Satu tahun kemudian.
"Ayah, seragam Raka kok nggak ada ya?" tanya Raka.
Reyhan yang sedang membuatkan sarapan berbalik menatap Raka yang hanya memakai handuk. Hari ini adalah hari pertama ia sekolah setelah libur semester berlalu. Selama ini keadaan rumah semakin repot dengan ketidakhadiran Rania disisinya.
Mengingat tentang Rania, setahun lalu istrinya itu pergi dengan tenang. Meninggalkan dirinya dan kedua anaknya. Awalnya Raka dan Raisa belum bisa menerima kepergian Ibunya. Namun, seiring berjalannya waktu Reyhan berhasil membujuk kedua anaknya untuk mengikhlaskan kepergian Rania.
Reyhan bilang bahwa Ibu sudah tenang di Surga Allah. Tempat yang sangat dinantikan oleh seluruh umat islam. Selama beberapa bulan Raisa sempat mengurung diri yang membuatnya sakit. Setelah di bujuk oleh eyangnya, barulah Raisa kembali seperti sebelumnya meski lebih sering terdiam tidak seperti dulu yang sangat ceria. Ternyata kepergian Rania sangat berdampak pada putri kecilnya itu.
Berbeda dengan Raisa, Raka bisa menyembunyikan kesedihannya. Sikap Raka itu sama persis seperti Reyhan jika sedang sedih. Hanya orang-orang tertentu yang mengerti dan memahami kesedihannya. Dan sekarang, orang itu telah pergi. Jadi hanya diri Raka lah yang memahami kesedihannya.
Tangan mungil Raka menarik celemek yang di pakai Reyhan. Lelaki itu tersadar kemudian mematikan kompor. Berjalan ke arah ruang belakang, mencari seragam Raka yang sudah ia setrika kemarin.
"Abang pakai baju sendiri ya," Raka mengangguk kemudian berlari kearah kamarnya.
Reyhan kembali ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Lima belas menit kemudian nasi goreng buatannya sudah siap. Ia pun memanggil Raka untuk segera sarapan agar tidak terlambat di hari pertama sekolahnya.
"Ingat ya Bang, nanti kalau ayah belum jemput, jangan kemana-mana dulu."
Raka menangangguk, kemudian melahap nasi goreng buatan Reyhan. Meski tak seenak masakan Rania tapi Raka selalu menyukainya. Keahlian masak ayahnya tidak terlalu buruk.
"Ade nya belum bangun Bang?"
"Tadi mah belum Yah. Nggak tau kalau sekarang," Reyhan melepas celemeknya dan berjalan ke arah kamar putrinya.
Ketika pintu terbuka, ia segera menghampiri Raisa yang masih tertidur. Dalam tidurnya, ia memeluk foto Rania. Senyuman di wajah Reyhan langsung menghilang. Mendadak, lelaki itu merindukan istrinya.
Reyhan mengambil foto yang di peluk Raisa. Kemudian mencoba membangunkan putri kecilnya. "Raisa sayang, bangun yuk. Udah pagi."
Raisa mengerjapkan matanya, "Kita main ke rumah eyang, yuk."
Raisa mengangguk pelan, lalu menatap Ayahnya dengan wajah puppy eyes "Ayah, Icha mau susu."
Reyhan tersenyum kemudian mengulurkan tangannya, Raisa menyambut uluran itu dan ia pun langsung berada di dalam gendongan Reyhan. Lelaki itu sempat menciumi pipi Raisa lalu membawanya ke meja makan.
Setelah membuat susu, Reyhan melihat piring Raka sudah kosong. Ia pun mengambilnya lalu menyimpannya di tempat cuci piring.
"Bang jagain ade nya dulu ya, Ayah mau ganti baju."
"Iya Yah."
Setelah mengganti baju, ia membawa Raisa ke kamar mandi. Selesai semuanya, Reyhan menggendong Raisa. Mengunci pintu lalu mengeluarkan motornya. Seperti hari sebelumnya, ia akan mengantar Raisa ke rumah Ibunya setelah itu baru mengantar Raka.
"Bu, maaf Rey ngerepotin terus."
Lasti yang baru mengendong Raisa langsung tersenyum. "Nggak papa, Ibu nggak masalah, tapi kamu harus ingat pesan Almarhumah Rania, jangan menutup hati kamu buat perempuan lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati yang Menanti - [ Love Series 1 ] ✔
RomanceDi usianya yang menginjak 31 tahun, Reyhan harus berlapang dada mengikhlaskan kepergian istrinya, Rania. Meninggalkan dua orang anak yang masih membutuhkan kasih sayang seorang Ibu. Raka dan Raisa. Sebagai seorang ayah, ia pun berusaha untuk menjad...