Aku hanya bisa melihat ibuk dan Kak Adi. Ndak tau harus jawab apa. Mereka semua meyakinkan aku.
"Lafi... nurut Kak Adi dan ibuk saja."
Dengan seribu harap Kak Adi bilang iya. Aduh kak Adi kan tau aku kagum banged sama mas Ishaq. Aku takut lah masak aku tiba tiba bilang iya. Aneh banget kan ya.
Dan seluruh pandangan teralih pada sosok kakak aku yang imut ini. Malah dia jadi gerogi haha.. sukur deh habis aku kan gak tau harus jawab gimana.
"Bismillah.. kalo saya lho te, om.. udah kenal Haqi dari SMP. Udah tau baik buruknya, semoga Haqi bisa jadi qawwam buat Lafi, bisa mensejahterakan hidup Lafi dan yang terpenting bisa jadi ayah yang baik buat anak anak kalian kelak."
Ibuk mengangguk setuju. Dalam dadaku bergemuruh bahagia sekali. Aku berucap beribu syukur dan entah mengapa bulir bulir kebahagiaan itu leleh.
"Lafi.. mau menerima kan dek?"
"... Bismillah... semoga jawaban ini bisa menenangkan semua kegelisahan hati masing-masing yang hadir disini termasuk Lafi. Bismillah.. Lafi menerima khitbah mas Ishaq."
Alhamdulillah...
Gemuruh rasa syukur dan kehangatan menjalar di ruangan ini. Perasaan hangat yang bahkan aku tidak pernah merasakan sepanjang musim hujan yang pernah aku temui. Malam ini, aku suka hujan. Allahuma sayiban nafi'an.
Pov Ishaq
Pagi ini aku berazzam untuk melamar seseorang yang memang aku sudah menyimpan rapat-rapat perasan ini semenjak aku lulus Madrasah Tsanawiyah. Waktu itu aku melihat gadis kecil yang penuh pancaran kebahagiaan dibawah guyuran air terjun. Saat kami ada liburan bersama dari tempat Umiku mengajar. Wajahnya begitu membahagiakan setiap orang yang menatapnya dan satu lagi dia bagai burung yang terbang diangkasa. Bebas lepas tanpa gurat masalah diwajahnya."Dek Khabi.. dia adiknya mas Adi kah?"sambil menunjuk kearah Lafi dan kakaknya yang sedang foto-foto dibawah air terjun.
"Oh.. itu iya mas.. kenapa cantik?"
Sambil terkekeh menyengol tangan kakaknya. Kami memang sangat dekat karena jarak kami hanya 1 tahun.
Setelahnya aku tak pernah melihatnya lagi. Sampai pada waktu itu. Mas Adi datang kerumahku bilang mau meminjamkam buku-buku agama islam miliku karena adiknya satu SMA dengan aku. Waktu itu aku benar-benar tidak ingat kalau dia itu adiknya mas Adi yang dulu itu. Dia sekarang sedang duduk di ruang tamu dengan Umi dan berbincang-bincang. Wajahnya jauh lebih imut dari saat pertama aku ketemu. Dan setelah hari itu. Aku tahu kami saling memperhatikan dari kejauhan.
Aku membiarkan rasa itu ada tanpa harus menodainya dengan kata 'pacaran'.Dan terakhir aku melihatnya adalah saat siang hari yang begitu terik dan aku menabrak seseorang yang selama ini aku cari keberadaanya. Ya meski aku nyari tanpa nanya. Kalo jodoh pasti ketemu kan?
Segera kulajukan motorku menuju rumah mas Adi. Siang itu hanya ada Tante Dwi dan mas Adi. aku menjelaskan maksud dan tujuanku datang untuk mengkhitbah Lafi. Kata Tante nanti bakda isya meminta kehadiran orang tuaku. Aku jujur sangat kaget. Secepat inikah? Apa tidak menunggu Lafi jawab dulu?
"Haq.. Lafi adalah orang yang pengertian. Dia pasti tau kalau pilihan orang tua ndak akan salah toh."
Kata mas Adi sambil menepuk pundakku. Menenangkan bahwa semuanya akan berjalan lancar. Semoga.
Malam ini hujan benar-benar tak berhenti. Aku sudah duduk diruang tamu tergugu kaku nervous setengah mati. Ya Allah.. gimana nanti aku pasrahkan padamu.
Kulihat wajahnya yang tertunduk sambil membawa nampan minum. Wajah yang masih sama seperti saat aku pertama kali melihat, aku bisa sedekat ini adalah keajiban yang terindah. Apapun keputusanmu Laf.. aku terima.. begini pun aku sudah bahagia.
"Eh ini Lafi ya. Sekarang cantik sekali. Pantas saja ada yang ngotot minta diajak kesini"
Abiku ini kalau bicara gak pakai filter deh. Aku ini anaknya malah dibikin malu begini. Aduh.
"Abi.. apaan sih."
Semua orang menatapku disambut tawa renyah dari bibir mereka. Perlahan tapi pasti kuliahat dia menoleh padaku. Rasanya sangat sesak dadak ini bergemuruh. Keringat dingin mulai keluar. Ya Allah aku harus bagaimana ini? Wajahnya, binar binar kebahagiaanya, dia mengigit bibir bawahnya menandakan dia sedang nervous berat. Aku hanya tersenyum saat dia menatapku. Namun aku menemukn gurat tanya di keningnya. Apa dia tidak mengenaliku? Mata kita saling bertatap sepersekian detik. Deg.. Astagfirullah... Kami segera memalingkan pandangan masing-masing yang malah makin membuat seluruh orang dalam ruangan ini tertawa.
"Lho nak Lafi belum baca proposalnya mas Haqi?"
"Belum tante.."
Sudah kuduga. Pasti dia belum baca. Jika dia sudah baca pasti bukan gurat kebinggungan di atas keningnya. Melainkan gurat kebahagiaan. Karena aku tahu pasti dia juga ada rasa yabg sama seperti yang kurasa.
"Kayaknya gak perlu baca proposal dia juga udah kenal sama dek Haqi deh te."
Tu kan ketahuan kalau dia selama ini dia memperhatikan aku dari kejauhan.
"Gimana nak Lafi mau menerima khitbah mas haqi tidak?"
Bagian ini hingga akhir yang membuatku jantungku sangat berdegup kencang. Semoga saja dia menerima. Semoga saja dia mencintaiku juga.
"... Bismillah... semoga jawaban ini bisa menenangkan semua kegelisahan hati masing-masing yang hadir disini termasuk Lafi. Bismillah.. Lafi menerima khitbah mas Ishaq."
Alhamdulillah...
Bibir ini kaku sekali untuk sekedar mengulas senyum.
Ya Allah... terimakasih atas kebahagian ini.. rasa yang kujaga sejak lama benar-benar terjaga dan masih suci. Semoga kami bisa segera menghalalkanya. Agar terdapat pahala dari setiap detik aku memandang wajahnya yang begitu membuat dada ini membuncah.
...
KAMU SEDANG MEMBACA
TENTANG RASA DAN HUJAN
عاطفيةDulu rasa ini begitu membuncah meski hanya bisa melihatmu dari kejauhan namun kini hati ini meresah karena hanya dapat merindukanmu dari kejauhan. Seperti halnya kebencianku terhadap hujan yang berbuah kerinduan pada setiap tetes yang turun dari lan...