ketujuh

579 20 6
                                    

"Ibu", panggilku.

"Bagaimana kia, kau sudah mencobanya ?, ", tanya ibu.

"Sudah , sepertinya aku hanya masuk angin saja bu " , jawabku.

"Coba sini ibu lihat ", sambil memberikan tespack.

"Bagaimana bu , hanya masuk angin saja kan ?", tanyaku.

"Iya nak , sebaiknya kamu istirahat saja dulu , jaga pola makan mu , ibu ingin beli obat dulu ", jawab ibu.

"Baiklah bu ", kataku .

***
Suara ketukan pintu begitu keras yang pernah ku dengar, mungkin bukan ketukan lagi tapi suara dobrakan yang ingin nenghancurkan pintu tersebut.

Dengan keberanian yang cukup kuat , akhirnya ku putuskan untuk menemui orang yang ingin menghancurkan pintu tumah ibu.

"Sebentar , sabar lah aku akan membukakan pintu ", sambil membukakan pintu.

"Cepat buka pintu ini, atau aku akan hancurkan pintu beserta rumahnya ", ancamnya .

"Rifai ", kataku dengan suara bergetar .

"Kenapa Kia kaget ? ", tanyanya.

Banyak berubah dari Rifai , sorban yang selalu dia pakai , baju hitam yang panjang sampai mata kaki , hingga jenggot yang selalu dia rawat kini sudah tak ada. Semuanya sudah berubah sorban itu sudah tak ada lagi , baju yang panjang itu sudah berganti dengan kaos oblong dengan jeans dan jenggot pun sudah di cukur , hanya menyisakan bulu bulu halus di wajahnya. Sifatnya pun sudah berbeda tidak seperti biasanya yang suka memukul , kini dia hanya merengkuh tubuhku ini dan menangis. Pertama kalinya aku melihat dia menangis .

"Rifai, apa kau baik baik saja ?", tanyaku.

"Watashiwa daijo budayo , demo anata wa son 'nani nogashimasu (aku baik baik saja , bahkan sangat merindukanmu), jawabnya.

"Kau ini, aku tidak bisa bahasa jepang ", kataku.

"Aish kau ini , aku baik baik saja " , katanya.

"Hanya itu ? ", tanyaku.

"Tidak , lebih baik kau cari sendiri artinya , dan biarkan seperti ini dulu kia", sambil memelukku.

"Baiklah ", kataku.


Sorban Hitam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang