EPISODE KESEBELAS: SEMANGAT

81 7 1
                                    

Semangat adalah gairah yang berlebihan, dan itu sangat melelahkan. Lari keliling dengan semangat, itu sangat melelahkan. Membuat makanan dengan semangat, itu sangat melelahkan. Semua yang memerlukan semangat itu sungguh melelahkan, tapi kali ini aku tidak berpikiran seperti itu Kenapa? Karena aku sedang semangat untuk mendekati diri kepada Nisya, dan mau tidak mau, aku perlu semangat.

Hari ini adalah di mana kita akan liburan bersama, tentu saja dengan keluarga Nisya. Kami pergi ke sekitar perkampungan yang dekat dengan pegunungan.

"Kakak, mau dibawakan apa?" tanyaku kepada Kak Reza di telepon.

"Enggak perlu, di sini aku sudah mendapatkan apa yang aku mau, kalau Iki?"

"Kurasa tidak. Sudah dulu ya, Kak."

"Iya, hati-hati di sana, dan selamat berjuang!"

Kututup telepon dari Kakak. Aku berdiri dan merenggangkan tubuhku yang sedang lelah ini.

"Nak Iki, makannya sudah siap." Ternyata itu Ibu Nisya, dia mengintip di balik pintu.

"Iya, nanti saya akan segera ke bawah." Lalu Ibu Nisya menutup pintu.

Sekarang kami ada di rumah Kakek Nisya, kami pergi dari malam dan tiba pagi hari. Setelah selesai beberapa kali menggerakan tubuh, aku pergi ke bawah.

"Alfa, bagaimana cerita buatanku?" tanya seorang pria berpakaian kaos merah dengan kerah, celana abu-abu panjang, rambut hitam sedikit panjang, berkulit putih kehitaman, dan tinggi sebahuku.

"Maaf, belum sempat dibaca."

"Tidak apa-apa kok, pasti kau sedang sibuk?"

"Tidak juga, tapi nanti setelah selesai makan, aku akan membacanya."

"Oke, ditunggu komentarnya. Ayo kita ke bawah." Namanya Bayu, dia adalah Kakak Nisya. Umurnya sudah dua puluh tiga tahun.

Sampailah kami di bawah, tepatnya di ruang makan. Di sana sudah ada Ayah Nisya, Ibu Nisya, dan Nisya. Aku kebetulan dapat duduk di samping Nisya.

"Se...la...mat pagi, Kai," ucap dia saat aku duduk, tapi pandangannya tidak mengarah kepadaku, melainkan ke bawah.

"Selamat pagi juga, Nisya." Entah kenapa aku juga tidak melihat dia.

"Sudahlah, kalian jangan malu-malu. Anggap saja kami angin, benarkan, Ayah?" ucap Ibu Nisya menggoda.

"Iya, kalian ini sudah pacaran cukup lama. Jadi, enggak usah malu-malu kucing."

"Kalau kalian begitu terus, Kakek akan menganggap kalian putus," sambung Kak Bayu.

"Enggak! Kami tidak putus, iya, kan, Kai?" ucapnya melihatku.

"Iya..." Aku juga ikut melihatnya, tapi kami kembali mempalingkan wajah kami.

"Kalian ini benar-benar pasangan yang aneh," ucap Ayah Nisya.

(Selesai makan, di kamar tamu)

"Hmm... Ceritanya menarik, tapi ada beberapa yang harus diperbaiki," ucapku menyodorkan sebuah naskah kepada Kak Bayu. "Sudah kutuliskan di naskah itu."

"Terima kasih, tapi sepertinya ceritanya kalah dengan ceritamu, ya?"

"Jangan melihat dari hasil orang lain, tapi percaya dirilah kepada diri sendiri. Aku pun sama, aku merasa ceritaku ini kurang bagus dibanding dengan novel yang pernah kubaca. Aku berpikir novelku ini enggak bakalan laku, karena kurang bagus. Tapi, ternyata tidak seperti apa yang kupikirkan. Sebaiknya dilanjutkan, dan kirim ke penerbit."

"Terima kasih atas sarannya. Oh ya, kita ke sawah, yuk!"

Aku berdiri dan berjalan menuju jendela, terlihat di luar sangat panas. "Memangnya mau ngapain?"

BUNGA KEHIDUPAN DALAM ARTI BUNGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang