4. Semuanya akan baik-baik saja

1K 118 7
                                    

Sana membuka matanya pelan. Dia menyadari Hoshi tak ada disampingnya. "Euh, Hoshi?" Sana memanggil Hoshi pelan berharap Hoshi menjawabnya. Dia bangun dari atas tempat tidur lalu keluar kamar. "Hoshi?" Sekali lagi dia memanggil Hoshi. Sana berjalan keruang tengah dia berpikir mungkin Hoshi sedang menonton tv. "Hoshi?" Sana melihat Hoshi tengah duduk disofa sambil memeluk lututnya. "Apa yang kau lakukan sayang? Harusnya kau bisa tidur 3 jam lagi sebelum matahari terbit" Sana menghampiri Hoshi lalu duduk disampingnya. Hoshi tak menjawab sama sekali dan hanya menundukkan kepalanya. Sana menatapnya heran, lalu mengelus kepala Hoshi perlahan. "Jangan menyentuhku" gumam Hoshi pelan. Sana sedikit kaget dengan gumaman Hoshi itu. Ada yang aneh dengan suara Hoshi, itu sedikit berbeda menurut Sana. Sana mendekatkan dirinya dan menyentuh puncak kepala Hoshi. "Sudah kubilang jangan menyentuhku, wanita jalang!" Sana terkejut dengan perkataan Hoshi dan lebih terkejut ketika Hoshi menatapnya. Mata Hoshi merah pekat. "Hosh-" panggil Sana tertahan karena Hoshi sudah menolaknya keras. Kepala Sana terantuk kuat dengan pegangan sofa. Sana mengerang pelan. "Kau jalang sialan!" Hoshi berteriak lalu mencekik leher Sana. "A-aahh, Hosh-ii" Sana mencoba menahan tangan Hoshi yang mencekiknya tapi usahanya sia-sia karena kekuatan Hoshi lebih besar darinya. Hoshi makin mencekiknya. "A-akhh" Sana mencoba meraih vas bunga yang ada dimeja disampingnya. Susah payah Sana mengambilnya. Lalu Sana menghantamkan vas itu ke kepala Hoshi dengan kuat. Yang dia ingat selanjutnya Hoshi jatuh dan tak sadarkan diri.

***

Sana menangis sesenggukan mengingat apa yang terjadi sejam yang lalu. Sesekali Sana melirik Hoshi yang sedang diobati oleh dokter yang dipanggilnya tadi. Sana menatap takut dan gelisah kearah Hoshi. Sana sudah melukai Hoshi tadi. Dokter yang sudah selesai mengobati Hoshi langsung menghampiri Sana. "Harusnya kau membawanya kerumah sakit agar dia dapat diobati dengan peralatan yang lebih baik, sana-ya" ucap Kim Hanbin, dokter pribadi mereka. Sana menggeleng kepalanya pelan, "oppa tau kan Hoshi tak bisa dibawa ke rumah sakit". Hanbin hanya menganggukkan kepalanya, "aku sudah menutupi lukanya dan menjahitnya dan aku juga sudah mensterilkan lukanya jadi tugasmu hanya mengganti perbannya saja selama 5 jam sekali. Dan ingatkan padanya untuk istirahat, jangan terlalu memikirkan apa yang sudah terjadi, kau mengerti Sana-ya?" Sana menganggukkan kepalanya. "Kalau begitu terima kasih oppa, nanti uangmu akan kubayar dirumah sakit" ucap Sana. "Tak usah saja Sana-ya, lagian ini diluar jam kerjaku jadi aku melakukan ini dengan tulus. Lagian kau ini adik sepupuku jadi sudah wajar aku membantumu dan Hoshi" balas Hanbin singkat lalu mengambil tasnya dan langsung meninggalkan apartemen Sana.

