebelum dia berkata..."Kita menjadi Vampire."
Dan seketika itu juga tubuhku menegang. Laki-laki itu berjalan kearahku, dan berjabat tangan.
"Arthur Gweriel." Ujarnya . "Edward Hoples."
***
"Baiklah, kita sudah sampai di Alaska. Tempat mana yang akan kita tempati?" Tanyaku.
"Bagaimana dengan rumah diujung jalan itu," tunjuk Kevin kearah rumah kaca dekat pohon yang rindang. Ada dua orang lanjut usia berumur sekitar 45 tahun ," kurasa kita bisa tinggal disana sementara."
"Kau benar, rumah itu cukup luas. Aki akan menggunakan mata merah untuk menghipnotisnya," ujar Arthur.
"Dia sepertinya orang baru, lihatlah barang bawaanya." Ucapku dan kami semua mengangguk.
Arthur mendekat dan crash! Orang itu sudah masuk dalam hipnotis Athur.
"Sekarang, kau yang akan mengasuh kami."
.
.
.
.Tbc :(
Sedikit? Atau kebanyakan? Vote and voment!! ^^
Jadilah pembaca yang baik :""
KAMU SEDANG MEMBACA
Lunar Eclipse Saga
VampireSerena, pindah ke Alaska untuk bersama orang tua asuhnya dan menjalani kehidupan barunya dari awal. Dihari pertama kampus, Serena merasa 'tertarik' dengan Edward, teman kampus yang sama-sama baru pindah beberapa bulan lalu. Bukan cinta, namun sesua...