Genap seminggu sudah sisi menghabiskan sepanjang harinya diatas ranjang. Keadaannya berangsur membaik, tubuhnya sudah terlihat berisi. Sisi terkikik sendiri saat kembali mengingat drama yang terjadi kemarin lusa. Saat cinta kembali ketempat dimana semestinya ia berada.
"kak bruno.." sisi menghambur memeluk bruno ketika ia tepat duduk disisi ranjang tempat sisi. Rindunya membuncah begitu saja saat melihat kehadiran bruno yang diiringi langkah sila dibelakangnya.
"cepet sembuh si, gak betahkan dikurung disini. janji deh abis ini kerjaan kamu bakalan kakak ringananin" bruno mengurai pelukananya. Menangkup bahu sisi, membuatnya focus menatapnya saja.
"sisi mengundurkan diri aja deh kak, sisi mah sadar diri udah terlalu merugikan perusahaan kakak. Biar sisi sembuh dulu baru cari kerja lagi" bruno tersenyum melirik sekilas kearah sila yang kemudian ikut duduk disisi ranjang bersebrangan dengan bruno.
"maklum aja ada yang baru dapet semangat sembuh ih" sila mengusap punggung tangan tertancap selang infus itu.
Bruno dan sila kembali bertatapan membuat sisi yang berada diantara mereka memandang heran. Rona merah dipipi sila terlihat lebih jelas, memancarkan sesuatu yang jelas membuat sisi ikut tersipu.
"kalian pacaran ya!!" todong sisi membuat adegan pandang memandang itu buyar dan menimbulkan kekikukan diantara mereka.
"dek apaan si lo, kita ini baru aja kenal. Berasa gak mungkin dalam waktu sesingkat itu kita pacaran"
"iya si, lo apaan sih. Gara gara lo juga nih ya gue harus berurusan dengan mahluk nyebelin macem dia ini"
"lo yang rese! Lo kan yang tengah malem main nyelonong masuk rumah orang tanpa permisi macem maling."
"salah lo juga kenapa gak dikunci pintunya, gerbang dibiarin kebuka. See lo yang ceroboh"
Sisi tergelak menghentikan debat cinta dari kedua sejoli itu. Tak perlu dijelaskan sudah terlihat daya tarik dari keduanya. Setelah beberapa hari hasil pemeriksaan sisi mengalami penundaan hari ini ia akan mendengarkan.
"gimana digo si?" Tanya bruno, tak banyak yang ia tau. Hanya sedikit cerita dari sila bahwa digo dan sisi masih dalam keadaan baik baik saja.
Sisi menggeleng. Tak ada yang bisa diceritakan. Jika ditanya apakah keadaan kisah cinta mereka baik, jelas mereka dalam keadaan baik. Jika ditanya bagaimana langkah mereka kedepannya, mereka berdua sama sama masih tak bisa menjelaskan.Derap langkah dari ujung lorong terdengar mengelitik telinga dan kembali membuat ruangan sunyi.
"selamat pagi, sudah ramai sekali yang mengunjungi nona sisi. Artinya banyak yang mendoakan kesembuhannya ya" sapa dokter saat memasuki ruangan. Sila dan bruno otomatis mengambil jarak dari ranjang sisi.
"sudah siap mendengar hasilnya?" Tanya dokter sembari membuka lembar demi lembar yang baru saja diserahkan oleh seorang perawat disampingnya.
"tunggu sebentar dok, bukankah kemarin kita sudah membuat janji untuk membicarakan ini terlebih dahulu" digo membuka pintu dengan tergesa, nafasnya masih tak beraturan. Sontak saja seluruh ruangan menatap ujung pintu.
"tentu saja tidak dokter digo, hanya saja nona sisi lebih berhak mengetahui ini lebih dahulu bukan? Ini juga demi keberlangsungan hidupnya" digo mengangguk berjalan mendekat.
"ini bukan sesuatu yang bisa disepelekan, Tuhan akan memberi sebuah garis kehidupan yang tak pernah kita tebak sebelumnya. Dan saya harap nona sisi dan seluruh keluarga yang berada didalam ruangan ini bisa dengan tabah dan tegar."
Sisi memejamkan matanya sejenak, hatinya berdebar. Jika benar ia mengidap penyakit yang akan merenggut sebagian dari kehidupannya, maka ia juga harus siap untuk melepas seluruh kebahagian yang hampir ia raih. Digo mengusap lembut rambut langsung turun kearah pipi sisi, memadangnya menenangkan.
YOU ARE READING
Menghapus Yang Terukir
Fanfic~beberapa part diprivate~ Dia si pencuri hati menghilang berlari dan tak kembali Dia si penggenggam jiwa tak percaya dengan yang ada Dia si separuh jiwa terbangkan hati dan menyakiti Dia pernah menjadi bagianku ~ digo inilah kisah cinta seorang Dig...