Nayla POV
Sabtu, 21 Oktober 2017
"Sam, boleh ga bantu aku menjelaskan materi ini?"
"Maaf ngga bisa." Ucapnya dingin.
Selalu saja seperti itu, ya memang itu lah sifatnya.
Tia menghampiriku dengan muka tertekuk akibat sikap sam tadi."Kan udah aku bilang, sekeras apapun kamu mencoba berkomunikasi sama dia, dia nggak bakal nanggepin." Ucapku.
"Dia itu manusia atau apa sih! Ganteng tapi cuek, pinter tapi sombong, sikapnya dingin lagi! Coba dong kamu yang ajak dia ngomong nay, kamu kan belum pernah ajak dia ngomong."
Aku menatap Sam yang tengah duduk di kursinya, di baris ke-4 kursi ke-3, dia sedang melihat ke arah jendela disamping tempat duduknya. Sehampa itukah kehidupannya? Aku bahkan belum pernah melihatnya berbicara dengan teman sebangkunya, ke kantin bersama teman-temannya atau sekedar ngobrol dengan temannya. Oh iya aku lupa, dia mungkin tidak punya teman. Aku kasihan melihatnya. Wajah itu, aku tau dia kesepian, tapi tetap saja dia menutup diri dengan yang lainnya.
"Oi nayla? Kok malah bengong sih?" Tia membuyarkan lamunanku.
"Hah? Oh maaf tadi aku kepikiran sesuatu." Aku menggaruk-garuk kepalaku yang tak gatal.
"Mikir siapa? Mikirin Luis ya? Cieeee"
"Hah apaan sihh, dia itu cuman sahabat aku tau. Udah ah kekantin yuk, tadi kan kamu katanya mau kesana." Aku menarik Tia sampai kedepan pintu kelas.
Aku berhenti sejenak. Menolehkan pandanganku ke arah dia, Sam. Apa ini mimpi? Dia menatapku. Aneh sekali.
---
Ahh melelakan, padahal UN kan masih setengah tahun lagi. Orang-orang mulai membahas Perguruan Tinggi mana yang mereka ingini. Padahal tugas masih numpuk kayak gerbong kereta api."Kenapa muka kamu cemberut, hm?" Tanya Luis sambil mengacak rambutku.
"Mau mati rasanya, deadline setiap hari."
"Beli kue yuk, aku traktir." Ajak Luis
Mata ku pun langsung berbinar saat kata "kue" disebutkan Luis. "Ayo!"
---
"Red Velvet, Vanila, Chocolate, ahh aku bingung mau yang mana." Aku melihat berbagai macam rasa dari kue yang dipajang di etalase kafe ini.
"Pilih aja semuanya kalau kamu mau nay." Ucap Luis.
"Nggak mau, nanti aku bisa gendut tau. Hmm aku mau vanila aja deh." Aku pun membeli kue rasa vanila itu.
"Kamu nge-fans banget sih sama vanila, kue rasa vanila, parfum bau vanila, pewangi ruangan vanila, serba vanila semua."
"Suka-suka aku dong." Aku pun membawa bungkusan kue itu.
Luis memang mengantarku untuk ke toko kue ini. Ahh jangan berpikir macam-macam ya, aku sama Luis hanya sahabat saja. Walaupun banyak orang yang bilang kalau cewek sama cowok sahabatan, pasti ada salah satu yang cintanya bertepuk sebelah tangan. Tapi itu menurutku hanya mitos aja, toh aku sama Luis nggak ada perasaan apa apa kok.
"Sini aku aja yang bawain." Luis mengambil bungkusan kue di tanganku.
Aku terdiam di tempat. Seseorang memegang pergelangan tanganku. Ini bukan tangan Luis. Aku menoleh ke samping. Itu Sam!
"Sam?" Aku heran.
"Nayla, bisa kita bicara sebentar?"
"Hah?" Aku masih tidak percaya jika orang yang ada didepanku ini adalah Sam.
"Kita bicara, hanya kita berdua."
Sam yang tak pernah mau bicara dengan orang lain, yang dingin dan cuek. Tiba-tiba mengajak ku bicara? Mimpi macam apa ini.
Samuel POV
Jumat, 20 Oktober 2017
Menikah? Lagi? Aku bingung dengan apa yang dipikirkan Ayahku ini. Apa dia menganggap wanita adalah tissue yang bisa dibuang kapan saja?
