Note : Marmetu Manis hanyalah imajinasiku yang aneh
Warning : latar/setting pada chapter ini masih mengikut chapter sebelumnya. Jadi, ingat baik-baik latarnya ya. Maaf, seharusnya aku upload chapter ini hari itu juga, tetapi apa daya, karena ada sesuatu hal penting di dunia nyataku yang mengharuskan aku untuk jauh sebentar dari dunia maya.. Mulai deh lebay
Baiklah, selamat membaca, semoga suka
_____________
Dicky masuk ke dalam rumah Wenda melalui jendela di dekat dapur, karena hanya itu satu-satunya yang tidak terkunci. Saat dia hendak menutup jendela, tiba-tiba Wenda keluar dari kamar. Dengan kecepatannya, Dicky dapat bersembunyi sebelum Wenda melihatnya.
Dicky memperhatikan Wenda yang mengambil gelas dan menuangkan air putih ke dalamnya. Dia menyelinap ke dalam untuk memperhatikan wajah Wenda. Dia berusaha menyakinkan dirinya bahwa dia bukanlah gadis yang dia kenal seratus tahun yang lalu. Namun, semakin dia memperhatikan gadis itu, semakin miriplah dia dengan seseorang yang pernah dekat dengannya dulu.
Seperti pada gadis 100 tahun yang lalu, pada Wenda juga muncul rasa care.
"Aw!"
Saat Wenda menjerit karena tangannya terkena pisau, hampir saja Dicky keluar dari persembunyiannya.
Walaupun dia bisa mengontrol dirinya, melihat Wenda semakin lama, membuat dia berjalan mendekatinya secara tak sadar. Cukup lama Wenda terdiam di tempatnya. Tiba-tiba Wenda berbalik dengan cepat, namun pergerakannya tidak kalah cepat dari Dicky yang sudah kembali dalam kesadarannya.
DYAARRR....
Petir kembali menyambar. Wendaberteriak sambil tunduk.
Rasanya ingin sekali mendekati gadis itu lalu memeluknya dengan erat, menghilangkan ketakutannya sekaligus menghilangkan kerinduannya terhadap gadis itu. Ah, bukan, lebih tepatnya kepada gadis yang dianggapnya merupakan reinkarnasi Tini. Namun, dengan sekuat tenga, Dicky menahan diri.
"Wenda!" panggil seseorang dari dalam kamar.
"Ada apa, nak?" tanya seorang wanita paruh baya menghampiri Wenda. Dia mendekap tubuh gadis itu yang sekarang sudah berdiri kembali.
"Enggak ada apa-apa, Ma. Wenda cuman kaget," jawab Wenda.
"O. Tapi kamu kenapa di sini?"
"Tadi Wenda habis minum."
"Ya sudah, kembali ke kamar gih."
Mereka pun kembali ke kamar masing-masing. Diam-diam Dicky memperhatikan Wenda yang telah tidur nyenyak dengan tubuh yang semuanya kecuali kepalanya tertutup oleh selimut.
Lekat, ditatapnya wajah Wenda yang masih terlihat cantik walaupun sedang tidur.
"Apakah kamu bereinkarnasi, Tini?" gumam Dicky.
***
"Kenapa kita harus beda sekolah?" tanya Mulda pada kedua temannya di ruang isolasi. Mereka mengenakan seragam sekolah SMA yang berbeda-beda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marmetu Manis
Random[END] Cerita ini terinspirasi dari bunga tidur si penulis. Awalnya tidak ingin bahkan tidak ada niatan untuk menulis seperti ini, tapi karena sebuah mimpi yang belum ada akhirnya karena dipertengahan mimpi tiba-tiba terbangun, aku berniat menuliskan...