"Baiklah baiklah. Tapi kenapa?"
"Hmm, karena aku... ingin bersamamu. Seterusnya."Chapter 5
.
.
."Kenapa kau buru-buru sekali, Nagisa?"
Nagisa melepas sepatunya. Lalu meletakkan tasnya di atas sofa rumah Karma. Kemudian mendudukkan dirinya dan menghela napasnya cukup panjang.
"Kupikir ini aneh, Karma. Memang benar aku menghormati Kayano-san, tapi bukan berarti aku menerimanya. Aku— sama sekali tidak mencintainya."
Karma sedikit terkejut mendengar pernyataan Nagisa. Kemudian ia yang masih berdiri di ambang pintu, segera meletakkan dirinya di sofa, samping Nagisa duduk.
"Hei, kau bercanda kan? Mana mungkin Nagisa yang dikenal baik ini telah membohongi perasaannya? Dan kau tidak mungkin mengatakan itu di depan Kayano kan?"
Nagisa hanya bisa menunduk dan menggelengkan kepalanya. Dalam hati, ia memang merasa bersalah. Ia telah membohongi Kayano selama ia masih SMP. Sampai sekarang. Namun, di saat ia ingin menerangkan perasaan sesungguhnya, ia terlalu takut untuk melihat Kayano tersakiti.
"Nagisa, lihat aku."
Karma menggenggam bahu kecil itu. Netra bulat keemasan itu kian menatap tajam mata birunya. Sedangkan Nagisa, ia ingin menatap mata itu. Tapi terlalu takut untuk melakukannya.
"Nagisa, selama ini kau telah menyakitinya. Kau tahu."
"Aku tahu itu."
"Sampai kapan? Kayano itu perempuan!"
"Aku sangat tahu itu, Karma. Namun, aku tak tahu kapan aku harus berkata sesungguhnya. Aku terlalu takut untuk menolaknya, terlalu takut untuk melihatnya bersedih."
"Bahkan kau selama ini telah membuatnya bersedih."
"Aku tahu itu! Hiks, sangat tahu! Tapi aku tak berani!"Air mata Nagisa tak mampu tertahan. Kristal bening menganak sungai di pipi halusnya. Karma menatapnya sendu.
"Maaf, Nagisa."
Ibu jari itu kian menghapus anak sungai yang mengalir. Nagisa hanya bisa menggeleng.
"Hmm, sudahlah jangan menangis. Maaf aku tak bermaksud menyalahkanmu."
"Emmm. Tidak, ini memang salahku."Karma melengkungkan senyum tulusnya. Ibu jarinya masih menghilangkan air asin itu.
"Kalau kau merasa seperti itu, ungkapkanlah yang sesungguhnya. Jangan memberinya harapan terlalu lama lagi. Aku tak ingin melihat perempuan yang sedih, hanya karena laki-laki yang tega membohonginya. Apalagi Nagisa yang melakukannya. Aku tak ingin."
"Karma..."Senyuman itu masih merekah. Kemudian ia ikut tersenyum dan memeluk tubuh itu.
"Terima kasih, Karma."
"Mmm-mm. Kau harus menjadi Nagisa yang baik."Nagisa mengangguk dalam dekapan itu.
"Aku hanya masih mencintai laki-laki itu."
"Dia adalah teman kecilku. Sewaktu umurku 6 tahun. Di saat itu, aku hanyalah orang yang suka menyendiri. Namun, suatu saat ada laki-laki yang seumuran denganku yang memberiku tempat makan. Disitu ia menamainya Shiota Nagisa. Lalu, ia juga berjanji akan menemuiku suatu saat nanti. Tapi... sampai sekarang aku belum menemukannya. Karena aku juga tak ingat siapa namanya. Bagaimana perawakannya. Bagaimana wajahnya saat ia mengatakan semua janji-janjinya."Nagisa melanjutkan kalimat panjangnya. Yang sama sekali membuat mata Karma melebar setelah pelukan itu terlepas.
"Tempat makan?! Apa itu... bentuknya adalah setengah hati?!"
Nagisa mengangguk. Membuat detaknya jatuh berdegup kencang.
"Kenapa kau tahu?"
"Nagisa.... sungguh kau masih memilikinya?!"
"Mmm. Aku masih menyimpannya. Ada nama Shiota Nagisa. Tapi, yang ku tahu, Gakushuu juga memilikinya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Whose The Love Is?
FanfictionAkabane Karma telah mengingat kembali masa lalunya ketika ia masih bersama Ibunya di Tokyo. Namun, masih ada sesuatu yang ganjal di balik masa lalunya. Mampukah ia menemukan sesuatu di balik masa lalunya itu? This is Akabane Karma fanfiction Many pa...