PART 6

159 29 2
                                    

KIM MINGYU POV

Aku sangat menikmati makan malam kali ini, karena ada dia di depanku. Sibuk memasukkan makanan ke dalam mulutku. Terlihat dia sedang menatap ke arah ku sekarang. Aku memberhentikan aktivitasku. Ada apa dengannya?

"Bora-ah? Ada yang salah?" tanyaku.

Dia menggelengkan kepalanya. Terdiam sejenak, kemudian pergerakkannya mulai membingungkanku. Bahkan kurasa ia juga bingung.

"Kau yakin tak ada yang salah?"

"Ya, lanjutkan makanmu Gyu." Ucapnya sambil memasukkan ponsel kedalam sakunya kembali.

.

"Aku selesai. Terima kasih makanannya."

Dia mengangguk dan membereskan sisa makananku, berjalan ke arah westafel sambil membawa piring kotor bersamanya. Tangan kurusnyaa, jari jemarinya yang tertutupi dengan sarung tangan mencuci piring kotor itu, gerak-geriknya merupakan hal baru yang kusukai beberapa akhir ini.

Kulihat dia menggelengkan kepalanya untuk kesekian kali. Aku tahu apa yang telah di sembunyikan oleh mu, aku akan menunggu hingga kau yang menjelaskannya Bora-ya.

Dia mengelap tangannya, berjalan ke arahku. Aku kemudian berdiri, mengikuti langkahnya. Dia berjalan ke arah kamarnya, aku berhenti tepat di depan pintu putih itu.

"Bora-ya, hmm boleh aku tidur bersama mu?" tanya ku hati-hati.

Dia berbalik arah dengan sedikit terkejut dengan keberadaanku. Dia menggigit bibir bawahnya. Jangan menggodaku Bora! Dia berpikir sejenak sebelum mengeluarkan kata-katanya.

"Hmm, jangan melakukan hal aneh aneh." Ucapnya dengan anggukkan, sambil berjalan meninggalkanku di ambang pintu. Akhirnya aku mengikutinya berjalan masuk ke kamarnya.

Kulihat dia sudah menaiki kasurnya dan menarik selimut hingga bagian leher. Aku menutup pintu kamar itu. Berdiri menatap ke arahnya sebentar, dan dia juga berbalik menatapku.

"Aku hanya butuh pelukkan."

Tatapannya itu kini berubah menjadi khawatir, yahh terakhir kali aku memintanya memelukku itu karena aku mendengar kabar bahwa kakek kesayanganku meninggalkan dunia untuk selamanya. Kurang lebih 5 bulan yang lalu aku menangis di pelukkannya.

Aku takut kehilangan. Lagi.

"Tak ada, aku hanya memiliki sekelebat pikiran yang membuatku jenuh. Dan kurasa aku membutuhkan pelukkanmu." Jelasku sambil berjalan ke arah kasur.

Aku menyibak selimut dan berbaring tepat di samping kanannya. Dia menghadap ke arahku, tanpa memberi aba-aba aku memeluk pinggang rampingnya dan membenamkan kepalaku di antara leher dan pundaknya. Dia membalas pelukkan ku, dan jari jemarinya mulai bermain di antara rambutku.

Satu yang kurasa yaitu, nyaman. Wangi tubuhnya selalu membuatku ingin terus mendekapnya. Pelukkannya merupakan kegiatan yang menjadi favoritku. Kami terdiam untuk beberapa menit sebelum akhirnya kudengar dia menghela nafasnya.

Aku mendongak dan menaikkan posisi tubuhku agar bisa sejajar dengannya, kurasa obrolan malam di tambah pelukkan tak ada salahnya.

Enggan untuk melepas pelukkannya, kini aku menatap mata bulat itu. Matanya terfokus ke arah rambutku. Jari jemarinya masih bermain di atas sana. Aku membiarkannya untuk beberapa menit ke depan. Dengan adanya dia di depanku sudah membuatku senang. Tapi satu hal yang masih belum bisa ku gapai. Hatinya. Hati itu masih belum ku dapatkan.

Aku menarik lengannya, mata itu kemudian beralih ke mataku. Mengeratkan kembali pelukkanku dengannya. Aku memejamkan mataku sebentar sebelum memulai pembicaraan dengannya.

How Can We EngagedHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin