Chapter 3

134 18 3
                                    

"Hati-hati di jalan, Haru, Hana."

"Aku pergi, ibu." Ucapku pada ibu yang mengantar aku dan hana sampai depan pintu.

Aku melirik hana, gadis itu hanya membungkuk sedikit lalu ia pergi.

Aku menoleh kearah ibu, beliau tersenyum dan mengangguk kecil. Setelah itu aku pergi menyusul hana yang berjalan duluan. Aku berjalan di sampingnya.

"Hana, hari ini kau ada pelajaran olahraga kan? Apa baju olahragamu sudah ada? Kalau belum, kau bisa pakai punyaku." Ujarku, hana melirikku.

"Baju olahragaku sudah ada. Walaupun bajuku belum ada, aku tidak mau memakai punyamu." Tolaknya.

Aku mendesah kecil. Sikap gadis ini dingin sekali padaku.

Aku dan hana berjalan bersama menuju sekolah dengan hening. Hana selalu diam, dia tidak akan bicara kecuali aku yang memulai pembicaraan.

Aku jadi penasaran, apa hana dari dulu memang pendiam? Atau... semenjak Hirako-san meninggal.

Aku berjalan di koridor bersama hana, tiba-tiba gadis itu berhenti. Aku juga ikut berhenti.

"Kelasmu ada di lantai tiga." Ujar hana mengingatkanku.

"Aku tau." Jawabku.

"Lalu kenapa kau mengikutiku?" tanyanya dengan kening berkerut samar.

"Aku ingin mengantarmu sampai kelas." Ujarku dengan senyum cerah.

Alis hana berkedut, gadis itu mendekatiku lalu menendang kakiku.

"Aaww!!" erangku, murid-murid yang berlalu lalang di koridor lantai dua menaruh perhatian pada kami. Hana menatapku dengan tajam.

"Jangan ikuti aku." Ucapnya, lalu ia meninggalkanku yang masih kesakitan. Aku menatapnya dengan kesal. Anak itu!

Aku mengambil napas dan menghembuskannya perlahan. Aku harus bersabar. Menghadapi hana harus butuh kesabaran.

"Aduh," sial, tulang keringku sakit.

"Ahahaha! Pagi-pagi sudah di tolak perempuan. Kasian sekali kau, haru." Ujar seseorang yang tiba-tiba berdiri di sampingku. Aku menoleh ke samping.

Seorang lelaki yang tinggi sama denganku, lelaki itu bersurai cokelat madu, ada dua buah tindik di telinga kiri lelaki itu.

"Itu tidak lucu, Takao." Sahutku datar.

Kurosaki Takao, teman sekelasku. Tiga tahun kami sekelas, lelaki itu kelihatannya seperti yankee (preman) tapi sebenarnya dia tidak seperti itu.

Takao semakin tertawa, sebelah tangannya di taruh di pundakku.

"Lagipula, siapa gadis cantik tadi? Bisa-bisanya dia menolak Haru yang super tampan ini." Ujar takao sambil menatap kearah hana yang berjalan menjauh.

"Hentikan itu. Aku tidak mau di bilang tampan oleh sesama jenis. Nanti ada yang salah paham."

Aku menyingkirkan tangannya yang bertumpu di pundakku. Dia berat.

"Jadi, siapa gadis tadi, haru?" Tanya takao. Dia sangat penasaran.

"Imotou (Adikku)." jawabku.

Takao terbelalak.

"Uso! (Bohong!)" delik takao. Aku menatapnya dengan wajah meyakinkan. Takao masih terbelalak.

"Oy, haru. Sudah tiga tahun kita berteman, aku tahu jelas bahwa kau itu anak tunggal dari keluarga Aizawa. Jangan bercanda!" Ujar takao tidak percaya.

Aku menatapnya datar, lalu aku pergi meninggalkannya.

"Haru!!" dapat ku rasakan takao mengejarku, dan dia berhasil. Takao menuntut penjelasan.

"Kimi no Kokoro"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang