Jendela kamarku tepat berhadapan dengan pintu masuk seadanya tanpa gerbang. Jadi setiap ada orang datang aku bisa melihatnya.
Bersebelahan dengan ruang tamu dengan furniture usang yang tidak serasi. Ada sofa dan kursi rotan. Tetapi yang menyebalkan adalah meja kayu itu dipenuhi dengan kotoran cicak dan kaca jendela nakonya penuh dengan debu dan karat. Betul-betul aku tak bisa membayangkan bahwa yang tinggal disitu adalah seorang perempuan.
Aku membuka barang belanjaanku. Hampir satu juta aku habiskan untuk membeli semua tetek bengek rumah tangga mengingat aku enggan menghabiskan waktuku untuk pergi keluar rumah jika tidak perlu sekali.
Aku tak ingin meninggalkan Embah seorang diri di rumah. Tetapi selain daripada itu juga semua barang yang dijual di daerah Samboja lebih mahal dibandingkan di Samarinda atau Balikpapan.Aku mendapat beasiswa tahunan untuk mahasiswa berprestasi dari sebuah lembaga pendidikan yang dananya mendapat bantuan dari luar negeri. Jumlahnya cukup lumayan. Selama ini aku lebih senang menyimpannya di bank saja.
Ibuku telah menanggung uang bulanan kuliahku termasuk SPP. Jadi kini aku berpikir tak ada salahnya untuk menyenangkan hatiku, aku belanja semuanya. Toh itu semua adalah barang-barang kebutuhan rumah tangga yang memang akan sangat diperlukan selama dua bulan kedepan.
Diantaranya aku membeli lap, pembersih kaca, sapu, alat pel plus kainnya dan tentu saja pembersih lantainya juga. Sebagai langkah awal semua peralatan itu berguna sekali untuk membersihkan kamarku.
Selesai makan cepat dan sholat Dzuhur, aku segera mengerjakan tugasku. Aku hanya punya waktu satu jam sebelum Ashar tiba yang berarti Embahku juga akan bangun dari tidur siangnya.
Kamarku empat kali empat meter, termasuk besar dibandingkan semua kamar yang ada di rumah ini. Kata Bude Ara, seharusnya itu menjadi kamar baginya tetapi dia merasa takut dengan kamar yang langsung menghadap jalan. Sehingga memutuskan untuk tidur bersebelahan dengan kamar Embah.
Aku betul-betul dituntut kerja keras dan cepat untuk membersihkan kamarku. Kukeluarkan semua barang yang ada didalamnya. Aku sudah punya rencana dalam benakku.
Syukurlah, meski harus lebih sepuluh menit dari waktu perkiraanku. Toh pekerjaanku membuahkan hasil.
"Tar... Tari!" seru Embah memanggilku dari balik kamarnya.
"Ya Mbah, sebentar," jawabku sembari bergegas aku menuju dapur, mencuci tanganku dan masuk kedalam kamar Embah.
"Pipis," ujarnya dengan wajah bersalah.
Ya Tuhan, dari tadi pagi dia menahan buang air kecil dan aku juga lupa mengingatkannya sebelum tidur siang hingga Embah pipis di tempat tidur. Tempat tidur dan pakaiannya basah semua.
"Maaf, Tari!" kata Embah saat aku melepas semua pakaiannya dan memindahkannya ke atas kursi roda jelek yang khusus digunakan untuk mandi.
"Tidak apa, Mbah," jawabku maklum.