VIII. Where'd She Go?

1.7K 78 4
                                    

Multimedia: Ash Stymest as Serge Vaughn.

Sudah jadi hal yang terlalu sering terjadi melihat sosok Rafael Richardson berkeliaran di gedung kantor pusat Ashford Corp.

Setiap kali kebosanan dan ingin mencari hiburan-hiburan yang selain one night stand tentunya-orang pertama yang Rafael cari adalah sahabatnya sendiri, Adrian. Kalau sudah begitu, Adrian harus menunda sebentar pekerjaannya demi sahabatnya itu. Mereka akan menelpon Ryan dan memaksanya untuk datang, itu sih kalau kebetulan Ryan juga sedang ada waktu luang. Karena Ryan lah yang paling sulit diajak bersenang-senang.

Ratusan pasang mata menatap Rafael. Terutama para kaum hawa yang megap-megap dibuatnya. Gayanya yang dingin seolah pria itu tak terjangkau sama sekali, tatapan matanya yang tajam seakan-akan siapapun yang menatap manik mata birunya itu bersedia tunduk kepadanya kapan saja, aura misterius yang berhasil membuat siapapun penasaran tentang CEO muda penerus sekaligus pewaris Richardson Group yang sangat sukses itu.

"Selamat siang, Pak Rafael. Pak Adrian sudah menunggu di dalam," sapa Diana ramah sambil berdiri tegak.

Rafael tersenyum kecil saja menanggapinya. Tanpa perlu diberitahu, Adrian pasti sudah menunggu kedatangannya.

"Berapa pegawai wanita di kantor ini yang berhasil kau buat terpesona?"

Rafael menyeringai. "Semuanya."

"Berhentilah main-main, Raf. Aku yakin semalam kau habis melalui malam panjang dengan... Dua? Tiga? Atau empat?" Tanya Adrian dengan perhatian yang masih terfokus pada setumpuk berkas di mejanya.

Rafael tertawa. "Kau menghina. Jangan-jangan kau hanya iri karena aku bisa bersenang-senang dengan banyak wanita?"

Kemudian sebuah pulpen menghantam kening Rafael. Membuat pria itu mengaduh dan mengusapnya berulang-kali. Tampak sangat konyol untuk sosok pria yang selalu tampil cool. "Sadis." Desisnya.

Kemudian Rafael teringat akan sesuatu. Adrian berhutang banyak penjelasan padanya soal 'ciuman' itu.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?" Curiga Adrian.

"Kau berhutang penjelasan padaku, kau pasti mengerti apa yang kumaksud." Seringaian Rafael mengembang. Adrian memijat pelipisnya. Selain pekerjaan yang tak ada habisnya dan rapat-rapat penting yang akan dimulai beberapa jam kedepan membuatnya pusing, mengingat kejadian 'itu' malah semakin menambah penderitaan.

***

Olivia, entah mengapa ia merasa seperti ada yang mengikutinya juga diiringi hawa-hawa mencekam seperti adegan pembunuhan di film-film thriller. Berjarak hanya sekitar beberapa meter di belakangnya, namun setiap menoleh ke belakang, tidak ada yang aneh. Semuanya normal. Taman itu kan banyak anak-anak, rasanya tidak mungkin saja kalau ada orang yang tega melakukan kejahatan di taman yang banyak anak kecil begini. Ya, paling tidak orang itu jangan melakukannya hari ini pada Olivia lah, wanita muda itu masih ingin hidup meskipun perasaan aku mau bunuh diri saja! selalu muncul ketika perjodohan antara dirinya dan Adrian Ashford diungkit-ungkit.

"Mungkin ini cuma efek habis nonton film doang kali," gumam Olivia pada dirinya sendiri.

Namun saat itu juga, sebuah tangan mendarat di pundaknya, turun menyusuri lengannya dan sampai di telapak tangan Olivia, menggenggamnya erat-erat.

TBS #1: Mr. PerfectionistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang