Chap 06 - Memori

44.9K 2.4K 13
                                    

Queen memejamkan mata. Sekelebat ingatannya datang mengganggu. Lama kelamaan, ia membiarkannya. Mencoba kembali untuk menerima bahwa hal itu sudah terjadi. Meskipun masih meninggalkan luka lama yang begitu menyakitkan sampai saat ini.

Queen kecil begitu bahagia bersama orangtuanya. Tapi sayangnya, malam itu, di hari ulang tahunnya, orangtuanya terpaksa harus kembali ke kantor meskipun hari sudah menjelang malam. Queen menangis karena tidak rela di tinggal dan hal itu pertama kalinya untuk Queen. Biasanya gadis kecil itu menurut dengan manis dan membiarkan orangtuanya pergi.

Sampai saat ini, Queen masih mengingatnya. Bagaimana tiba-tiba perasaan tidak rela itu menggerogoti hatinya.

Dan malam itu menjadi malam terakhir dirinya bertemu dengan kedua orangtuanya.

Air mata itu mengalir tanpa disadari olehnya. Rasa sesak itu kembali datang. Dan sekali lagi, Queen membiarkan semuanya mengalir begitu saja. Meluapkan semua sesak itu dan berharap dapat menyisakan sedikit ruang yang mampu melegakan hatinya.

Tok Tok Tok...

Suara ketukan pintu itu menghentikan tangisnya.

"Qyn...". Nampaknya Voghan berada dibalik pintu itu.

"Sebentar Voggy !". Queen segera menghapus air matanya dan beranjak membenarkan sedikit make up-nya. Memoleskan sedikit bedak tabur untuk menyamarkan matanya yang tadinya membengkak.

Queen membuka pintu dan Voghan menatapnya aneh.

"Ada apa ?" Queen bertanya. Menautkan kedua alisnya.

"Ada tamu. Seorang pria mencarimu." Voghan berkata dan memperhatikan perubahan wajah Queen.

"Pria ? Siapa ?" Entah kenapa Queen merasa enggan bertemu dengan tamu yang di maksud oleh Voghan. Di kota ini, memangnya siapa yang dia kenal ? Selain keluarga Voghan ?.

"Lebih baik kau menemuinya sendiri. Dia berkata bahwa kalian... dia..." Voghan nampak ragu.

"Kenapa ?" Queen mulai jengkel.

"Dia.. dia bilang kalau dia kekasihmu."

Queen segera melangkah cepat melewati Voghan. Perasaannya mulai tidak enak. Ia sangat berharap tamu ini bukanlah seseorang yang sekarang berada di urutan paling atas orang yang tidak ingin ditemuinya beberapa hari belakangan.

Rasanya tidak mungkin menurut Queen. Tapi jika mengingat kemampuannya, Queen juga yakin itu sangat mungkin "bisa terjadi".

Tuhan... Ku harap bukan dia.

Queen sambil berdoa melangkah menuju tangga. Seseorang yang sedang duduk di sofa panjang menoleh menatapnya dengan senyuman yang amat menawan.

Langkah Queen terhenti. Wajahnya terlihat amat terkejut.

Diantara jutaan orang di dunia. Kenapa harus dia ?!

Voghan berdiri disampingnya. Setidaknya itu membuat Queen kembali berkonsentrasi untuk bersikap tenang.

Kini mereka bertiga duduk di sofa. Queen dan Voghan duduk berdampingan di depan pria itu.

"Apakah suratku belum jelas Mr. Fernix?" Queen memulai pembicaraannya dengan nada tajam.

"Bisakah kita bicara berdua saja Queen ?" Dave menatap Voghan tajam. Ia tidak menyembunyikan ekpresi terganggu yang terlihat di wajahnya. Saat ini melihat mereka berdua duduk berdampingan saja membuat Dave begitu cemburu.

Voghan cukup mengerti. Ia beranjak berdiri namun Queen menahannya.

"Kita bicara di luar Mr. Fernix !" Queen melihat ketegangan itu.

Addicted To You (Sudah Cetak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang