1

346 25 7
                                    

Pagi itu...


"Aku pergi sama mamaku. Kebetulan mama nganterin pesanan kue pagi ini," ujar Wenda kepada seseorang yang diajaknya bicara melalui telepon.

"Nggak apa-apa, aku bisa anterin kamu dan mama kamu," sahut pria diseberang sana.

"Tapi aku udah di jalan."

"Di jalan?" Terdengar suara mendesah dari sana. "Ya udah deh. Hati-hati di jalan ya, sayang. Kita ketemu di sekolah. Bye, sayang."

"Mm.. Bye, kak," sahut Wenda. Setelah panggilan terputus, Wenda menaruh ponselnya di meja, lalu melanjutkan pekerjaan memasukkan kue ke wadah untuk membantu pekerjaan mamanya.


Ternyata dia tidak sedang di jalan. Dia masih di rumah. Itu artinya dia telah membohongi pria tadi.

"Bisma ya?" tanya Lisa, mamanya Wenda.

"Iya," jawab Wenda tanpa semangat.

"Mau sampai kapan kamu gituin dia? Mungkin sampai hari ini kamu bisa bohongin dia, tapi besok dan seterusnya?"

Wenda berhenti. "Sebenarnya aku juga nggak mau kayak gini, Ma."

"Lalu kenapa kamu kayak gini? Kalau kamu nggak suka dia, kenapa kamu terima dia?"

"Aku cuma nggak mau dia malu aja."

"Lebih baik bikin malu dia atau nyakitin dia dengan kebohonganmu?"

Wenda terdiam. Dia menatap wajah ibunya. "Apa lebih baik aku putusin dia, Ma?" tanyanya meminta pendapat mamanya.

"Kenapa tanya mama? Itu hidup kamu. Kamu yang seharusnya mengambil keputusan. Mama cuma bisa beri nasihaat. Tapi, tetap kamu yang memilih" kata Lisa menasihati.

"Sudahlah. Sekarang kamu ganti baju gih. Ini udah siang. Mama bisa lakukan sendiri kok." Lisa mengambil kue dan kotak yang dipegang Wenda agar Wenda cepat pergi ke sekolah.

*****


Dari pembicaraannya dengan mamanya hingga ke sekolah, Wenda terus berpikir. Apakah dia harus belajar mencintai Bisma, atau berkata jujur padanya.

"Wenda!!" Riri berlari menghampiri Wenda yang sudah duduk di bangkunya sambil membawa gadget.

"Cobalihat deh." Riri menunjukkan gadget-nya.


Tiba-tiba mata Wenda membulat. Dia terkejut melihat video yang terputar dari youtube. Itu adalah video dirinya saat Bisma menyatakan cinta padanya. Saat malam inagurasi, yaitu beberapa bulan yang lalu, di atas panggung Bisma menyanyikan lagu cinta dengan setting panggung yang romantis. Di tengah lagu, dia menyebutkan nama lengkap orang yang dicintainya dan menyuruhnya naik, yaitu Pawenda Putri Wijayanti. Jika Wenda naik sebelum lagu berakhir, berarti cintanya diterima. Tapi jika lagu sudah berakhir dan Wenda tak kunjung naik, berarti cintanya ditolak.

Wenda melihat dengan sayu video itu. Waktu itu, saat Bisma menyebut nama lengkap dan kelasnya, Wenda tidak percaya. Tapi, hanya dialah pemilik nama Pawenda Putri Wijiyantari. Dia tak menyangka kakak kelasnya itu menyukainya. Padahal Wenda tidak pernah cari perhatian pada kakak kelas, bahkan teman sekelas pun tidak. Ia sama sekali tak punya pikiran untuk mencari pasangan di sekolah. Penampilan dan sikapnya saja cenderung cuek. Karena dia memang bertujuan untuk belajar. Jadi, selama ada buku yang dia bawa, selama PR telah dikerja, dan selama ada ilmu yang dia dapat setiap hari walau sedikit, itu sudah cukup. Apa yang dilihat Bisma sampai-sampai menembaknya di depan banyak orang?

Semua yang ada waktu itu langsung bersiul, bersorak, dan bertepuk tangan saat nama Wenda disebut. Ramai-ramai mereka berteriak menyuruh Wenda naik. Wenda yang tidak mau membuat Bisma malu dengan menolaknya, dia pun naik ke atas panggung lima detik sebelum lagu berakhir.

"Lihat viewers video ini. 800 orang. Padalah baru semalam video ini diupload," kata Riri histeris saking senangnya. Tentu saja. Selain temannya yang ada di dalam video itu, dialah yang meng-upload video itu.

Melihat video itu membuat Wenda bimbang dengan keputusan yang telah ia tekadkan tadi.

Di jam istirahat, Wenda masih berpikir keras. Haruskah dia melanjutkan tekadnya yang sempat goyah tadi?

"Wenda, Riri aku ke toilet dulu ya," pamit Ara.

Wenda, dan Riri hanya mengangguk tanpa menatap Ara. Wenda masih berpikir dengan tatapan lurus ke depan. Sedangkan Riri terfokus pada Rafael yang sedang bermain basket. Mereka sedang duduk di bangku yang berada di pinggir lapangan basket. Tempat Wenda¸dan Ara menemani Riri memperhatikan laki-laki tercintanya sedang berlatih. Beberapa saat setelah Ara pergi, Wenda telah menyakinkan keputusannya untuk mengakhiri hubungannya dengan Bisma. Dia pun berpamitan pada Riri yang masih fokus memandangi Rafael. Dia melangkah dengan cepat untuk ke kelas Bisma agar pikirannya tak goyah lagi.

"WENDAA!!"

Wenda mendengar Riri berteriak memanggilnya. Dia menoleh dan mendapati bola basket tengah melambung kearahnya. Wenda terkejut. Bola itu sangat dekat. Tidak ada kesempatan untuk menghindar.

Bukkk...

Wenda tak merasakan apa-apa. Dia baik-baik saja. Bola itu tak mengenainya. Saat dia membuka mata, betapa terkejutnya karena ternyata Bisma menghadang bola itu untuk melindunginya.

"KakBisma!!" teriak Wenda menggoyang-goyangkan tubuh Bisma yang ambruk. Bola itumenghantam kepalanya dengan keras sehingga ia jatuh pingsan.

******

Bisma telah berada di UKS. Wenda, Riri, dan Rafael menunggunya sadar.

"Kak Bisma sudah sadar," seru Wenda terlonjak. Ia senang akhirnya Bisma sadar juga. "Kakak nggak apa-apa, kan? Ada yang sakit?"

"Bis, aku minta maaf. Aku nggak sengaja," ucap Rafael meminta maaf. Dialah yang melempar bola yang mengenai Bisma.

"Kalian siapa?" tanya Bisma sambil melihat Rafael dan Riri.

"Kak Bisma nggak tahu mereka siapa? Jangan-jangan..." Wenda mendekap mulutnya dengan kedua telapak tangannya. Muncul pikiran tidak enak. Dia takut Bisma amnesia gara-gara bola yang menghantam kepalanya.

"Apa kamu ingat aku?" tanya Wenda.

"Tentu saja. Kamu kan cinta," jawab Bisma.

Wenda menatap Riri, dan Rafael dengan tatapan cemas. "Bagaimana ini? Bisma lupa ingatan."

"Aku nggak lupa ingatan," elak Bisma.

"Tapi kamu nggak tahu mereka. Kamu juga salah nyebut namaku," terang Wenda.

"Ih, kamu tuh emang cinta. Cintaku seumur hidup," kata Bisma sejurus kemudian senyum jahilnya mengembang.

"Kak Bisma bercanda ya," kesal Wenda saat melihat wajah jahil Bisma. Dia memukul pelan lengan Bisma.

Bisma malah terkekeh. Riri, dan Rafael juga ikut tertawa. Mereka baru saja dikerjai oleh Bisma. Lega, Bisma baik-baik saja.

"Maafdeh, udah bikin khawatir. Senyum dong." Bisma mencubit pipi Wenda agartersenyum. Tapi Wenda masih tetap cemberut.


---------

TBC


Vomment-nya ya.. Kritik juga gak apa-apa. Kan untuk perbaikan selanjutnya juga.. Ingat, gunakanlah bahasa yang sopan

Marmetu ManisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang