About Us
---
"Karena, memulai sebuah hubungan itu layaknya kamu menanam tumbuhan, jika unsur-unsur pentingnya ada yang tidak terpenuhi, tumbuhan itu bisa mati."
---
Hujan turun dengan deras bertepatan Kaia masuk ke kelasnya. Cewek itu tersenyum tipis, bersyukur karena dirinya sudah sampai sebelum hujan turun. Awan gelap yang menggantung membuat Kaia mengurungkan niatnya untuk menghampiri Gara, kekasihnya di kelas atas.
Mengerikan, pikirnya.
"Kai, Kai!" Panggilan itu membuat Kaia menoleh, menatap arah suara. Kaia tersenyum manis kala tersadar Marsha—sahabatnya— yang memanggilnya, Kaia beranjak dari tempat duduknya menuju Marsha yang sedang duduk di lantai pojok kelas.
"Hai Kai!" Kaia hanya mengangguk pelan, sedangkan Marsha sendiri tersenyum, sadar bahwa Kaia memang tipikal orang yang lumayan cuek.
"Lo udah putus sama Gara?" Pertanyaan yang menyangkut nama Gara membuat Kaia menjadi sosok yang berbeda, itu menurut Marsha.
Kaia akan menjadi cerewet jika itu menyangkut kekasihnya itu, Marsha tak dapat menyembunyikan kegeliannya saat melihat Kaia yang menatap Marsha dengan sorot ingin tau.
"Kali ini siapa?" tanya Kaia, namun kali ini dengan suara datarnya, yang membuat Marsha menatapnya dengan alis yang terangkat, bingung. Tidak biasanya Kaia membalas pertanyaannya dengan begini, kecuali jika ... Kaia sedang marah dengan Gara.
"Chelsea, anak kelas sebelah kelas Gara, Kai...."
Yang membuat Marsha semakin heran, Kaia hanya mengangguk pelan lalu berlalu menuju kursi cewek itu, padahal biasanya Kaia akan mencak-mencak dan meminta penjelasan lebih rinci.
"Kai!" Marsha berdiri menghampiri sahabatnya itu, menepuk pelan bahunya dengan maksud menjelaskan apa yang sebenarnya sedang terjadi.
"Lo tau? Untuk pertama kalinya Gara ngingkarin janjinya sama gue. Dan untuk pertama kalinya itu gara-gara cewek, yang gue tau Gara bilang namanya Chelsea, gue ngerti Gara itu suka becandaan, Sha! Tapi kali ini...."
Sedangkan Marsha menatap Kaia tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar, pasalnya selama hampir 3 tahun Gara dan Kaia berpacaran, Gara selalu mengutamakan Kaia—minus keluarganya— dan untuk pertama kalinya, Gara menomer duakan Kaia.
"Sumpah demiii?" Kaia hanya mengangguk malas, sebenarnya niatnya tadi pagi menuju kelas Gara ialah untuk meminta kejelasan, mengapa Gara memutuskan suatu hal yang terjadi diantara mereka berdua secara sepihak?
Padahal hubungan ini bermula dari dua pihak.
---
Keesokan harinya. Kaia berjalan menuju kelasnya, hari ini matahari bersinar dengan cerahnya berbeda dengan langit yang muram semalam, yang seakan ikut memahami suasana hati Kaia.
"Marsha!" Begitu sampai di kelas, Kaia langsung mencari sahabatnya itu, berniat mencurahkan isi hatinya yang kini penuh dengan kekesalan yang sudah tak dapat ia tahan lagi.
"Gue mau cerita! Dan habis ini temenin gue ke tempat Gara!" seru Kaia, Marsha menggaruk tengkuknya saat sadar akan ada perang dunia ke-3 yang terjadi antara Kaia dan Gara.
"Gara kenapa?" tanya Marsha tak memungkiri bahwa ia juga penasaran, pasalnya Kaia tidak pernah semarah ini dengan Gara.
"Kemarin gue mergokin dia nembak Chelsea, Sha! Maksudnya apa coba? Dan seharusnya kemarin juga Gara jalan sama gue gara-gara yang kemarin gak jadi! Dan lo tau? Gara boongin gue Sha! Dia gak bilang kalau dia jalan sama Chelsea! Gue masih terima kalau dia jujur mau jalan sama Chelsea! Gue terima dia jujur kalau dia bosen sama gue! Tapi kenapa gini sih jadinya??"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ini Rasa
Short StoryIni, ini tentang rasa. ••• Ditulis saat masih menjadi korban sinetron. Kumpulan cerita absurd yang dibuat karena kebosanan. Bocah labil yang ga pande nulis cerita. Hanya amatiran yang senang bila diberi kritik serta saran💚💙💜