Lima

1.6K 232 4
                                    

Guratan lembayung senja mewarnai langit. Pemandangan yang selalu tak ingin Aster lewatkan. Meski hanya perlu duduk berdiam diri memandangi langit, dia tak merasa waktunya terbuang sia-sia. Ditambah lagi, tempat baru pemberian Alby menambah keindahan pada lembayung senja yang terlihat.

Awan khas yang selalu berarak di atas Nibbana sudah tak berwarna putih sempurna. Beberapa bagiannya membias dengan warna mentari. Aster berpikir pasti saat itu Edy sedang tersipu malu entah karena apa.

"Apa kamu tidak pernah bosan diam di atas sana, Edy?" gumannya seorang diri. Pandangan matanya seakan sedang bertatapan dengan Edy yang bersebunyi dibalik awan tersebut.

"Aster, kamu di sana?" suara Alby terdengar dari bawah pohon. Membuat Aster sedikit mengintip ke bawah. Lelaki itu berdiri, menghadapkan pandangan ke atas, sembari menyeka sinar mentari dengan telapak tangannya.

"Ya. Kemarilah, Alby!" sahut Aster.

Alby bergegas memanjat anak tangga setelah meyakinkan orang yang dicari ada di atas rumah pohon buatannya. Dia tidak ingin menghabiskan tenaga hanya untuk menaiki tangga jika belum tahu apakah Aster sedang ada di tempat itu atau tidak.

Rambut keemasan Alby mulai terlihat, sama seperti matahari yang baru saja terbit dari belakang tebing. Salah satu warna yang Aster sukai selain senja hari.

Alby merebahkan badannya di samping Aster. Duduk bersandar ke dinding sembari memandangi matahari yang semakin tenggelam. Kaosnya hampir sepenuhnya terbasahi oleh keringat. Wajar saja, karena hari ini Sarah meminta bantuan Alby untuk memperbesar kandang sapi.

"Kelihatannya kamu lelah sekali," ujar Aster sembari memberikan botol minum yang dikeluarkan dari dalam tas.

"Terima kasih." Alby meneguk air dengan cepat. Berusaha menghilangkan dahaganya sebelum mulai berbicara. "Ya, sebuah hari melelahkan seperti biasa."

"Kenapa Sarah tiba-tiba ingin memperbesar kandang sapi itu?"

"Tiga ekor sapinya ternyata sedang hamil. Dia tidak ingin kandang mereka terlalu sempit pada saat setelah melahirkan. Jadi dia meminta bantuanku untuk itu."

"Hanya kamu sendiri?"

"Tidak, aku tidak sendiri. Erik, Simon, dan Nibbanian yang lainnya ada di sana." Aster terdiam beberapa saat. Belum sempat dia menanggapi omongan Alby, lelaki itu kembali berbicara. "Iya, Thalita ada di sana. Seperti biasa, hanya memberikan makanan untuk para pekerja."

Dahi Aster mengerut seperti biasa ketika dia merasa bingung. "Aku tidak bertanya apa-apa," sahutnya.

"Tapi wajahmu seakan bertanya seperti itu." Alby tertawa.

Sejak hari itu, Aster belum sempat bertemu lagi dengan Thalita. Bahkan dia selalu berharap untuk tidak bertemu dengannya. Lebih baik menghindari penyebab, daripada harus menyembuhkan sebuah penyakit yang datang, pikir Aster.

"Bagaimana hari pertama mengajarmu?"

"Buruk. Aku melupakan hari ini, dan datang terlambat. Tapi tetap menyenangkan."

"Oya?"

"Hu'um. Sampai-sampai Jo memarahiku sepanjang perjalanan menuju sekolah."

"Aku tidak bisa membayangkan seperti apa ekspresinya saat marah."

"Sebenarnya tidak beda jauh dari yang selalu kamu lihat. Hanya saja dia jadi lebih cerewet.

Alby kembali tertawa kecil. "Lalu seperti apa murid-muridmu?"

"Mereka berhasil membuatku tegang saat berdiri di depan kelas. Tapi aku senan karena ternyata mereka semua sangat antusian mendengarkan ceritaku."

Sesaat Aster teringat seorang anak yang terlihat mirip dengannya, di mana anak itu menyatakan sebuah mimpi besarnya dengan sangat lantang. Aster merasa hal itu merupakan sebuah pertanda, bahwa dia harus segera mewujudkannya juga. Berlayar, menjelajah, menemukan tempat baru.

"Alby." Lelaki itu menoleh saat namanya dipanggil. Dia melihat wajah Aster mendadak berubah menjadi lebih serius.

"Hm?"

"Apa menurutmu masih ada tempat selain Oakland dan Nibbana di bumi ini?"

Alby mengerti benar kemana arah pembicaraan gadis di sampingnya itu bermuara. "Ya, mungkin saja ada," jawabnya dengan sedikit malas.

"Kalau begitu, apa tidak sebaiknya kita melakukan sesuatu untuk mencari tahu hal itu?"

Sebenarnya, topik pembicaraan sekarang adalah sesuatu yang ingin sekali Alby hindari. Ada perasaan tidak suka kala Aster sudah mulai terobsesi untuk kembali bertualang. Namun, dia merasa hal tersebut bukanlah hal mudah yang dapat dilakukan hanya dengan bermodalkan niat saja. Tapi tentu saja Aster memiliki pemikirannya tersendiri.

"Dengar Aster! Aku memang berkata mungkin saja ada. Tapi bukan berarti tempat itu benar-benar ada. Kamu ingin mengulangi kejadian tempo hari? Untuk menemukan tempat ini saja kita berkorban begitu besar!"

"Iya. Tapi..." Aster tak menyelesaikan kata-katanya. Di satu sisi dia ingin mencurahkan keinginannya akan melakukan sebuah petualangan baru. Tapi, di satu sisi yang lain, Aster pun tidak ingin membuang tenaga karena opininya akan langsung ditentang oleh Alby. Ditambah lagi, dia tak ingin membuat Alby mencemaskannya lagi.

"Jangan melakukan hal yang membahayakan dirimu sendiri, Aster!" Alby merangkul pundak Aster. Membiarkan gadis tersebut bersandar pada dada bidangnya.

Tanpa berkata apapun lagi, Aster melanjutkan kegiatan memandangi matahari yang makin tak terlihat keberadaannya. Menjadi pertanda sudah saatnya semua orang untuk beristirahat, menjelang hari esok yang akan segera datang.

Aster [The Secret of The Sea]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang