Keesokan harinya, Anna kembali lagi pada kegiatannya sehari-hari di rumah itu. Sementara itu Momo mulai berusaha mencari kitab sihir tersebut. Hamster kecil itu dengan mudah dan leluasa menyelinap ke dalam tempat-tempat yang sulit dijangkau. Namun ia tak kunjung menemukan kitab sihir itu.
"Harus kuakui mereka memang menyimpan kitab itu dengan baik," keluh Momo.
"Menurutku kitab itu pasti berada di antara buku-buku yang tersimpan di dalam lemari besar," duga Anna. "Pertanyaannya adalah mana di antara buku-buku tersebut yang merupakan kitab sihir?"
"Hm, kurasa aku sudah memeriksa setiap buku di lemari dan isinya memang kebanyakan buku-buku tua."
"Jangan kuatir, Momo, kita pasti akan menemukannya."
Pada suatu malam, Anna bermimpi. Dalam mimpinya itu ia bertemu dengan sesosok Kurcaci tua. Ia memiliki raut wajah yang berwibawa dan terlihat seperti sosok yang bijaksana. Kurcaci tua itu tampak sedang asyik memancing ikan di tepi suatu danau.
"Kau tahu, memancing adalah sesuatu hal yang menyenangkan dan dapat membuatmu sejenak melupakan persoalan-persoalan yang sedang kau alami," ujar Kurcaci itu.
Anna melirik ember penuh ikan milik Kurcaci tua itu. "Ya, bisa kulihat ini hari keberuntungan anda. Atau bisa kukatakan anda memang terampil dalam memancing ikan."
"Mau tahu sedikit rahasia kecil?" kata Kurcaci tua. "Ini adalah danau keramat Zaraga. Konon ikan-ikan disini adalah keturunan dari peri air, sehingga ikan-ikan itu memiliki kecerdasan tinggi. Karena itulah mereka sangat sulit untuk ditangkap. Hanya dengan sesuatu yang terbuat dari kayu Myron yang diolesi madu, ikan-ikan itu akan kembali pada kodratnya sebagai binatang, sehingga kau akan mudah untuk menangkapnya," jelasnya.
"Hm, jadi pancing itu terbuat dari kayu Myron dan kemudian anda mengolesinya dengan madu?"
"Ya, benar," jawab Kurcaci tua. "Nah, kurasa aku harus pulang sekarang. Istriku pasti sudah menunggu hasil tangkapanku ini, oh, dia memang suka sekali makan ikan. Mungkin kau bisa singgah ke rumah kami untuk makan malam. Kau tahu? Istriku pandai sekali memasak."
"Oh, tidak terima kasih. Aku masih punya banyak pekerjaan yang harus kulakukan." Anna terdiam. "Hanya saja aku tak yakin dapat menuntaskannya."
Kurcaci tua tersenyum. "Yakinlah, nak. Aku tahu kau memiliki bakat terpendam. Selalu akan ada jalan, bagi siapa saja yang punya kemauan kuat. Percayalah."
"Oh ya, siapakah nama anda?"
"Orang-orang memanggilku Rathazar."
Begitulah mimpi yang dialami Anna. Keesokan harinya, Anna menceritakan mimpinya tersebut pada Momo, dan ia tampak terkejut mendengarnya.
"Apakah kau tahu siapa Rathazar itu?"
Anna menggelengkan kepala. "Siapakah dia?"
"Rathazar adalah salah satu penyihir paling sakti yang pernah ada di Dunia Bawah! Dan kurasa ia berniat untuk membantumu, Anna."
"Kitab yang kita cari, itu pasti kitab yang ditulis oleh Rathazar!"
"Ya, mungkin saja. Tapi tak ada satu pun buku-buku itu yang mencantumkan namanya. Ingat-ingatlah kembali mimpimu, Anna. Rathazar pasti telah memberikanmu suatu petunjuk."
Anna mencoba mengingat-ingat mimpinya kembali dan sontak ia terbelalak. "Kayu Myron!" pekiknya.
"Kayu Myron?" Momo terheran-heran.
"Momo, kita harus ke hutan sekarang untuk mencari kayu Myron."
"Baiklah, kurasa aku tahu dimana kita harus mencarinya. Ikuti aku, Anna."
Kedua sahabat itu bergegas menuju hutan. Dan tak berapa lama mereka menemukan pohon Myron. Dengan hati-hati, Anna memanjatnya lalu kemudian memotong dahannya. Setelah mendapatkan potongan kayu Myron, mereka segera kembali ke rumah. Anna lantas mengolesi kayu Myron itu dengan madu.
"Ayo, sekarang kita cari kitab sihir itu dengan bantuan kayu Myron ini."
Anna berdiri di depan lemari buku yang besar itu seraya mengacungkan dan mengarahkan potongan kayu Myron ke setiap buku. Dan sejurus kemudian ia terbelalak. Salah satu buku itu tiba-tiba terlihat bersinar-sinar.
