The Secrets

269 18 0
                                    

Author's P.O.V





Lelaki itu mulai memasuki pekarangan rumah setelah memarkirkan mobilnya. Tatapannya kosong namun tetap tajam. Ia menghembuskan nafasnya dalam berkali-kali pertanda ia mulai lelah dengan semua ini. Matanya terus memandang ke arah pintu rumahnya yang masih tertutup rapat lalu ia menghentikan langkahnya tepat di depan pintu itu seraya mengetuknya pelan.

Pintu itupun mulai terbuka menampakan seorang wanita paruh baya yang tetap cantik diusianya yang tak muda lagi. Ia memandang wajah wanita itu sembil menatap matanya dalam.

"Aku tak menemukannya." Ujar lelaki itu dengan nada kecewa.

"Kita akan segera tau jika waktunya sudah tepat. Aku harap kau sabar." Balas wanita itu lantas tersenyum tulus sambil mengusap bahu pria yang ada di depannya sekarang.

"Aku tak tau harus bagaimana. Tak mungkin ia bergantung kepada teman-temannya selama bertahun-tahun, itu mustahil. Tapi setelah aku selidiki sendiri, aku tak menemukan apapun." Ucap pria itu lalu segera masuk ke dalam rumah, kemudian ia merebahkan dirinya secara kasar di sofa empuk yang berada di rumah ini.

"Kau benar. Aku sangat khawatir terhadapnya, mengapa kau tak mau mengungkapkan kebenarannya?" Wanita itu pun membalas ucapan pria itu lantas ikut merebahkan dirinya di sebelah pria yang tengah bersandar sambil memijat pelipisnya.

"Aku tak mau ia merasa sangat bersalah sepertiku, pasti ada jalan keluarnya nanti." Ujar pria itu tegas sambil menatap yakin wanita di sampingnya ini. Wanita itu hanya mengangguk sebagai balasan.

"Tapi sampai kapan kau membiarkannya terus seperti ini?"

"Sampai ia mengetahui semuanya."







*****

Issy telah sampai dikampusnya setelah ia libur 2 hari lagi karena sakit. Malam itu saat Issy pingsan di club, Justin langsung membawanya ke apartement dan menemaninya sejenak sampai ia sadar, setelah Issy sadar Justin langsung memberikanya obat penghilang rasa sakit kemudian segera meninggalkan apartement Issy sebelum Jose datang. Sebenarnya Justin tak mau meninggalkan Issy sendirian dengan keadaannya yang setengah mabuk dan juga sedang sakit tapi Issy memaksanya. Apa daya seorang Justin di depan gadisnya ini? Sehingga mau tak mau ia menurut pada gadisnya untuk segera pergi.


"Issyy!!!" Teriak Vania lantang. Issy yang belum sempat berkata apapun langsung terkesiap melihat Vania tengah memeluknya erat tanpa aba-aba.

"Errgg Vania kau selalu membuatku sulit bernafas." Erang Issy dalam pelukan Vania.

Vania hanya terkekeh melihat Issy hampir kehilangan nafasnya karena dipeluk olehnya. "Hehe maaf. Aku sangat menghawatirkanmu begitu aku mengetahui kau sakit, aku baru saja ingin menjengukmu."

"Sudah 2 hari aku sakit tapi kau tak kunjung menjengukku." Balas Vania dingin lalu membuka lokernya kemudian mengambil beberapa buku yang ada.

"Ehh itu, soalnya kemarin ada tugas jadi aku kerjakan itu dulu." Balas Vania dengan senyum menyeringai konyolnya.

"Mengerjakan tugas atau duduk di cafe berdua dengan Calvin huh?" Tanya Issy sarkastik yang sukses membuat sahabatnya sendiri mematung di tempat. Issy mengunci lokernya kembali lantas memasukan buku-buku yang ia ambil ke dalam tas miliknya dan segara pergi meninggalakan Vania sendirian.


Vania masih mematung di tempatnya dan berpikir 'Bagaimana ia bisa tau?' Batin Vania berkata. Kini roh Vania mulai masuk kembali ke dalam dirinya setelah berkelana dengan pikiran-pikiran konyolnya itu --memikirkan bagaimana Issy tau kencannya dengan Calvin kemarin hingga iapun tersadar bahwa Issy telah meninggalkan tempatnya --meninggalkan Vania sendiran. Vaniapun berdecak kesal lantas berlari kecil menyusul sahabatnya yang telah jalan terlebih dahulu.


Bad Boy For The Lucky GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang