"Terima kasih, pak. Permisi."
Aku keluar dari Ruang Guru meninggalkan tiga orang murid laki-laki yang aku hajar. Aku menutup pintu Ruang Guru, lalu mendesah lega.
Aku selamat.
Dua orang kawan Hana membantuku. Mereka menjelaskan pada Guru Olahraga bahwa yang salah adalah tiga orang murid laki-laki itu.
Aku segera berlari menuju Ruang Kesehatan, kedua kawan Hana berkata bahwa Hana pergi ke Ruang Kesehatan.
Sampai di Ruang Kesehatan, aku melihat seorang gadis bersurai hitam panjang duduk di kursi yang tersedia di Ruangan ini. Gadis itu menoleh kearahku yang berdiri di depan pintu.
"Hana," ucapku.
Hana sudah mengganti pakaiannya dengan seragam sekolah. Namun wajahnya masih agak pucat, rambutnya juga masih agak basah.
Aku melangkah masuk dan mendekatinya. Ku lihat di pangkuan Hana ada sebuah blazer berwarna hitam. Itu blazerku.
Hana berdiri ketika aku berada di dekatnya, gadis itu menyerahkan blazer hitam yang ada di tangannya padaku.
"Ini," aku menyambutnya. "Maaf, blazermu jadi aga basah. Nanti aku akan mencucinya." Kata Hana.
"Tidak perlu." Sahutku, lalu aku memakai blazerku, setelah itu aku menatap gadis yang berdiri di depanku.
Hana terlihat sedikit gelisah, gadis itu tidak menatapku.
"Hana, kau tidak apa?" tanyaku lembut. Hana terkesiap pelan, gadis itu melirikku sebentar.
"Aku tidak apa." Jawabnya pelan.
Hana mengambil napas lalu menghembuskannya, gadis itu mengadahkan kepalanya untuk menatapku.
Aku lebih tinggi 10 cm dari Hana, jadi untuk menatapku dia harus mengadah.
"Kau tadi berlebihan. Harusnya kau tidak perlu memukul mereka." Kata Hana. Aku menyerngit.
"Apa maksudmu? Jadi kau ingin aku membiarkan mereka melihat dalamanmu?" tanyaku heran.
Seketika wajahnya memerah, gadis itu mendengus kesal.
"Kau juga melihatkan!?"
"Kalau aku tidak apa. Kalau mereka tidak boleh." Sahutku skeptis.
Wajahnya semakin memerah, gadis itu menatapku dengan kesal. Kedua tangannya terkepal.
"Dasar Hentai!!"
"Pokoknya, aku tidak butuh bantuanmu! Aku bisa membereskan masalahku sendiri!" tambahnya.
Aku menyerngit dan menatapnya heran.
"Mana mungkin aku hanya diam dan membiarkanmu diperlakukan seperti tadi! Kau itu adikku, Hana!" ujarku dengan suara keras.
Hana menggigit bibirnya dengan keras, kedua tangan gadis itu terkepal dengan kuat, kedua matanya berkaca-kaca.
Gadis itu menundukkan kepalanya, tanpa berkata apa-apa, ia melangkah ke sampingku dan pergi meninggalkanku.
Aku terkejut, jantungku berdegup dengan kencang. Hana tidak membalas perkataanku, gadis itu hanya diam dan pergi.
Dadaku memanas, entah mengapa aku menjadi sangat gemas dengan Hana.
Aku berbalik dan mencengkram pergelangan tangan Hana. Hana terkejut dan langsung menatapku.
"Lepaskan aku!" ucapnya sambil menarik tangannya, tapi sayangnya tidak berhasil. Cengkramanku lebih kuat.