Started

28 3 0
                                    

Shalin menatap Rendi, kini pria itu resmi menjadi suaminya. Ciuman dikening sudah beberapa kali ia dapatkan dari suaminya itu.

"Yaampun kak! Nanti aja kali pas dirumah," kata Rania yang kini memergoki Rendi mencium kening Shalin.

Rendi terkekeh, Shalin malah bersemu malu.

"Kak Shalin.. Maaf ya, aku sempat gak suka sama kakak. Selamat ya atas pernikahan kalian, aku doain semoga kalian bahagia selalu. Jangan lupa, aku pengen cepet ketemu keponakan aku!" Rania tersenyum dan terakhir dia menggoda Rendi dengan kedipan matanya.

"Makasih ya, maaf juga buat kamu salah paham soal Mas Reksa." kata Shalin, ia mengangkat wajahnya seraya tersenyum pada Rania.

"Mulai sekarang Shalin punya aku, si Reksa udah gak mungkin ganggu Shalin, jadi kamu tenang aja." kata Rendi lalu terkekeh melihat Shalin yang semakin salah tingkah.

-------

"Kamu lapar ? Mau aku ambilkan sesuatu ?" Rendi menatap istrinya yang ini sedang mencoba melepaskan make up dari wajahnya. Kini mereka sudah berada diApartemen Rendi.

Shalin menggeleng dengan pelan seraya terus mengusap wajahnya dengan kapas lembut.

"Kamu lapar ?" Shalin melihat Rendi lewat cermin.

Rendi mengelus perutnya pelan dan tersenyum ke arah istrinya. Ia beranjak dari kasur lalu mendekati istrinya.

Jantung Shalin berdegub lebih cepat saat merasakan tangan Rendi yang mengusap bahunya. Tubuhnya menegang, ia mendadak kalang kabut. Sebesar ini kah pengaruh Rendi ?

Hey, ia kan belum lama mengenal lelaki itu.

"Y-yaudah, aku pesen makanan dari luar ya ?" tanya Shalin.

"Gak usah lah, aku mau mie instan aja." kata Rendi, tangannya bergerak untul mengusap rambut Shalin.

Shalin menelan ludah, ia bangkit dan buru-buru pergi ke dapur. Ia meremas baju tidur bermotif kerropinya. Tangannya bergerak untuk mengambil panci dan dua bungkus mie instan.

Memang, bau mie instan saar lapar lima kali lipat lebih menggoda lidah. Seperti sekarang, Shalin yang tadinya bilang kalau ia tidak lapar kini malah menyantap mie instannya dengan lahap. Rendi tersenyum melihat tingkahnya, ia kembali teringat saat pertama bertemu dengan Shalin. Saat awal bertemu sampai sekarang memang Shalin tampak berbeda dengan wanita lain.

Bukan karena penyakitnya, tapi Shalin memiliki pesona tersendiri. Tidak peduli penyakit apa atau kutukan apa yang Shalin dapatkan, tapi kini Rendi percaya bahwa Shalin itu istimewa dan sengaja tuhan berikan untuknya. Rendi akan mencintai Shalin, dan akan menjaganya sampai maut memisahkan mereka.

"Ren, kok melamun ?" tegur Shalin, Rendi tersenyum.

"Aku mau kamu manggil aku 'mas'." suruh Rendi, ia menautkan jari-jarinya.

"Apa ?" Shalin sedikit terkejut, Mas ?

"Aku mau kamu hargain aku sebagai suami kamu, atau kamu mau panggilan lain ? Sayang ? Kakak ? Atau... Suamiku sayang ?" goda Rendi.

Pipi Shalin bersemu merah, "Apa sih, aku mau panggil nama aja."

"Nggak bisa." Rendi menggeleng dengan keras.

"Iya, oke. Mas..."

************

"Mas ?"

"Hmm.."

"Ak-aku..."

"Apa ?"

"Bisa kalau lampunya dinyalain aja ? Aku nggak nyaman."

HealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang