07. Muthia POV : Tidak ada rumah bagi seorang PILOT.

1.6K 58 5
                                    

ini bukan muthia yang aku kenal, aku bukan orang cengeng yang seperti ini. Ada banyak orang yang sayang kepadaku tulus, aku harus kuat karena mereka.

"Hahaha--" lihat aku, aku bisa tertawa. Ku lepaskan pelukannya sambil tertawa menahan tangis didalamnya.

"Jangan boongin gue." Ucap fauzi memegang kedua tanganku, secara perlahan tawaku memudar. Dia bukan orang yang tepat untuk ku bohongi berpura pura bahagia.

Hening tercipta, apa yang sedang ia cari dimataku. Ku alihkan pemandangan, menatap sofa kamar hotelnya.

"Ga mau cerita?" Tanya fauzi baik baik.

"Belum, bukan tidak mau." Jawab ku, berhambur duduk ke sofa.

"Selagi gue bisa ngatasin ini gue ga akan cerita. Lo udah banyak berko--" lanjutku secara ketus fauzi memotongnya.

"G.U.E S.I.A.P.A L.O?"

Aku langsung menunduk, "maaf."

"Lo pikir lo ga butuh orang lain? Sok banget ngatasin sendiri. Gue tau itu hidup lo tapi gue ga suka cara lo yang ga percaya sama gue." Nadanya tinggi.

"Gue kesini karena gue percaya lo rumah tempat gue pulang, gue balik ke kamar dulu. Gue ga mau lo marah, maaf ngeganggu waktu lo. Makasih untuk semuanya- ga selamanya persahabatan saling mengerti perasaan masing masing dan ga selamanya kita bersama suatu saat nanti kita akan pisah dan sibuk. Mungkin ini harinya. Gue pergi jaga baik baik diri lo-- kalo lo udah nemuin wanita pujaan lo segera nikahin dia inget umur vroh. Sahabat tidak akan ada namanya mantan sahabat jadi kalo lo butuh gue temuin gue dirumah Mr. Gates. Loveyoumore babe." Ku kecup pipinya lama.

"Yang harus lo percaya, gue sayang sama lo dari dulu sekarang dan nanti." Itu kata terakhirku didepan pintu.

Ada rasa bersalah saat meninggalkan fauzi, maaf aku sudah memutuskan kedepannya. Didalam dekapanmu aku bisa berfikir jernih untuk kedepannya aku akan mengikuti garis takdirku. Tuhan sudah merancangnya dengan baik namun caranya yang berbeda. Demi kakek aku mematahkan prinsipku, bismillah dengan nama allah aku melanjutkan kehidupanku. Apapun resiko yang ku tanggung akan ku hadapi.

Ku pencet bel kamarku, terbukalah dengan seseorang pria sembrono. Tanpa menoleh aku melewatinya, sikapnya begitu berbeda dia sangat manis bukan perkataannya tapi perbuatannya.

"Yuk pulang kakek sudah mencarimu, ku katakan saja kita sedang kencan. Kau sudah merapihkan pakaianmu bukan?" Tanya kennan mengikuti.

"Stop, aku ingin ganti baju!" Ketusku, kesal.

Brug, ku tutup pintu ruangan kamarku kasar, aku malas melihat wajahnya. Selesai mengganti pakaianku aku menarik koper keluar dari kamar.

Kennan melihat ku dari bawah sampai atas namun berhenti dimanik mataku, ia tersenyum aku bersumpah dihadapanku ini sangat tampan. Tapi itu tidak membuatku meleleh.

"Kenapa?" Tanyaku, "ada yang salah sama penampilanku?"

"Engga, udah yuk." Ia menarik tanganku, membawaku dalam rengkuhan lengannya.

***

"Apa kau sudah makan?" Tanyanya sambil mengendarai mobil menulusuri jalanan yang sangat ramai ini.

Aku menggeleng melihat dunia luar yang sangat ramai, seandainya keluargaku ada disini aku akan mengajaknya pergi kemanapun yang mereka suka.

"Mau makan?" Ia meminggirkan mobilnya, aku langsung menggeleng.

"Ga usah aku tidak suka makanan disini, lebih baik langsung pulang."

The Perfect Wife [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang