Dear Jongin,
Apa kabarmu hari ini? Mungkin kau bosan mendengarnya, tapi sungguh, aku merindukannmu. Sangat. Aku harap kau juga merindukanku, Kim. Setiap hari saat bangun tidur, aku selalu menatap sisi kosong di sampingku yang dulu terasa hangat, namun kini terasa dingin dan kosong. Kim, aku selalu berharap dapat melihat mata indahmu seperti dulu. Mendapat kecupan selamat pagi seperti dulu. Aku merindukan semua perlakuanmu padaku, Kim.
Setiap hari, aku selalu memasak lebih, entah itu sarapan, makan siang atau makan malam, berharap kau akan kembali dan memakannya dengan gembira.
Jongin, saat aku kecil, ibuku pernah bilang surga itu indah. Banyak bidadari cantik dan menawan di sana. Sekarang aku memercayainya, Kim. Itu sebabnya kau tak kembali kan?
Kemarin, aku menemui bibi Park. Aku berharap ia tak menanyakanmu, tapi ternyata aku salah. Ia menanyakanmu, Kim. Alzheimer bibi Park semakin parah rupanya. Lagi - lagi aku harus kembali menceritakan semua padanya. Dengan mata tuanya yang sayu, ia menatap iba padaku. Aku tidak suka itu, Kim. Kau bilang, aku wanita kuat kan? Tapi mengapa semua orang selalu menganggapku lemah?
Ibu dan Ayahmu bahkan setiap hari selalu mengunjungiku, sekadar untuk memastikan aku baik - baik saja tanpamu. Aku tidak suka itu, Kim. Bisakah kau katakan pada mereka aku baik - baik saja?
Kadang, aku berharap dapat seperti bibi Park yang dapat dengan mudah melupakan sesuatu. Tapi kemudian, aku tersadar, aku tidak ingin melupakanmu, Kim. Aku tak ingin.
Aku ingin selalu mengingatmu. Mengingat bagaimana matamu menatap lembut ke arahku. Mengingat bagaimana kau selalu memainkan rambutku sebelum tidur. Mengingat betapa malasnya dirimu menggosok gigi. Mengingat leluconmu yang sama sekali tidak lucu, tapi sangat aku sukai. Aku ingin mengingat semuanya, Kim.
Hari ini, putra kita telah lulus dari taman kanak - kanaknya. Tapi, kau tau? Ia justru membuat ulah di hari terakhirnya di sekolah itu. Kau tau apa yang putra kita lakukan, Kim? Ia mendorong seorang temannya hingga terjatuh. Pria kecil kita tak suka jika seseorang mengatakan bahwa Ayahnya telah mati. Aku tak tau bagaimana harus menjelaskannya, Kim. Bisakah kau datang sebentar dan menjelaskannya pada pria kecil kita, Kim?
Aku hanya bisa menangis di hadapannya. Dan aku membenci diriku karna itu juga membuatnya menangis. Maafkan aku yang terlalu banyak menangis, Kim.
Bahkan, saat kata ini tertulis, kau masih menjadi satu - satunya alasan mengapa air mata ini terus mengalir. Maafkan aku karna menjadi lemah, Kim. Maaf...
Jongin, tolong sampaikan salamku pada Ibu dan Ayahku di surga. Kau pasti sudah bertemu mereka kan? Sampaikan bahwa aku juga merindukan mereka. Sama besarnya seperti aku merindukanmu.
Jongin, jangan nakal di surga. Jangan terlalu banyak membuat ulah, karna di sana tak akan ada yang mau mencubit lenganmu sepertiku kan? Apa kau merindukan hal itu Kim? Aku harap begitu, karna aku rindu melakukannya padamu.
Satu hal yang harus selalu kau ingat, Kim
Aku dan putra kita selalu mencintaimu.
With love,
Kim Soojung