"pergilah..."
Suara itu membuat Serena tidak mengerti. Dahinya berkerut kemudian memandang wanita yang ada di hapadannya dengan bingung. Jendela yang awalnya tertutup tiba-tiba terbuka karena terpaan angin. Hawa dingin langsung menyeruak masuk dan menusuk sampai tulang. Bahkan, Serena merasakan sesak di dadanya.
"Maaf, apa yang—"belum selesai Serena berbicara, wanita di hapadannya ini sudah memotong pembicaraan. "Aku rasa manusia sepertimu mengerti dengan apa yang aku katakan barusan. Benar bukan? Atau kau memang sengaja berpura-pura bodoh?"
"Apa maksudmu?" tanya Serena tidak terima karena tidak secara langsung wanita yang ada di hapadannya ini mengatainya bodoh. Siapa yang tidak kesal di katai bodoh oleg orang yang baru pertama kali kita temui?
"Apa perlu aku merobek telingamu? Sudah jelas kukatan cepatlah pergi. Aku tidak mau ada hama disini," ujarnya sarkasme membuat Serena terkejut. "Baiklah, aku akan segera pergi jika itu maumu. Tapi tolong, jangan bersikap seperti ini dengan orang lain. Karena, mereka akan sakit hati dengan perkataanmu."
"Sakit? Benarkah? Aku akan senang jika mereka semua terluka dengan perkataanku," ujar Luna--wanita di hapadan Serena sambil terkekeh pelan. "Berhentilah menceramhiku omong kosong tidak bergunamu."
Serena terdiam, tidak tahu apa yang harus dia katakan selanjutnya. Dengan perlahan, Serena pergi dari ruangan itu dan berjalan menuju pintu. Di saat Serena sudah mencapai knop pintu, tubuhnya limbung. Ada cairan kental yang keluar dari hidungnya. Bukan berwarna merah, tapi hitam. "Ap—"
"Apa aku lupa bilang bahwa kau seharusnya pergi dari dunia ini?"
Dan seketika itu juga Serena terbatuk darah. Tetesan darah kental itu sampai ke lantai. Bahkan, penglihatannya saja sudah mulai tidak jelas. Kepalanya seperti tertusuk-tusuk dengan jarum. Tubuhnya juga memanas, seolah-olah organ tubuhnya ingin keluar. 'Apa aku keracunan? Tapi seingatku aku tidak memakan atau meminum apapun' batin Serena.
Luna tersenyum sinis. Dengan perlahan Luna berjalan mendekati Serena, kemudian menjabambak rambut gadis itu sampai Serena mengaduh kesakitan. "Sak—sakit.
, tu—tu—tubuhku, argh!""Benarkah sakit? Aku rasa itu belum seberapa," Luna duduk diatas tubuh Serena yang sudah terkapar di lantai rumahnya. Sambil memainkan botol cairan ungu pekat, lagi-lagi Luna tersenyum sinis. Taringnya yang sudah mencuat membuatnya tampam seperti iblis sekarang. "Aku belum menggunakan seluruh racun ini. Ah~bagaimana jika kau meminumnya? Dengan cara ini, kau akan mati lebih cepat. Secara perlahan dan menyakitkan, bagaimana~?"
"Kau—kau bukan manh—manusia," ucap Serena di sela-sela rintihannya.
"Ah~aku memang bukan manusia, biyarku berikan suatu informasi menarik, aku adalah Vampire. Bukan manusia lemah sepertimu, Serena."
Telinga Serena berdengung hebat. Dia sudah tidak mendengar apa-apa lagi sekarang. Telinganya tuli, benar-benar tuli. Kuku jarinya perlahan-lahan terlepas. Kulitnya juga sudah mulai memar seperti luka bakar. Darahnya mendidih dan ini menyakitkan.
'siapa saja, tolong aku!'
"LUNA?! APA YANG KAU LAKUKAN?!"
Suara teriakan itu membuat Luna menengok. Dan disana sudah ada Edward yang memandangnya tajam dengan mata merah menyalanya itu. Taringnya sudah mencuat. Bahkan kuku-kukunya memanjang berwarna hitam. Luna belum pernah melihat sosok Edward sedemikian rupa semenjak beberapa puluh tahun yang lalu. Dan hal ini membuatnya semakin kesal.
"Dasar wanita sialan! Ini semua salahmu karena Edward marah!" pekik Luna.
"Luna?! Kenapa kau menyakitinya?! Ini bukan seperti kau yang biasa!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lunar Eclipse Saga
VampireSerena, pindah ke Alaska untuk bersama orang tua asuhnya dan menjalani kehidupan barunya dari awal. Dihari pertama kampus, Serena merasa 'tertarik' dengan Edward, teman kampus yang sama-sama baru pindah beberapa bulan lalu. Bukan cinta, namun sesua...