Hi! Bye! - Harapan

1.2K 96 13
                                    

Harapan

***

"Ini nih.. nomer nya! namanya Rista!" Adit menyodorkan ponselnya ke arah Osyen.

Tangan kanan Osyen mengambil ponsel Adit cepat, sedangkan tangan yang lain merogoh kantung saku seragamnya cepat, hendak mengambil ponsel.

"Cantik kok Syen," ujar Adit cengegesan.

Osyen tidak menanggapi candaan Adit, ia hanya fokus dengan nomer yang sedang ia catat dalam ponselnya.

"Dapet darimana lo?" tanya Osyen, sembari mengangsurkan kembali ponsel Adit ke pemiliknya yang asli.

"Nggak perlu tau, koneksi gue banyak," Adit mengedipkan salah satu matanya genit.

"Uh.. sosweet!" Osyen ikut mengedipkan mata genit ke arah Adit.

"Anjir!" Jo mengeplak kepala Osyen keras, didetik berikutnya suara tawa menggema di meja kantin mereka bertiga.

"Itu bukannya Atha ya?" tanya Adit setelah tawa nya hilang, sembari menunjuk gadis yang tengah berjalan melewati kantin.

Mendengar nama Atha, Osyen langsung menolehkan wajahnya cepat ke arah telunjuk Adit mengarah.

Dilihat nya disana, Atha berjalan cepat dengan muka yang ditekuk, tetapi tidak mengurangi pesona Atha bagi Osyen.

Mengeluarkan seringainya, Osyen bangkit dari duduknya, meninggalkan kedua temannya yang masih terbengong di kantin, melangkah kan kakinya cepat, mengikuti Atha dari belakang.

Gadis itu mengepalkan kedua tangannya, sembari kakinya melangkah cepat, sesekali Osyen melihat Atha berhenti sebentar kemudian menghentakkan kakinya lalu melanjutkan langkah kakinya kembali.

Osyen tertawa, gemas dengan tingkah Atha. Jika sudah bersama Atha, semua hal yang sederhana terasa lebih berwarna. Osyen jadi sering tertawa karena nya.

Sesungguhnya dalam hatinya, Osyen tidak mengharapkan lebih, sebab dia merasa sudah cukup memiliki Atha lebih dari pada apapun. Tanpa bertemu Atha pun dia bisa bertahan. Sebab dalam hatinya sudah terpatri sepotong senyuman Atha.

***

'Srek!'

Satu buah penghapus mendarat di meja Atha, Atha yang meliriknya hanya bisa menggigit bibir, menahan senyum. Ia rindu sekali dengan pemuda yang berada disamping nya saat ini.

Tangannya mengambil cepat benda itu, membuat pemuda disampingnya memekik girang. Membuat Atha tidak bisa menahan senyumnya lebih lama lagi.

"Istri?"

Suara itu membuat Atha panik, ia tak mau pemuda disamping nya melihat ia tersenyum seperti orang gila. Lagian, Atha juga bingung dengan dirinya sendiri, mengapa ia bisa menjadi seperti ini. Ia merasa bukan Atha yang pendiam seperti dulu, ia merasa menjadi Atha yang baru, dan sepertinya Atha sangat suka dengan euforia yang dirasakan Atha saat ini.

"Istri?" suara itu muncul kembali, membuat Atha cepat-cepat menolehkan wajahnya.

"Besok ada acara nggak?" Osyen mengeluarkan senyum manis nya.

"Kenapa?" Atha memilih sibuk dengan bukunya, tidak menolehkan wajahnya lagi ke arah Osyen. Ia berusaha menutupi rasa gugupnya.

'Apa Osyen mau ngajak gue kencan?!'

Atha berteriak kegirangan di dalam hatinya. Ia menggigit bibirnya sekuat tenaga untuk menahan pekikkan girangnya. Padahal, Osyen belum berkata apa-apa.

"Enggak, itu Gigis dibelakang bilang kamu disuruh nemenin dia ke mall, besok."

Atha merasa jantungnya luruh ke bawah, sedang diinjak-injak oleh harimau sumatra.

***

Tak terasa sudah satu jam lebih Atha menggarap PR matematika. Trigonometri! Sin, cos, tan.. Dia benar-benar tidak suka matematika. Kalau mau jadi seniman, memangnya trigonometri masih berguna ya? Atau kalau mau jadi duta besar, bisa ya sinus, cosinus, dan tangen itu dipakai untuk memecahkan masalah kewarganegaraan atau hubungan antarnegara?

Pikiran Atha mengingat tentang kejadian memalukannya tadi siang. Bagaimana mungkin ia berharap Osyen mengajaknya kencan? Atha mungkin sudah abnormal membayangkan dirinya sendiri jika suatu saat ia berkencan dengan Osyen.

'Gue nggak suka Osyen!'

'Gue nggak suka Osyen!'

Atha menggeleng mantap, sembari pikirannya menghafalkan mantra itu.

Tangan Atha mengambil cepat ponsel yang berada disamping bukunya.

Ponsel yang tadi siang masih berada ditangan Mark, sudah berpindah tangan ke tangan pemiliknya yang asli, Atha. Ya, sepulang sekolah Mark memberikan ponselnya kembali dengan satu syarat;

"Besok, lo harus bawa kunci motor gue ya!"

Langsung saja Atha menganggukkan kepalanya.

Mengotak-atiknya sebentar, lalu menaruh nya kembali ditempat semula. Pikirannya berusaha fokus untuk mengerjakan PR matematikanya yang masih kurang 3 soal.

Mengambil pulpen, ia dengan cepat menulis berbagai rumus di buku tugasnya.

1 menit..
2 menit..
3 me-

Cukup! Atha tak kuat, tangan Atha gatal untuk mengecek notification ponselnya. Ponselnya tidak bergetar sama sekali, tidak seperti biasanya.

Mengambil nya cepat, ia berniat untuk mengirim 'orang itu' pesan.

Syen?

Kata itu langsung ia hapus segera, ia menggigit bibir bingung. Ia tidak punya nyali, untuk mengirim Osyen pesan, biasanya Osyenlah yang mengirimnya terlebih dahulu.

'Dia udah bosen sms gue?'

Atha mengacak rambutnya frustasi, ia menyesal tidak pernah membalas satu pesan pun dari Osyen, mungkin Osyen sudah merasa bosan dengannya. Kini, Atha hanya bisa gigit jari menunggu Osyen memberinya pesan.

Satu ide pun muncul dari pikirannya, membuat Atha tersenyum geli, geli dengan idenya sendiri. Jari-jarinya dengan cepat mengetik diatas keypad.

Ayah, Atha nungguin sms dari orang itu.

Terdengar konyol, tapi biasanya setelah ia mengirim pesan kepada Ayahnya, 'orang itu' langsung mengirimnya pesan didetik berikutnya.

'Drrt Drrt Drrt'

Nungguin sms dari aku, sayang?

Harapan Atha mekar dengan sempurna.

***

Bersambung~

-yuhutralala

Hi! Bye!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang