Tampaknya cuaca kurang bersahabat. Jam tangannya sudah menunjukan pukul delapan lewat lima belas, namun awan kelabu sudah bergerumul tepat di atas kepalanya. Matahari cerah yang dijanjikan perkirakan cuaca di koran pagi tadi rupanya hanya ekspektasi semata. . Setelah olahraga pagi tadi, dengan lesu, Ia membersihkan diri dan mencari pakaian terbaiknya untuk dikenakan hari 'bersejarah' tersebut.
Saat hendak keluar kamar, tatapannya terpaku pada satu angka dengan lingkaran biru muda. Tanpa diberi keterangan pun, Ia sudah tahu dan ingat betul maksud dibaliknya. Tunggu aku, pangeran tanpa sayapku! Gumamnya sembari tersenyum tipis dan melengang ke dapur.
Tangan kanannya terus menyuap kue nastar—kue kering kesukaannya—yang minggu kemarin dikirimkan neneknya dari Indonesia. Sedangkan tangan kanannya menggenggam remot televisi sembari terus menekan tombol panah kanan, terus berganti channel tanpa henti. Matanya menuju ke layar televisi, namun tatapannya kosong, begitu pula dengan pikiran dan hatinya. Seperti tahun-tahun sebelumnya, hari ini adalah hari di mana Ia tidak bisa berpura-pura kuat dan ceria seperti biasa. Bahkan sejak malam sebelumnya, Ia sudah kembali bernostalgia dengan masa lalu nya saat masih diisi oleh Pangeran Berkuda Tanpa Sayap, begitu pula dengan semalam.
**
"Huuu... huuu... hikss... hiks..." Adelaine kecil terus menangis sesenggukan sembari berjongkok di balik perosotan taman bermain dekat rumahnya sekaligus dekat rumah sakit tempat tantenya dirawat. Rambut panjang dan poni rata yang menyentuh alisnya pun ikut menutupi wajah dengan pipi gembulnya yang kemerah-merahan.
Ia tetap bersembunyi dan menangis, mengeluarkan isi hatinya. Tidak peduli dengan bunyi petir yang menggelegar. Namun, tiba-tiba saja Ia merasa ada yang menarik tengkuknya dengan lembut dan memeluknya hangat. Adelaine sungguh tidak tahu siapa itu, anehnya Ia tidak merasa takut seperti biasanya, saat bertemu dengan orang baru. Orang ini bukan tantenya, apalagi neneknya, bahkan Ia tidak mengetahui suaranya.
Perlahan tangis Adelaine mereda seiring dengan dirinya yang merasakan hangat yang berbeda. Ia menengadahkan kepalanya dan menggeleng pelan, menghalau poni dan rambut yang menghalangi matanya. Bola mata besarnya bertumbukan dengan bola mata berwarna hazel yang sangat indah, hingga membuatnya mengedipkan mata berkali-kali.
"Kamu masih kecil, tapi sudah menatapku begitu. Hahaha." Ah, bahkan suara dan tawanya sangat menenangkan. Pikir Adelaine kecil.
"Matamu indah. Laine belum pernah lihat bola mata seindah punyamu." Tutur Adelaine dengan jujur, membuat anak laki-laki yang tampak beberapa tahun lebih tua darinya itu melongo kebingungan.
"Ah, mataku ya... Vraiment? Merci—benarkah? Terima kasih—heheh, aku juga suka matamu, besar dengan bulu mata yang lentik. Pipimu juga lucu, gembul seperti adonan roti." Balas anak laki-laki itu sembari mencubit kedua pipi Adelaine kecil dengan gemas.
"Tapi, hidungku sangat kecil, tidak seperti punyamu dan orang-orang di sini. Aku bahkan tidak tahu, apakah saat besar nanti, aku bisa bernafas dengan leluasa atau tidak?" ucap Adelaine kecil sembari menundukan kepalanya lagi, mengundang tawa yang menggelegar dari anak laki-laki di hadapannya.
"Bien sûr, vous pouvez—Tentu saja, kamu bisa—kamu hanya masih dalam proses pertumbuhan, begitu kata guruku. " balas anak laki-laki tadi sambil mengacak rambut Adelaine kecil dengan gemas. "Oh, iya, kita belum berkenalan. Je m'appelle, Edith—Namaku, Edith—Siswa Cours Elementaire niveau 2—kelas 3—di Notre Dame des Oiseaux" tuturnya sembari mengulurkan tangan kanannya.
Dengan semangat, Adelaine kecil membalas uluran tangan tersebut. "Aku Laine, baru pindah tahun kemarin, dan baru selesai Maternelle, Grand Section hehehe."
"Apa kamu sudah menentukan akan masuk école élémentaire—Sekolah Dasar—mana?" tanya Edith kecil yang disusul dengan gelengan lemas dari Adelaine kecil. Bagaimana tidak, seminggu terakhir ini, tantenya yang merupakan wali satu-satunya selama di Perancis sedang terbaring lemas di rumah sakit, membuatnya khawatir dan takut, karena tidak memiliki siapa-siapa lagi. "Wah, kalau begitu, mendaftar di sekolah yang sama denganku saja, bagaimana? Ajaran baru akan segera mulai, cepat beritahu orang tua mu di rumah ya."
YOU ARE READING
Letter From Nowhere
Storie d'amore----------------- give me any comments (suggest and critic) also votes! sebagai upaya untuk perbaikan cerita yang lebih baik lagi dan juga bentuk apresiasi kalian terhadap karya-karya saya^o^