Ya, ayahku akan menikah lagi dengan seorang wanita, janda. Aku tidak tahu persis bagaimana wanita yang akan dinikahi ayahku itu. Tapi yang aku tahu wanita itu adalah Ibu dari salah satu murid di kelasku, Nayla.
Apa aku mengenal Nayla? Tentu saja. Dia adalah satu-satunya orang yang belum pernah mengajakku bicara selama 2 tahun ini. Aku menghargainya karena dia tahu kalau aku adalah tipe orang yang tidak suka bicara.
Tetapi fakta jika wanita yang akan dinikahi ayahku adalah Ibunya, membuat aku marah dan kesal. Bagaimana mungkin aku harus bersaudara dengan teman sekelasku?
"Damn!"
Aku harus hentikan ini semua sebelum terlambat. Apa yang akan dikatakan murid-murid di sekolahku jika mengetahui hal ini?
---
Sabtu, 21 Oktober 2017
Kring! Kring! Kring!
Alarm itu terlalu berisik dan berhasil membangunkanku pagi ini. Rasanya berat sekali untuk membuka mata ini.
"Good morning." Ucapku pada diriku sendiri.
Pagi yang sepi, ditemani dengan hujan rintik-rintik yang membuat pagi ini semakin dingin. Hidupku memang selalu kesepian. Aku bahkan lupa kapan terakhir kali melihat ayahku. Di rumah besar ini aku hanya ditemani Bi Imah yang dipekerjakan Ayahku untuk menjagaku, membersihkan rumah dan membuatkan makanan untukku.
Di sekolah juga begitu, aku terlalu penutup. Aku malas untuk berinteraksi dengan orang lain. Aku hanya akan mengeluarkan suaraku untuk hal-hal yang penting saja.
"Sam, boleh ga bantu aku menjelaskan materi ini?"
"Maaf ga bisa." Ucapku tanpa mengalihkan pandanganku kepada angka-angka yang tertera pada buku di hadapanku.
"Kan udah aku bilang, sekeras apapun kamu mencoba berkomunikasi sama dia, dia nggak bakal nanggepin." Samar-samar ku dengar nayla berbisik kepada temannya. Ahh aku baru sadar jika dikelas ini hanya ada kami bertiga.
Aku menutup buku di hadapanku dan menatap keluar jendela. Melihat apa yang terjadi di luar sana. Sebenarnya aku tidak tertarik, aku hanya bosan saja saat jam seperti ini, jam istirahat.
Kulihat Nayla dan Tia akan pergi keluar, ku tatap punggung Nayla. Tetapi kenapa dia berhenti? Apa dia kelupaan sesuatu? Tiba-tiba dia menoleh ke belakang. Pandangan kami bertemu. Entah apa yang aku pikirkan, rasanya mata ini kaku dan tidak bisa bergerak. Aku hanya diam dan tetap melihatnya. Rasanya aneh sekali.
---
Aku mengikutinya, Nayla. Dia sedang ke toko kue dengan sahabatnya, Luis. Aku tidak tahu apa rencanaku itu bagus atau tidak, tetapi aku harus memisahkan ayahku dan ibunya.
Nayla keluar dengan Luis. Dengam tiba-tiba aku memegang pergelangan tangannya, hal yang sangat kubenci yaitu bersentuhan dengan orang lain. Dia terlihat kebingungan.
"Sam?" Ucapnya
"Nayla, bisa kita bicara sebentar?" Tanyaku dengan cepat tanpa ada jeda.
"Hah?" Dia masih terpaku, mungkin dia tidak menyangka aku akan menyapanya seperti ini.
"Kita bicara, hanya kita berdua." Saat itu kami saling bertatapan. Aku merasa waktu berhenti hanya untuk kami berdua.
---
Huaaaaaa selesai juga chapter pertamanya, ini abal banget ceritanya sumvehh. Maapin ya kalau ada typo atau ceritanya kurang mantep gitu :v
Jangan lupa vote dan comment ya readers ^^Ohh ya mau tanya juga dong, bagusnya updatenya tiap berapa lama sekali ya?
Makasih banyak yang udah mau baca ya :)Bangka Belitung, 11-06-16
KAMU SEDANG MEMBACA
What If (UNFINISHED)
RomanceBagaimana jika kita tidak pernah bertemu? Apa yang akan terjadi? Apa akan lebih baik dari ini semua? Atau mungkin tidak? Aku bersyukur kepada Tuhan karena sudah memperkenalkanku pada seseorang seperti dirimu. Pria brengsek, bajingan, sampah, tapi ak...