MyT>>11

1.5K 131 1
                                    

"Jika Tuhan sudah menghendakinya maka sulit untukmu menolak"

Seperti diantara dua dunia, bermimpi atau sedang berpijak dalam kenyataan. Malam itu benar benar menjadi sebuah kejutan untuk sisi dan juga digo. Siapa menyangka jika mereka akan dipertemukan kembali.

"pak dokter" sila menarik kopi yang selalu menjadi teman digo.

"ada yang pengen gue bicarain sil" digo mengambil nafas panjang.

Setelah malam itu digo dibuat tak bisa tidur, sisi seperti cafein didalam kopi yang selalu ia minum. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk bertemu sila, bertanya demi menjawab semua rasa penasarannya.

"serius amat? Pasti lo mau ngomongin sisi kan? Gue udah tebak dig" sila menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi yang menopang tubuhnya.

"kok lo tau?" digo harus berhati hati ia tak ingin membuka masa lalunya pada waktu yang tidak tepat.

"sederhana aja sih, semua cowok yang kenal sama gue pasti berpaling ke sisi setelah ngeliat dia." Jelas sila, tak ada nada marah ataupun kecewa.

"sekuat itu pesona sisi. Dia siapa lo? Lo bilang lo anak tunggal" digo mulai membuka pembicaraan.

Sila meletakkan kedua tangannya diatas meja, siap menjawab semua pertanyaan digo.

"sisi adik gue, kita saudara, sahabat dan juga pathner dalam segala hal. Kita memang gak sedarah, tapi kita dekat lebih dari sekedar hubungan darah. Gue bakal sakit kalo dia sakit dan gitu juga sebaliknya. Gue lebay ya dig" sila terkekeh mendengar penjelasannya sendiri.

"lo kenal sisi dig?" sila balik bertanya. Kini giliran digo yang tergagap mendapatkan pertanyaan dari sila. Harus jujur atau harus ia tutup rapat masa lalunya.

"apa sisi gak cerita apapun ke lo?" digo masih mencoba menghindar.

Sila tersenyum, puas karna digo masuk dalam pertanyaannya. Tadinya sila hanya sekedar bertanya tak beralasan. Dan ternyata benar jika digo sudah lebih dulu mengenal sisi.

"dia cerita banyak pak dokter, tapi setidaknya gue pengen denger sendiri dari lo. Gue pengen tau apa yang adek gue omongin itu bener'

"dia adalah luka gue. Mungkin orang fikir cinta kita hanya sekedar cinta monyet. Selalu memperhatikan tanpa menyapa hingga akhirnya gue bisa benar benar meraihnya. Bukan lagi sekedar diam mencinta" jelas digo, ia memandang keluar jendela seolah mencari potongan masa lalunya.

"tapi sayang, cinta yang hampir selama dua tahun gue pendam hanya bertahan tidak lebih dari satu tahun. Dan harus berakhir dengan begitu miris" digo sedikit meringis mengingat luka yang pernah ia dapatkan.

"sisi selalu punya alasan kenapa dia seperti itu dig, gue kenal dia. Apa lo pernah bertanya apa alasan dia melukai lo sedalam itu?"

Meskipun hati sila sedikit terasa perih, tapi ia harus tetap membela adiknya. Karna sila tau sisi tak mungkin hanya sekedar bermain api tanpa menyulutnya.

"gue emang gak pernah bertanya sil, mungkin tidak tepat jika aku menyebutnya selingkuh. Sisi memilih lelaki lain saat gue mencoba bertahan dan memperbaiki. Dan mirisnya gue laki-laki itu sahabat gue" digo menangkup wajahnya, terlihat begitu dalam luka hatinya.

Untuk sebagian orang diselingkuhi atau diputuskan bisa dibilang luka biasa, hanya krikil kecil dalam perjalanan asmara. Tapi bagaimana saat kita benar benar mencintainya, akan begitu membekas. Cinta itu tak selalu bisa diiungkapkan dengan sebuah kata, ada perasaan ingin memiliki, mengayomi, melindungi, selalu peduli. Dan itu semua tidak bisa hanya ditunjukkan dengan perkataan, ada sikap dan tindakan.

"gue gak bisa kasih pernyataan ataupun jawaban dig. Yang gue yakini sisi gak sejahat itu. Eh gue duluan ya, kasian sisi dirumah sendiri dan lagi sakit. Sampai bertemu besok pak dokter" pamit sila dengan intonasi sebiasa mungkin.

Menghapus Yang TerukirWhere stories live. Discover now