6. Akhir yang tak di inginkan

1.2K 128 19
                                    

Malam itu Sana pergi keluar setelah memastikan jika Hoshi benar-benar tidur. Sedikit berat mengingat Sana harus meninggalkan Hoshi malam itu. Bukan cuma malam itu, mungkin dia akan meninggalkan Hoshi untuk selamanya.

Tapi Sana meyakinkan dirinya jika dia pasti menemui Hoshi nanti walaupun itu akan terasa berbeda. Sana menyetir mobilnya dengan kecepatan penuh. Semakin cepat mobilnya melaju maka semakin deras airmata jatuh dari pelupuk matanya.

Sekelebat bayangan masa lalunya bersama Hoshi memenuhi pikirannya. Dari masa pertama dia berjumpa Hoshi hingga saat dia memandangi tubuh Hoshi tadi sebelum dia pergi. Sana menangis keras.

Semua kenangan itu masuk terus menerus tanpa henti seakan ingin membuatnya menghentikan yang dia lakukan sekarang. Sana menyeka airmatanya kasar.

Lampu lalu lintas menunjukkan bahwa dia harus berhenti sekarang tapi tak sedikitpun kakinya berniat untuk menginjakkan rem bahkan dia terus melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh.

Sana tau bahwa dari arah kirinya sebuah mobil juga melaju dengan kencang kearahnya. Sana menutup matanya. Detik berikutnya mobil tersebut menabrak mobilnya dengan kuat.

Sana tak peduli dengan rasa sakit yang dirasakannya. Yang dia pikir hanyalah dia harus mengorbankan dirinya untuk Hoshi. Hoshi yang sangat dia cintai dengan sepenuh hatinya.

***

Hoshi menggerakkan tubuhnya dengan gelisah. Lalu terbangun tiba-tiba. Nafasnya tak teratur seakan dia habis dikejar anjing gila. Hoshi baru saja bermimpi buruk.

Hoshi bermimpi buruk tentang Sana. Tubuhnya sudah basah dengan keringat mengingat dia sangat ketakutan. Hoshi memanggil nama Sana berharap Sana langsung datang padanya. Tiga detik kemudian tak ada tanda-tanda jika Sana datang padanya.

Dia memanggil Sana lagi tapi sama saja karena Sana tak datang padanya. Dia terus memanggil Sana tak berhenti berharap Sana merespon panggilannya. Entah mengapa itu membuatnya benar-benar takut. Mimpi buruknya terasa begitu nyata baginya.

***

Sudah siang dan Hoshi tak bergerak ditempat tidurnya. Dia masih mencoba menunggu Sana. Bel apartemen mereka berbunyi. Hoshi berharap itu Sana yang datang.

Hoshi bergegas turun dari tempat tidurnya lalu berjalan menuju pintu masuk rumahnya walaupun sesekali dia terjatuh karena tersandung sesuatu. Bel itu terus berbunyi. "Sana? Kaukah itu?" Hoshi meraba pintu mencari-cari gagang pintu itu lalu memutar kuncinya dan membuka pintunya.

"Hoshi!" Seorang wanita meneriakkan namanya sambil menangis. Itu bukan suara Sana, pikir Hoshi. "Haesoon ahjumma?" Panggilnya pelan. Haesoon mengangguk pelan mendengar Hoshi menyebut namanya. Tangisnya pecah saat dia memeluk Hoshi. "A-apa yang terjadi?" Tanya Hoshi, perasaannya tak enak sekarang.

"Sana... Sana kecelakaan" jawab Haesoon, suaranya tercekat. Hoshi seakan disambar petir saat mendengarnya. Dia menggeleng tak percaya. "Tak mungkin. Itu tak mungkin. Sana bersamaku semalam" sanggah Hoshi. Tapi matanya tak sanggup menahan airmata yang hendak keluar.

"Hoshi kau harus percaya. Kukira dia.. dia tak melakukannya. Tapi dia mengorbankan dirinya untukmu" Haesoon meyakinkan Hoshi yang sekarang menangis sama seperti dirinya. Lutut Hoshi terlalu lemas dan dia terduduk dilantai.

Hoshi menangis. "Sana-ya. Kau tak harus melakukan itu untukku!" Teriak Hoshi putus asa. Tangisannya terdengar pilu. Hoshi telah kehilangan istrinya tercinta. Minatozaki Sana, yang sudah dia jadikan Kwon Sana. Sana yang sangat dia cintai.

***

Hoshi berjalan terburu-buru disepanjang koridor rumah sakit. Dia tak peduli bahwa dia sedang berada diluar rumahnya sekarang. Tangannya menggenggam setangkai bunga mawar merah. Bunga mawar yang diinginkan Sana jika dia sudah melepas penutup matanya. Sekarang dia benar-benar melepas penutup matanya.

Dia berhenti di depan kamar mayat lalu mengikuti perawat masuk kedalamnya. Disudut ruangan terletak tubuh yang sudah ditutupi kain putih. Tubuh Hoshi mengejang seketika. Tanpa bisa dikontrol lagi airmatanya jatuh membasahi pipinya.