"Astaga!" Momo terpana.
"Kita berhasil menemukan kitab itu, Momo."
Belum hilang rasa keheranan mereka, tiba-tiba potongan kayu Myron yang dipegang Anna ikut bersinar-sinar pula. Dan perlahan-lahan kayu itu berubah bentuk menjadi sebuah tongkat ajaib yang indah. Anna hampir-hampir tak dapat memercayainya.
"Wow, ini benar-benar suatu keajaiban," serunya, takjub.
"Apakah tongkat sihir itu berfungsi?" Momo penasaran.
"Well, mari kita cari tahu." Anna mengarahkan tongkat sihir ke arah Momo sambil menggoyang-goyangkannya. "Ubah wujud hamster ini menjadi ular!"
Momo cepat-cepat menghindar. Tapi tak terjadi apa-apa. "Hei, bisakah kau lebih hati-hati dengan benda itu? Itu bukan mainan, oke."
Anna tertawa geli. "Maaf, aku cuma bercanda. Hm, ternyata tongkat sihir ini belum berfungsi."
"Sekarang mari kita lihat kitab sihir itu." Anna mengambil buku yang tadi tampak bersinar-sinar itu dari dalam lemari dan mulai memeriksanya.
"Memang tak terlihat seperti kitab sihir," gumam Momo. "Apa isi tulisan dalam kitab itu, Anna?"
"Aku tak melihat sesuatu seperti mantera-mantera sihir disini, ataupun petunjuk untuk mempraktekkan sihir." Anna membolak-balik halaman kitab. "Kitab ini hanya berisi puisi-puisi, yang menceritakan kisah-kisah kebajikan. Dan memang harus kuakui bahasanya sangat indah."
"Kita harus mencari tahu bagaimana cara kerja kedua benda itu." Momo tampak berpikir. "Dan rasanya aku pernah mendengar bahwa para penyihir memang senantiasa menuliskan mantera-mantera sihir secara terselubung agar tak jatuh ke tangan yang salah."
"Jadi puisi-puisi itu..." Anna mulai memahaminya.
"Ya, tidak salah lagi! Semua puisi itu adalah mantera terselubung. Hafalkanlah puisi-puisi itu, Anna. Hanya dengan cara itulah kau akan bisa mengaktifkan tongkat sihir."
Anna mengangguk dan tersenyum. "Pernahkah ada yang bilang bahwa kau hamster yang cerdas, Momo."
Mulai saat itu, hampir tiap malam Anna senantiasa membaca puisi-puisi di dalam kitab dan mencoba untuk menghafalkannya satu demi persatu. Memang itu tak mudah dan butuh kesungguhan. Namun bayangan kedua orang tuanya dan keinginan kuatnya untuk pulang membuat Anna semakin termotivasi untuk menyelesaikan pembelajarannya tersebut. Dan ketekunan Anna membuahkan hasil. Perlahan tapi pasti ia mulai mampu menghafalkan puisi demi puisi. Tak terasa waktu berjalan dengan cepat. Di setiap waktu senggang, tiada yang Anna lakukan kecuali belajar menghafal dan menghafal.
Sampai pada akhirnya Anna merasa ia telah mampu menghafalkan seluruh puisi di dalam kitab. Pada suatu malam, dirapalnya puisi-puisi itu di luar kepala seraya tangannya menggenggam erat tongkat sihir. Lama ia merapal puisi-puisi itu, sesuatu mulai terjadi pada tongkat sihir. Di ujung tongkat itu mulai tercipta bulatan batu kristal. Mula-mula kristal itu bercahaya redup, namun seiring Anna merapal puisi lebih jauh, kristal di ujung tongkat itu bercahaya semakin terang dan menebarkan hawa gaib yang berhembus kencang memenuhi ruangan tersebut. Dengan khidmat, Anna terus merapal puisi demi puisi hingga tanpa terasa ia telah sampai pada bagian terakhir.
Anna membuka matanya begitu ia selesai merapal puisi terakhir. Digenggamnya erat-erat tongkat ajaibnya dan ia segera merasakan kesejukan yang menjalar di seluruh tubuhnya. Ada sesuatu yang berbeda yang ia rasakan pada dirinya saat ini. Sesuatu yang berkisar pada kekuatan dan keajaiban.
"Apa yang kau rasakan, Anna?" tanya Momo.
Anna tersenyum. "Aku tak pernah merasa sebaik ini sebelumnya. Bersiaplah, Momo, temanku. Hari kebebasanku kini telah tiba."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dreamland
FantasyAnna, gadis cilik berusia sebelas tahun adalah anak yang bandel. Hingga pada suatu ketika, sepasang makhluk dari dimensi lain menculiknya dan membawanya ke negeri antah berantah untuk dijadikan budak. Anna merasa tersiksa dan mulai menyadari peranga...