***

Sana menutup mata Hoshi dengan saputangan yang dulu pernah dipakai Hoshi. Sana sudah menghubungi Haesoon tadi dan menceritakan apa yang sudah terjadi. Sana bahkan mendapatkan ceramah panjang Haesoon. Hoshi tak boleh membuka penutup mata itu selamanya, karena jika sekali dia membukanya maka kekuatan makhluk jahat itu makin besar untuk merasuki Hoshi dan susah untuk ditolak. Sana merutuki kebodohannya sendiri. Dia menangis lagi. Ada kesedihan dan penyesalan di dalam tangisnya. Sana menangis sesenggukan. Dia tak sanggup melihat Hoshinya terluka, ini bukan karena makhluk jahat itu merasuki Hoshi tapi karena dia yang melukainya. Sana mengelus pipi Hoshi pelan lalu menciumnya. Sana sangat menyayangi Hoshi. Dan dia sangat merasa bersalah sekarang karena sudah melukai Hoshi.

***

"Sana-ya?" Panggil Hoshi pelan. Hoshi meringis pelan karena saat dia sadar kepalanya terasa berdenyut-denyut. Hoshi tak dapat melihat apapun karena sekarang dia menggunakan penutup mata. "Kau sudah bangun?" Ucap Sana serak. Sana langsung mendudukkan dirinya di samping Hoshi. "Ada apa dengan suaramu? Apa kau sakit?" Hoshi menyandarkan badannya pada kepala ranjang. Sana tak menjawab. Entah kenapa mata Sana menitikkan airmata. "Eum, Sana-ya? Kenapa aku harus menggunakan penutup mata lagi?" Hoshi menghadapkan kepalanya kearah Sana. Sana mengelus kepala Hoshi, "seharusnya kau tak boleh melepaskannya lagi jika sudah memakai penutup mata. Itu akan jadi sangat berbahaya jika kau melepaskannya". Suara sana bergetar. Hoshi lalu merengkuh tubuh Sana ke pelukannya. "Ada apa? Mengapa kau menangis?" Tanya Hoshi sambil mengelus pelan bahu Sana. Sana tak dapat menahan tangisnya lagi dan sekarang dia menumpahkan kesedihannya dalam pelukan Hoshi. Hoshi mempererat pelukannya. Hoshi mengingat semua yang terjadi malam itu. Dia bahkan ingat bagaimana dirinya memanggil Sana dengan sebutan wanita jalang dan hampir membunuh Sana dengan cara mencekiknya. Hoshi sadar dia melakukan semua itu tapi dia tak bisa melawan karena makhluk jahat itu yang mengendalikan tubuhnya sepenuhnya. "Sana-ya, maafkan aku hampir membunuhmu semalam. Aku tak bisa mengendalikan tubuhku sendiri malam itu. Aku tau bahwa aku melakukannya tapi semua itu dibawah pengaruh makhluk jahat itu" terang Hoshi. Sana menggelengkan kepalanya "kau tak salah. Tak perlu meminta maaf. Aku... akulah yang salah. Aku sudah menghantam kepalamu dengan... dengan vas bunga. Aku yang melukaimu,Hoshi" Sana terisak keras. Hoshi memeluk Sana untuk menenangkannya, "aku tak apa Sana. Aku baik-baik saja".

***

Sana sedang melamun. Semenjak kejadian yang lalu dia sering menyendiri jika Hoshi sedang tidur. Sesekali terdengar suara Sana menangis pelan. Sana tak bisa melupakan kejadian itu. Dia takut jika itu terjadi lagi. Sana bangun dari sofa yang didudukinya lalu melangkahkan kakinya ke kamar mereka untuk memeriksa Hoshi. Hoshi sedang duduk dikursi tepi jendela. Sana menatap Hoshi lalu tersenyum tipis. Sana berjalan mendekat lalu memeluk Hoshi dari belakang. "Sana? Kau kah itu?" Ucap Hoshi pelan. Sana mencium pipi Hoshi, "memangnya siapa lagi hm? Kau mau orang lain yang melakukan ini?" Balas Sana dengan suara yang dibuat-buat seakan dia sedang kesal. Hoshi tertawa pelan lalu menggelengkan kepalanya. "Akan lebih baik jika itu kau yang melakukannya karena aku menyukainya" Hoshi tersenyum dan mengelus pelan tangan Sana yang melingkar dibahunya. "Hoshiku sedang apa?" Sana mengecup lagi pipi Hoshi lalu mengelus kepalanya pelan. "Sedang mendengarkan suara-suara yang bisa kudengarkan" Hoshi memegang tangan Sana yang sejak tadi mengelus pipinya lalu mengecup punggung tangan Sana. Sana tersenyum melihat apa yang dilakukan Hoshi. "Ini sudah siang. Apa yang ingin kau makan disiang yang cerah ini, suamiku?" Tanya Sana. Hoshi berpikir sebentar, "bagaimana kalau aku memakanmu saja?" Hoshi mengeluarkan seringaiannya. Sana memukul bahu Hoshi pelan, "kau ini. Jangan berpikiran mesum, ini masih siang" Hoshi meringis pura-pura sakit dan terkekeh pelan mendengar reaksi Sana. "Aku hanya bercanda, sayang. Aku sedang tak nafsu makan" Sana menatap Hoshi. Akhir-akhir ini Hoshi kehilangan nafsu makannya. "Tapi kau harus makan. Tadi pagi kau hanya makan sedikit" Hoshi menggeleng pelan lalu melanjutkan aktivitasnya mendengarkan suara-suara diluar. Sana menatap Hoshi khawatir. Hoshinya berbeda sekarang. Hoshi lebih pendiam sekarang. Tubuh Hoshi juga lebih kurus karena dia jarang makan dengan teratur. Sana takut jika Hoshi nanti sakit. Sana hanya ingin Hoshi sehat.

***

Sore itu Sana mengunjungi rumah Haesoon setelah memastikan Hoshi makan. Dia butuh Haesoon sekarang. Sana melangkahkan kakinya lalu berhenti tepat di depan rumah minimalis yang terletak di paling ujung. Sana mengetuk pintu. Tak lama kemudian pintu terbuka, Sana tersenyum lalu memeluk Haesoon. "Masuklah Sana-ya. Kau pasti ingin menanyakan sesuatu bukan?" Haesoon mengakhiri pelukan mereka lalu mempersilakan Sana untuk masuk ke rumahnya. Sana mengangguk dan masuk ke dalam rumah Haesoon. Sana mendudukkan dirinya di sofa. "Ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan" Sana menatap Haesoon serius. Haesoon mengangguk pelan dan membiarkan Sana menanyainya. "Eum, apa ada perubahan sikap jika seseorang dirasuki seperti yang terjadi pada Hoshi sebelumnya?" Tanya Sana. Haesoon berpikir sebentar, "hm, apa Hoshi lebih pendiam sekarang?". Sana menganggukkan kepalanya, bahkan Haesoon tau apa yang terjadi pada Hoshi. "Sana-ya, hal itu bisa saja terjadi karena makhluk jahat itu menyerap energinya. Karena kejadian malam itu tergolong cukup parah bahkan jika keberuntungan tidak berpihak pada kalian mungkin saja besoknya orang akan menemukan dua mayat di apartemenmu" Sana menundukkan kepalanya, penjelasan Haesoon membuatnya takut. Haesoon menepuk-nepuk pelan bahu Sana. "Apa yang bisa kulakukan agar Hoshi selamanya tak diganggu lagi oleh makhluk jahat itu?" Sana menatap serius mata Haesoon. Haesoon berpikir lagi sebelum dia menjawab Sana, "ada dua hal, yang pertama sudah kau lakukan yaitu menutup pandangan Hoshi". "Lalu?" Sana menuntut Haesoon untuk melanjutkannya. "Yang kedua kupikir sedikit sulit. Kau harus mengorbankan dirimu. Dalam artian kau harus memberikan jiwamu untuk melindungi Hoshi" Haesoon menatap Sana. Sepertinya Sana masih tak mengerti. Haesoon menghela nafas pelan. "Ibaratnya kau tetap hidup tapi tak berada di dunia yang sama dengan Hoshi. Ya, bisa dikatakan kau menjadi hantu. Kau bisa menjauhkan makhluk jahat itu dari Hoshi. Intinya kau harus mati"

***

TBC

Maafkan aku yang telat update chapter ini. Lagi-lagi aku kehilangan ide T^T untung adikku masih mau bantu
Chapter ini aku panjangin lagi sebagai permintaan maafku untuk kalian semua
Jangan lupa vommentnya ya^^

•HoshiSana• Will Be Okay✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang