flashlight ?

46 6 0
                                    

Shalina POV full.

Angka dalam arloji yang melingkar ditanganku menunjukkan pukul 12 KST. Dan mungkin waktu di Jakarta sekarang adalah pukul 22.00.

Aku masih terdampar disebuah kedai soto betawi yang tempatnya cukup modern dilengkapi jaringan wifi. Sudah 1 jam aku disini dengan ponselku yang sudah hampir kehabisan batterai.

Aku sedang mencari penginapan lewat aplikasi yang menyediakan akses untuk booking penginapan. Tapi aku belum menemukan tempat yang cocok. Aku mencari penginapan yang lumayan jauh dari jalan, aku takut penyakit sial ini muncul dan aku keluar penginapan lalu pergi kejalan, lalu tertabrak kendaraan dan mati mengenaskan seperti yang sering dikatakan hyun ju. Mati konyol!

"Maaf mbak... Kedainya sudah mau tutup" kata salah satu pelayan kedai. Aku melihat sekeliling, kedai yang tadi ramai kini sudah sepi. Rumah - rumah dekat kedai ini juga sudah tidak terbuka lagi pintunya.

Tidak bisakah aku tidur disini saja ? Disini cukup strategis, tidak ada jalan besar, hanya ada rumah - rumah warga yang tadi siang menyapaku. Batinku nelangsa. Seharusnya aku tidak usah berlibur jauh - jauh, apalagi tidak bersama hyun ju.

Aku melangkah keluar dari kedai, aku membuka aplikasi line.

To : MyBeloved<3

Hyun ju-a , sudah tidur ? bisa kau jemput aku disini ? Aku ingin pulang T.T

Tingggg!

From : MyBeloved<3

Apa kau gila ?? Kau dapat masalah disana ? Carilah teman, kudengar disana orangnya ramah. Carilah orang untuk bersamamu seminggu ini, kau kesana kan untuk berlibur!

To : MyBeloved<3

Yaaa! Tak bisakah kau menjemputku saja ? Aku tak bisa terbang kekorea sendiri, aku tak bisa menghindari agar tidak tidur. Aku takut!!

Tingggg!!!

From : +628121718***

Angkat teleponku!!

Ponselku berdering tanda ada telepon masuk. Dari nomornya jelas bukan hyun ju yang menghubungiku.

Angkat.. Tidak.. Angkat.. Tidak.. Aku menggeser ikon hijau diponselku, lalu menempelkan ponsel ketelinga, menunggu orang yang menelponku memulai pembicaraan.

1detik.. 2detik..

"Halo ? Bisakah kamu datang kerumah sakit ? Aku mohon!" suara yang cukup aku kenal walau baru beberapa kali mendengarnya.

Cihh.. Bukankah dia yang mengusirku ? Kenapa dia memintaku untuk kesana lagi! Dasar tidak tahu malu! Setelah membuangku, kini ia merindukanku ? Konyol!

"Hei! Apa kamu mendengarku ?? Farel membutuhkanmu!" sahutnya lagi dengan nada yang mulai naik.

Oohhh.. Jadi ini karena Farel.
"Ah.. Apa tadi ?" kataku pura - pura tak mendengar. Aku bisa mendengar ia mendengus sebal. Aku tersenyum menyeringai.

"Aku tahu kamu sudah mendengar tadi, cepat kesini atau kau akan-ku tuntut karena melukai ibuku!" kini suaranya jelas mengancam.

"Hei! Kamu kan yang mendorongku! Jadi semua salahmu! Kamu tidak bisa menuntutku! Aku tidak akan kesana!" aku balik mengancamnya.
Ia juga balik mengancamku dengan tuntutan lain, sekarang aku benar - benar meragukan profesinya sebagai dokter! Dia mengancamku seperti seorang dukun yang tidak dibayar setelah mengobati. Dia jelas dukun! Bukan dokter.

"Aku tidak tahu letak rumah sakit, aku sudah pergi cukup jauh dari sana" terangku mencoba mengalah. Mengalah bukan berarti kalah! Tapi kemenangan yang ditunda.

"Aktifkan gps-mu, akan ku jemput sekarang!" katanya singkat lalu mematikan sambungan teleponnya.

Ngomong - ngomong dari mana ia mendapatkan nomorku ? Ah.. Dia-kan seorang dukun. Aku menepuk dahi pelan.

Tak lama sebuah BMW hitam berhenti didepan kedai. Pengemudinya memandangku dari dalam mobil.

"Cepat naik!" perintah Rendi padaku yang masih duduk didepan kedai. Rendi menarik tanganku dengan cepat. Aku yang ditarik hanya mengikuti, tubuhku sudah lelah. Aku tidak mau buang - buang energi untuk berdebat dengan dukun disebelahku ini.

Ia langsung tancap gas saat aku selesai memasang seatbelt. Aku mencengkram seatbelt lalu melotot padanya. Ia hanya tersenyum kecut.

"Kita harus cepat, Farel sudah menangis sejak sore tadi" ucapnya datar sembari memandangi jalanan yang kosong.

"Kalau mau cepat kenapa tidak jemput aku pakai ambulans sekalian!" aku ikut memandangi jalan didepanku, lampu merah ini lama sekali. Padahal tidak ada kendaraan yang lewat. Eh.. Apa hubungannya ? Sebagai turis yang baik kita harus tetap menaati peraturan lalu lintas!

Tak ada pembicaraan lagi setelah itu, Rendi fokus mengemudi. Aku memejamkan mata untuk mengusir lelah. Dan semoga tidak ketiduran! Tidak boleh!

***

Aku merasakan guncangan dibahuku saat aku baru saja akan memasuki gerbang mimpi yang sangat nyaman.

Aku tepis tangan yang mengganggu tidurku. Tapi semenit kemudian tubuhku ditarik keluar dari mobil, membuatku terkesiap. Mataku melihat sebuah gedung rumah sakit yang tinggi.

"Ayo cepat bangun!"
Aku masih setengah sadar saat tangan itu kembali menariku, aku berusaha untuk terjaga. Tapi rasa kantuk lebih kuat dari usahaku.

"Farel sudah tidur dok, tapi sebelum dia tidur saya beri donat cokelat.. rupanya ia suka donat" suster yang ku tahu dari nametag bernama Mitha ini tersenyum sok manis pada Rendi saat aku dan dia masuk ke ruang rawat anak.

"Syukurlah.." ucap Rendi sambil menghela nafas lega.

Aku mematung ditempat, tangan Rendi yang semula menyeretku, kini digunakannya untuk menyeka keringat didahinya.

"jadi sekarang aku harus apa ?" tanyaku karena merasa tak dianggap.

"Diam disini, temani Farel tidur. Aku sudah berjanji akan membawamu kesini, aku tidak mau jika ia bangun nanti, ia menangis mencarimu" Rendi berbicara sambil memeriksa keadaan Farel. Benar ternyata.. Matanya sangat sembab! Aku sungguh tidak tega.

Aku menarik Rendi keluar untuk berbicara.
"Aku bukan siapa-siapanya, lalu kenapa aku harus menemaninya ? Kemana orang tuanya ? Lagipula aku sudah memesan kamar hotel!" tukasku sambil menatap tajam Rendi yang membalas tatapanku sama tajam.

"Aku bahkan belum menemukan koperku! Aku kesini untuk liburan! Bukan untuk menjaga anak kecil yang jelas bukan keluargaku!" aku melipat tangan didada. Dan itu menandakan keangkuhan.

"

HealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang