EPISODE KEEMPAT: NASIB ATAU TAKDIR

137 9 0
                                    

Nasib dan takdir, menurut buku yang pernah aku baca, mereka adalah dua kata yang memiliki arti yang sama. Tapi, kenapa kata-katanya beda? Kalau beda kata berarti beda arti? Tapi ada juga yang sama kata-katanya, tapi beda arti, seperti tahu (mengetahui), dan tahu (makanan). Jadi, apakah mereka benar-benar sama? Atau beda? Oh ya, menurutku sih mereka sama, tapi untuk saat ini. Ada pun yang menjadikan nasib dan takdir menjadi sebuah kepercayaan. Kepercayaan seseorang mengenai nasib dan takdir, tergantung dari orangnya. Ada yang sangat percaya, ada juga yang biasa saja.

(Di sekolah, sebelum jam pelajaran)

"Hujan..." keluh Waskito menempelkan dagunya ke bagian sandaran kursi, memeluk kursi itu, dan memasang wajah sedih ke arahku.

"Iya," jawabku datar, dengan pandangan melihat buku yang kubaca.

"Kita hanya mengalami dua musim, yaitu hujan, dan panas." Memang, kami tinggal di negara beriklim tropis, tidak seperti yang tinggal di subtropis yang mengalami empat musim. "Aku ingin merasakan salju, hacihhh!"

"Baru juga hujan, udah bersin lagi. Apalagi salju, mungkin kau bisa demam yang tinggi," ucapku masih melihat buku.

"He..."

"Iya, ini sejarah."

"Setidaknya biarkan aku menyelesaikan kalimatku!"

"Maaf, itu sudah menjadi kebiasaanku."

"Ngomong-ngomong tentang biasa, apakah kau sudah biasa berjaga perpustakaan dengan Nisya?"

"Hmm, bisa dibilang biasa, bisa luar biasa."

"Maksudnya?"

"Kupikir dia adalah wanita yang pendiam, tapi kenyataan dia adalah seorang wanita yang memiliki topik pembicaraan yang sangat banyak, dan kalau sudah semangat bicara dia selalu lupa dengan keadaan di sekitar."

"Begitu ya... tapi, kau senangkan bisa bersama dia?"

"Apa maksudnya?" Kali ini aku melihat wajah Waskito.

"Ya... kau tahu, kan? Dia itu wanita yang terkenal di kalangan pria kelas satu?"

"Belum pernah dengar."

"Kau ini kurang update, sih. Kau tahu tidak? Kau itu terkenal di kalangan wanita kelas satu?"

"Tidak."

"Hah... dasar. Kau itu sudah bernasib baik, tapi tidak tahu." Dia mengeleng-gelengkan kepala.

"Maaf ya, aku lebih suka update tentang pelajaran, dibanding tentang gosip yang aneh."

"Iya-iya, maaf deh. Oh ya, bagaimana hubungan kalian?"

"Dengan siapa?"

"Nisya..." Aku terbatuk. "Kau tidak apa-apa?" tanyanya.

"Tidak apa-apa, hanya tersedak debu." Aku menggosok-gosok leher. "Apa maksudmu?"

"Tentu tentang c-i-n-t-a."

"Ti...dak kok, kami hanya berteman. Apa yang membuatmu berpikiran begitu?"

"Eh?! Kau tidak tahu ya, kalau sebenarnya..." Bel pun berbunyi, bunyinya menutupi kalimat akhir Waskito tadi.

(Jam istirahat, di perpustakaan)

"Apa yang ingin dikatakan oleh Waskito tadi? Sebenarnya apa ya?" Saat ini Nisya belum datang. "Apa ya?"

"Kak Iki?"

"Waaahhh!" Aku jatuh dari kursiku, karena kaget.

"Kakak tidak apa-apa?" Dia melihatku dengan wajah cemas.

BUNGA KEHIDUPAN DALAM ARTI BUNGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang