Warning : Tanaman marmetu manis hanyalah imajinasi ku yang memang aneh
Selamat membaca, semoga kalian suka
_________
Di jam istirahat, Wenda masih berpikir keras. Haruskah dia melanjutkan tekadnya yang sempat goyah
Sore itu, cuaca sangat mendung. Jam masih menunjukkan pukul empat sore, tapi karena awan yang sangat tebal nan gelap menutupi matahari, sore itu seperti malam.
Tiga vampir tengah berdiri di pinggir jalan yang sedang sepi. Dua diantaranya adalah laki-laki, dan yang satunya adalah perempuan. Mereka begitu haus, ingin sekali menghisap darah manusia.
"Ah, aku haus banget," keluh salah satu vampire laki-laki yang bernama Rangga.
"Kita lakukan sekarang, kepada siapa pun," kata vampir laki-laki yang satunya lagi seperti seorang pemimpin. Dia dipanggil Ham.
"Tanaman marmetu manis," gumam seseorang yang berjalan melewati mereka. Ah, bukan. Dia bukan orang. Dia juga vampir seperti mereka. Namanya Dicky. Dia terus berjalan sambil sesekali menggumamkan kalimat itu berkali-kali.
Mendengar tanaman itu disebut, mereka segera mengikuti Dicky dari belakang. Bagi vampir, tanaman itu lebih penting dibanding darah.
Dicky berhenti melangkah. Dia menengadahkan kepalanya. "Dimana aku harus mencari tanaman itu?" tanyanya pada dirinya sendiri.
"Jadi kamu belum tahu dimana tanaman itu berada?" tanya Mulda tiba-tiba.
"Percuma kita mengikuti kamu," gerutu Rangga.
Ketiga vampir itu pun pergi meninggalkan Dicky karena dia juga belum tahu keberadaan tanaman marmetu manis.
Dicky hanya menatap mereka heran. Kemudian dia melanjutkan lagi langkahnya. Tiba-tiba hujan turun. Dia segera berlari, tapi...
Brukkk....
Tak sengaja Dicky menabrak seseorang. "Maaf," ucapnya sambil mengambil payung milik orang itu yang terjatuh. Kemudian dia memberikan payung itu sambil sekali lagi meminta maaf.
Dicky terdiam sejenak saat melihat gadis yang ditabraknya. Dia seperti terkejut melihat gadis itu.
"Aku juga minta maaf karena jalan nggak lihat-lihat," ujar gadis itu tanpa menatap Dicky. Gadis itu ternyata Wenda. Badannya sedikit basah karena payungnya terlepas tadi. Setelah mengambil payungnya yang terjatuh, ia kemudian pergi.
Dicky yang terpaku beberapa saat, segera mengikuti gadis itu dengan diam-diam. Dicky mengikuti hingga ke rumahnya. Lagi-lagi Dicky terkejut melihat dia berbelok dan masuk ke sebuah rumah.
"Apa itu kamu, Tini? Ah, tidak.Tidak mungkin itu kamu. Kamu pasti sudah meninggal. Tapi siapa dia? Kenapa diabegitu mirip denganmu? Dan kenapa dia tinggal di rumah lamamu?" Dickyberbicara sendiri dalam hati sambil melihat rumah itu di tengah-tengah hujanyang semakin deras.
***
Pukul 18.00
Ara dengan masih mengenakan seragam sekolahnya menaiki tangga apartemen. Di tangan kanannya menenteng payung berwarna ungu yang basah.
Setiap pulang sekolah, dia tak langsung pulang melainkan bekerja paruh waktu terlebih dahulu. Dia sudah melakukan ini hampir dua tahun setelah orang tua angkatnya menyuruhnya tinggal di luar rumah. Sebenarnya, orang tua angkat Ara menyuruhnya tinggal di apartemen yang lebih besar, namun Ara menolak. Uang yang diberikan oleh orang tua angkatnya tak pernah ia sentuh sedikitpun. Padahal uang itu cukup banyak. Jika dia mau, dia bisa mengambilnya untuk kebutuhan sehari-hari, dan itu masih ada lebihnya. Ya, orang tua angkat Ara sangat kaya. Mereka mengadopsi Ara karena mereka tidak memiliki anak. Namun, setelah mereka memiliki anak kandung, Ara disuruh tinggal di tempat lain. Untungnya mereka masih mempunyai kebaikan. Mereka tetap memfasilitasi Ara. Tetapi Ara terlanjur sakit hati. Tega sekali mereka membuangnya setelah mendapatkan yang baru, yang mereka inginkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marmetu Manis
Random[END] Cerita ini terinspirasi dari bunga tidur si penulis. Awalnya tidak ingin bahkan tidak ada niatan untuk menulis seperti ini, tapi karena sebuah mimpi yang belum ada akhirnya karena dipertengahan mimpi tiba-tiba terbangun, aku berniat menuliskan...