Hoshi mendekat pelan saat sang perawat menyibakkan sedikit kain putih tersebut sehingga dia bisa melihat wajah orang yang ingin dia lihat sekarang.

Tubuh Hoshi bergetar, dia tak ingin tangisnya pecah sekarang. Hoshi menatap Sana penuh arti. Hatinya sakit bagaikan teriris karena mengetahui tubuh Sana tak bergerak sama sekali.

"Sana-ya?" Panggil Hoshi pelan, suaranya terdengar bergetar karena dia sedang menahan tangisnya sekarang.

"Kenapa kau meninggalkanku tadi malam?" Lanjut Hoshi, dia membelai pelan rambut Sana.

"Kau bahkan tak ada disaat aku terbangun pagi ini" suara Hoshi tercekat.

"Aku bermimpi buruk hari ini" Hoshi terisak.

"Aku bermimpi sedang menemuimu diruangan ini" Hoshi menatap Sana dengan pandangan kesedihan.

"Dan itu menjadi kenyataan sekarang" Hoshi mulai melepas tangisannya. Dia tak dapat menahannya lagi. Dia berlutut disamping Sana lalu menundukkan kepalanya. Terdengar suara tangisannya sangat menyayat hati.

"Sana-ya" panggil Hoshi lagi, suaranya bergetar.

"Maafkan aku-"

"Maafkan aku karena saat aku bisa melihat lagi, kamu bukan orang pertama yang aku lihat" Hoshi mencoba untuk bangun lalu menggenggam tangan Sana.

"Tapi aku tak lupa akan janjiku padamu, Sana-ya" ujar Hoshi miris.

"Aku membawakan setangkai mawar merah seperti yang kau inginkan" Hoshi meletakkan setangkai mawar itu digenggaman Sana.

"Apa kau tak ingin bangun lalu memelukku? Aku bahkan mengabulkan permintaanmu" Hoshi menangis tertahan. Matanya terpejam. Dia tak sanggup melihat Sana yang terbujur kaku. Hati Hoshi benar-benar sakit sekarang.

***

Sudah seminggu sejak kepergian Sana. Setelah pemakamannya Hoshi menjadi lebih murung. Hoshi sering mengurung dirinya dikamar dan hanya berdiam diri ditempat tidurnya. Bahkan dia tak menghiraukan bunyi ponsel Sana yang sudah dipakainya beberapa hari yang lalu.

Hoshi memejamkan matanya. Langsung saja gambaran wajah Sana memenuhi pikirannya. Airmata jatuh membasahi pipinya. Dia terisak pelan. Hoshi sangat merindukan Sana. Bahkan Hoshi merasa separuh jiwanya dibawa pergi oleh Sana. Dia tak semangat menjalani kehidupan barunya tanpa Sana.

"Hoshi" indra pendengarannya menangkap suara yang sangat dirindukannya. Suara yang sangat ingin didengarnya. Hoshi membuka matanya perlahan. Sesosok yang amat sangat dirindukannya sedang berdiri didepannya.

Lagi, airmata Hoshi jatuh dan benar-benar membasahi wajahnya sekarang. Sana berdiri disana memandangnya dengan sorot mata teduh. Ya, dia bisa melihat Sana lagi tetapi kali ini berbeda. Hoshi memalingkan wajahnya tak ingin melihat Sana. Dia malu dengan keadaannya seperti ini.

"Hoshi, aku merindukanmu" suara Sana ditangkap lagi oleh indera pendengarannya. Hoshi menangis tertahan. "Tak perlu berkata begitu. Kau sama jahatnya dengan makhluk sialan itu" kata Hoshi kasar. Hoshi kembali melihat kearah Sana.

Sana menatap sendu pada Hoshi. "Maafkan aku, Hoshi. Aku melakukannya karena aku mencintaimu" Hoshi bisa merasakan kesedihan di dalam suara Sana. "Kau tak perlu mengorbankan dirimu. Kau tak perlu melakukannya!" Bentak Hoshi.

Sana hanya menatap Hoshi dengan sedih. Hoshi menangis lagi. Dia benar-benar terpukul sekarang. Hoshi bahkan tak ingin Sana mengorbankan diri Sana hanya untuknya agar dia bisa melihat lagi. Hoshi rela menghabiskan hidupnya dengan dirasuki makhluk jahat itu asalkan Sana terus berada disampingnya.

Hoshi meratapi apa yang terjadi padanya saat ini. Bahkan dia sama sekali tak menginginkan akhir yang menyedihkan ini. Hoshi hanya menginginkan akhir yang bahagia bersama Sana. Tapi sekarang tak bisa lagi. Sananya sudah pergi bersama hal-hal jahat yang sudah lama tak merasukinya lagi.

_The End_


Maaf kalo endingnya kurang seru
Ini aku bikinnya di masa-masa kritis/?
Makasih yang sejauh ini masih bertahan baca ff gajeku ini^^
Jangan lupa vommentnya^^

•HoshiSana• Will Be Okay✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang