1.

149 27 5
                                    


Udara kota di pagi hari ini sangat dingin, hujan tak berhenti turun sejak semalam. Tidak seperti kemarin ku lihat dari jendela kamarku beberapa anak bermain di pekarangan rumahnya.

Pagi ini, jalanan sepi. Hanya beberapa orang yang berlalu-lalang di jalan, sisanya memilih berdiam diri di rumah sambil menikmati secangkir cokelat panas.

"Sha, tolong ambilkan papa mantel hijau di kamar." suara papa memenggal lamunanku.

"Diminum dulu susunya, sayang." tangan halus mama membelai rambut serta poniku. Tangannya tetap halus meski bulan kemarin beliau genap berusia 48 tahun.

Sejujurnya aku sangat malas berangkat ke sekolah dengan keadaan seperti ini, rasanya aku ingin tenggelam lebih lama di atas ranjang dan menyelimuti tubuh mungilku dengan selimut bulu yang kudapati saat umurku 6 tahun.

"Hubungi aku jika kamu sudah sampai di kantor, sayang. Kesha, jangan lupa memakan bekalnya saat jam istirahat. Aku menyayangi kalian." kecup mama seraya melambaikan tangan saat aku dan papa masuk ke mobil.

***

Aku menapakkan sepasang kaki ku menyusuri koridor sekolah, melewati beberapa anak-anak yang tengah sibuk membaca pengumuman di mading.
Ada berita apa hari ini?
Coba lihat itu! Namaku masuk dalam drama musikal sekolah!

Sungguh, aku tidak memperdulikan itu. Aku ingat dua hari lalu, Mr. Paul menyuruh Andre, teman sekelas ku yang masuk tim mading untuk memasang informasi bahwa drama musikal sekolahku yang akan dilaksanakan dua minggu lagi kekurangan beberapa pemain, tentunya sebagai figuran.

"Coba kita ulang sekali lagi, dari bagian Pangeran mengajak Cinderella berdansa.." celetuk Mr. Paul dari kursi penonton.

Aku dan Millen kembali mengulang gerakan yang diminta guru separuh baya itu.

Bibir lembutnya mendarat di tanganku, matanya begitu mendalami seorang Pangeran yang jatuh cinta.

Pada Cinderella, bukan padaku.

Betapa beruntungnya aku, Mr. Paul yang benar-benar diberkati memasangkan aku dengan Millen sebagai pemeran utama dalam drama musikal sekolah yang rutin digelar setiap satu tahun sekali, lelaki dengan postur badan ideal berkumis tipis yang menambah kesan maskulin dengan rambut yang selalu tertata rapi membuat aku hampir 'dimusuhi' kaum pecinta Millendra di sekolahku saat ini.

"Kita break sejenak, 45 menit untuk makan siang dan kembali keruangan ini." seru Mr. Paul

Aku mengambil makan siangku dari dalam tas dan seseorang menepuk bahuku dari belakang.

"Vie.."

Belum tuntas aku menyebut namanya, Vienna menjatuhkan tempat makanku, mendorongku hingga jatuh ke lantai.

Dan kulihat pandanganku menghitam..

Peluk Aku Hingga FajarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang