Pov Author
Lafi terus menatap hujan dari balik kaca sebuah Cafe menerawang ke awang-awang melamunkan hujan yang begitu sendu. Hujan yang tak berhenti henti mengingatkanya pada kejadian malam itu saat pintu bilik jodoh dibuka lebar lebar dihadapannya. Lafi masih terus menatap butir air hujan yang turun saat handphonenya bergetar. Dia menatap malas Layar handphonenya mencari tahu siapa yang menelponya.
"Assalamualaikum... mas dmana?"
Ucapnya sambil mengelus dada karena dia sudah menunggu suaminya yang niatnya mau menjemput sejak 2 jam yang lalu. Astagfirullah...
"Hehe... maaf ya Laf yang cantik... ini mas dijalam kok. Laf, dmana?"
Dalam hati Lafi terus mengerutu. Kenapa gak dari tadi telepon. Kalo gak bisa kan bilang aja. Hish...
"Di Cafe coklat. Mas dari mana sih? Lafi kan nunggu dari tadi?"
Wajah Lafi ditekuk kesal setegah mati. Padahal beberapa menit yang lalu dia masih enjoy saja menikmati rintik hujan. LABIL.
"Sudah jangan cemberut."Tut...tut..tut...
"Loh kok dimatiin gitu aja sih. Mas apaan sih. Ga tau deh lagi kesel."
"Kesel kenapa? Sini peluk?"
Lafi terlihat binggung mencari dimana sumber suara berasal. Lafi tak menemukan apapun kecuali seorang laki-laki yang sedang sedang berdiri dibelakang istrinya (mungkin?) dan merengkuh pundak istrinya lalu mencium pipinya pipi kananya.
Romantisnya mereka. Coba aja mas Ishaq begitu pasti aku gak jadi marah. Halah dimana dia aja aku gak tau? Ngarep banget. Lafi masih asik dengan kata hatinya ketika ada seorang laki-laki merengkuh pundalnya dari belakang lalu mencium pipi kanannya.
Merasa kaget Lafi langsung menoleh dan setika menemukan sepasang bola mata yang tak asing dan amat dia sukai yang tepat berada di depanya dan sangat amat dekat.
"Gak jadi marah kan?"
Ucap sebuah bibir dihadapan Lafi yang dia sangat ingin menciumnya tapi tidak mungkin saat ini.
"Apaan sih mas?"
Lucunya saat itu Lafi buru buru melepas tangan suaminya dipundaknya. Sambil menutup kedua mukanya yang semakin lama semakin merah.
"Sudah duduk sini di depanku saja."
"Jadi sudah tidak marah dong? Yes?!"
Melihat tingkah lucu suaminya Lafi tak kuasa mencubit lengan suaminya tersebut. Sambil kembali memanyunkan bibirnya.
"Laf... jangan manyun pliss.. mas sedih kalo Lafi manyun disini..soalnya.."
Suaminya itu terus saja mengoda Lafi. Ganti dia menutupi bibir manyunya dengan kedua tanganya tanpa mengeluarkan satu katapun. Beberapa detik kemudian masih dengan mulut yang terbungkam.dengan tanganya sendiri Lafi merajuk minta pulang.
"Ayo pulang aja lah mas.."
"Loh kenapa? Mas baru sampai pengen coklat kok diajak pulang. Hayo Lafi.. baru mas godain berapa kata aja udah merah gitu pipinya"Lafi buru buru menarik tangan suaminya keluar Cafe. Menuju mobil mereka. Lalu masuk begitu saja. Beberapa menit kemudian sudah terdengan deru mobil mereka.
"Laf, sudah dong marahnya?"
Suaminya itu binggung dibuatnya. Bukankah wanita suka ya di perlakukan begitu dia terus membatin dalam hati.
"Maafin mas ishaq."
Mulut Lafi terus saja dibungkam. Entah kenapa wajah Lafi memancarkan rasa malu sekaligus bahagia. Tapi mulutnya bungkam seperti orang yang sedang ngambek.
Lafi melirik wajah suaminya yang benar benar frustasi mungkin karena Lafi yang tidak mau berbicara sepatah katapun. Dia terlihat mengaruk-garuk kepalanya yang bisa dipastikan itu tidak gatal. Lafi merasa tidak tega melihat itu. Dan akhirnya.."Mas, makasih ya?"
Ishaq menatap sepersekian detik wajah Lafi dengan penuh tanda tanya. Kenapa sepersekian detik? Kan sudah halal? Soalnya Ishaq lagi nyetir. Ups..
"Loh, mas kira marah?"
Lafi hanya tertawa renyah sementara suaminya masih kebingungan. Lafi memang sengaja diam saja. Dia mau membalas rasa kesal pada suaminya itu karena terlambat menjemputnya 2 jam.
Satu sama. Hehehe... Batin Lafi dalam hati.
Selama perjalanan kepala Lafi terus bersandar dipundak suaminya. Menumpahlan rasa rindunya yang sedari tadi dia tahan.Bungaku yang indah yang aku rawat dengan penuh kasih sayang. Yang aku pupuk dengan harapan yang panjang pada setiap akhir sujudku. Dan yang aku petik dengan janji suci pernikahan. Bungaku yang indah dan akan terus menjadi indah. Meski jika kau akan layu dan gugur. Aku akan mengingatmu sebagai bungaku yang terindah...
desisnya sambil mencium puncak kepala istrinya yang sangat ia sayangi." Mas sayang kamu, Laf..."
...
KAMU SEDANG MEMBACA
TENTANG RASA DAN HUJAN
RomanceDulu rasa ini begitu membuncah meski hanya bisa melihatmu dari kejauhan namun kini hati ini meresah karena hanya dapat merindukanmu dari kejauhan. Seperti halnya kebencianku terhadap hujan yang berbuah kerinduan pada setiap tetes yang turun dari lan...