Perjalanan dilalui dengan penuh kecanggungan. Aster masih belum terbiasa bersama dengan Thalita. Mungkin baru kali ini mereka bersama cukup lama, ditambah lagi akan memasak bersama.
Saat Edy masih ada, Aster selalu menjaga jarak dengan gadis yang sepertinya menaruh perasaan pada Edy tersebut. Hanya saja Aster sempat melupakan pikiran itu cepat-cepat. Dia tidak ingin membenci siapapun apalagi hanya karena hal yang sepele. Akan tetapi, perasaan cemburu merupakan suatu hal yang menyeramkan. Aster tidak pernah bisa berhenti merasakannya.
Di saat kepergian Edy, bukan hanya Aster satu-satunya orang yang menangis meraung-raung, ternyata Thalita pun merasakan hal yang sama. Meski tak sesering Aster, gadis itupun salah satu orang yang sering mengunjungi makam Edy. Membersihkan rumput liar di antara bunga aster yang tumbuh.
Aster tahu seharusnya dia tak perlu lagi merasa cemburu seperti itu. Akan tetapi masih ada rasa yang tersisa di dalam hatinya. Sepertinya perasaan itupun ada dalam hati Thalita yang sama-sama terdiam sepanjang perjalanan.
"Baiklah, kita sampai."
"Lho, kita tidak masak di rumahmu?"
"Ya. Karena aku akan membuat makanan berdasarkan permintaan dari para pekerja, jadi kita akan memakan dapur gedung utama."
Aster masuk ke dalam bangunan yang paling besar di Nibbana. Jika dibandingkan, mungkin bangunan itu sama halnya dengan gedung walikota di Oakland. Hanya saja siapapun yang membutuhkannya bisa menggunakan ruangan yang ada sesuka hati. Hanya beberapa ruangan yang digunakan sebagai tempat tinggal Sarah beserta keluarganya. Sedangkan masih banyak ruangan kosong lain yang sering digunakan sebagai ruang rapat bahkan ruang bermain anak-anak.
Begitu memasuki ruang dapur, Thalita segera memilah bahan-bahan lalu dikumpulkan di atas meja. Aster terdiam di depan pintu, masih bingung dengan tugasnya di sana. Peralatan masak yang ada tampak mengilat. Sepertinya semua baru saja dikirim dari Oakland. Barang-barang itu tertata dengan rapi di tiap sisi ruangan, menunggu untuk segera digunakan. Akan tetapi kenyataannya Aster lebih pandai menggunakan gergaji ataupun palu dibandingkan harus memegang sebuah spatula.
"Umm. Jadi, apa yang bisa kubantu?" Aster sebenarnya tidak ingin menginterupsi. Karena Thalita tampaknya sanggup mengerjakan semuanya sendiri. Bahkan akan lebih baik jika dia tak perlu campur tangan. Aster merasa kue yang dibuatnya tidak akan lebih enak daripada kue lumpur yang dibuat anak-anak.
"Oh, kamu bisa membantuku membuat adonan."
"Sekali lagi aku tanya. Kamu yakin membutuhkan bantuanku?"
"Kamu keberatan aku mintai bantuan?"
"Oh, tidak. bukan itu maksudku. Aku bahkan belum pernah memasak kue sekalipun sejak kecil."
Thalita tertawa pelan. "Kapan lagi kamu bisa belajar memasak? Tidak sulit, kok. Sini aku ajari."
Aster mendekati meja dengan berbagai bahan makanan di atasnya. Memperhatikan tangan terampil Thalita yang bergerak tanpa ragu. Sepertinya dia sudah terbiasa melakukan hal itu.
Beberapa kali Aster gagal mengeluarkan isi telur dari dalam cangkang. Lendir lengket itu berceceran di atas meja akibatnya. Membuat Aster memutuskan untuk menyerahkan pekerjaan tersebut kepada sang ahli, dan memilih untuk menjadi pengaduk adonan.
Adonan yang telah tercampur dengan sempurna itu dicetak ke dalam sebuah loyang yang lebar. Dibentuk menyerupai sebuah lingkaran, lalu dimasukkan ke dalam pemanggangan yang masih menggunakan kayu bakar. Meskipun Aster melihat keberadaan sebuah oven besar di sana. "Kenapa tidak menggunakan benda ini saja?" tanya Aster.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aster [The Secret of The Sea]
Science FictionBook 2 of Aster Trilogy (Higest rank #12 in science fiction - 26/4/17) Aster kembali menyusun rencana untuk kembali berpetualang demi menemukan misteri yang masih tersembunyi di bumi ini. Namun, selalu ada hambatan baginya untuk memulai semua itu. T...