True

2.4K 253 34
                                    

Karma hanya bisa terdiam dan bisa menebak siapa jawabannya.

Chapter 9
.
.
.
.

"Sebenarnya, aku penasaran siapa bocah laki-laki yang selalu bersamaku dulu."

Gakushuu menyeruput cokelatnya dan memungut tempat makan milik Karma.

"Kau tahu? Laki-laki yang kau cari itu Nagisa, Karma."
"Hah?"

Gakushuu tersenyum dan sedikit tertawa dengan suara baritonenya.

"Aku pernah melihat tempat makan berbentuk setengah hati itu milik Nagisa. Di dasarnya terdapat tulisan Shiota Nagisa dan separuh bentuknya adalah kebalikan dari bentuk tempat makanmu ini."

Karma sedikit membuka mulutnya dan melebarkan matanya. Berkedip lumayan cepat.

"Kau yakin, Gakushuu?"

Gakushuu mengangguk. Namun di dalam hatinya ia sedikit kecewa.

"Jika memang iya, laki-laki itu adalah Nagisa, apa yang akan kau lakukan? Kau akan mencintainya? Kau akan melakukan semua kenanganmu bersamanya?"
"T-tidak, Gakushuu. Bukan begitu. Hanya saja-"

Gakushuu menggenggam tangan Karma.

"Kau harus menemuinya. Lagipula, Nagisa sudah putus dengan Kayano. Dan aku pikir, Nagisa mencintaimu. Dia selalu ada untukmu kan?"

"Apa? Apa yang kau katakan? Nagisa putus dengan Kayano?"

Gakushuu mengangguk. Sementara itu, Karma hanya bisa terdiam dan merasakan genggaman hangat Gakushuu.

"Hahaha, apa sekarang kau bimbang ha?"

Gakushuu melepas genggaman itu dengan cepat. Ia memasukkan tempat makannya ke dalam tasnya dan tersenyum menatap Karma.

"Tempat makanku tidak ada hubungannya denganmu. Itu sampah. Lagipula aku tidak suka yang berbentuk hati."
"Gakushuu..."

Kedua netra itu kini bertatapan. Namun ada secercah perasaan kecewa di balik sorot pandangan Gakushuu. Benar, Karma mampu merasakan itu.

"Nagisa sudah putus dengan Kayano. Separuh tempat makanmu ada di tempat Nagisa. Laki-laki yang dulu selalu bermain denganmu adalah Nagisa. Dan Nagisalah yang selalu mendapat wasiat dari Ibumu sebelum meninggal. Sudah sangat jelas bukan, jika dia yang kau cari, Karma?"

"T-tapi bukan berarti aku mencintai Nagisa, Gakushuu. Aku hanya merasa bahwa dia adalah sahabat dekatku. Sudah kuanggap seperti keluargaku. Aku akui dia manis dan sangat baik. Dan akan sangat kuhargai jika kenyataan bahwa dia mencintaiku. Tapi... tapi bukan berarti aku menyukainya. Aku hanya ingin membalas terimakasihku padanya karena telah menemaniku saat aku kecil dulu."

Gakushuu mencelos. Perasaannya sedikit tidak enak.

"Kau tidak mencintai Nagisa?"
"Tidak, Gakushuu."
"Hah?"
"Aku ingat janjiku pada laki-laki itu. Bahwa jika suatu saat nanti kita bertemu, kita akan memasangkan kembali tempat makan itu dan hidup bahagia selamanya. Tetapi bukan berarti aku harus mencintainya sebagai seorang pasanganku, kan?"
"Tapi Nagisa mencintaimu! Sudah sangat jelas sekali bahwa dia mencintaimu. Apa kau tidak sadar?"

Karma menundukkan kepalanya.

"Sempat ku berpikir untuk bersamanya. Tapi aku urungkan niat itu, aku sadar bahwa aku tidak mencintainya. Dia sudah kuanggap sebagai saudaraku. Sebagai keluargaku, Gakushuu."

Gakushuu menggenggam lagi tangan Karma.

"Oke. Aku paham."
"Aku sangat merasa bersalah padanya. Bisakah kau menemaniku untuk menemui Nagisa malam ini?"
"Karma, sebaiknya kau belajar membalas perasaannya."
"Bukankah cinta tidak bisa dipaksakan?"

Gakushuu menghembuskan napasnya kasar. Mengeratkan genggamannya.

"Hahhh, aku ingin jujur padamu."

Karma menegakkan kepalanya.

"Aku sangat sangat sangat mencintaimu, Karma."

Whose The Love Is?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang