(Arga's POV)Aku merasakan seseorang sedang membuka selimutku lalu menepuk bahuku pelan. Yahhh...siapa lagi kalau bukan Chandra,
"Ga, mama sama papa mau kerumah nenek, lo ikut gak?" tanyanya lalu menghidupkan televisi kamarku.
"Hmmm... lo ikut juga gak?" tanyaku balik sambil membuka mata lalu duduk dan meneguk segelas air putih yang kutaruh diatas nakas.
Chandra hanya mengedikkan bahunya mendengar pertanyaanku kemudian ia meloncat keatas kasurku,
"Sebenernya gue pingin sih, tapi males. Ada Bram, tapi kalo lo ikut gue juga ikut sekalian kemakam ayah sama bunda."
Aku berpikir sejenak, ikut-tidak ikut-tidak-ikut...tidak-ikut...tidak! "Gue nggak ikut. Gue lagi males perang sama bocah gila. Mama sama papa berangkat jam berapa?" Ya... perlu diketahui bahwa aku, Chandra dan Bram, kami masih dalam satu keturunan hanya saja kami-aku dan Chandra tidak terlalu akrab dengan Bram. Karena? Dia selalu ingin memiliki apa yang kupunya dan selalu mencari masalah dengan saudara-saudaranya.
Tok tok tok
"Arga buka pintunya."
Terdengar suara ketukan pintu lalu diikuti suara khas papa dari balik pintu kamarku, "Iya bentar pa." seruku dari dalam kamar lalu berjalan membuka pintu kamar.
"Lima belas menit lagi papa sama mama mau kerumah nenek, kamu sama Chandra mau ikut?" tanya papa dengan suara khasnya seusai aku membuka pintu kamar yang kujawab dengan gelengan kepala.
"Yakin? Disana ada Bram loh." tanya mama berusaha mengajakku sambil memasang jam tangannya.
"Emang mama sama papa mau lihat kita bertiga perang dingin?" tanyaku dan Chandra serempak, entah sejak kapan Chandra bergabung dalam obrolan kami.
Mama hanya mengedikkan bahu setelah mendengar pertanyaan kami lalu merangkul pinggang papa dari belakang. "Ya sudah kalo kalian gak mau ikut, dirumah gak ada makanan, tadi mama belum sempat masak. Kalo kalian mau makan, beli aja diluar."
"Honey, udah jam 8 kurang nih, kita berangkat yuk. Arga Chandra, papa sama mama berangkat dulu ya.." ucap papa genit sambil membalas rangkulan mama kemudian mengedipkan sebelah matanya kearahku dan Chandra, berniat menunjukkan keromantisan mereka diahadapan kami, lalu berjalan menuruni tangga menuju garasi
"Ya ma, pa, hati-hati ya." Kata Chandra sambil melambaikan tangannya kepada mama yang diikuti seruan kerasku dari dalam rumah, "Jangan lupa oleh-olehnya!" tambahku.
Chandra terkekeh geli melihat tingkah laku kedua orangtua kami lalu berjalan membuntutiku masuk kedalam kamar dan mengambil gitarnya yang semalam ia taruh diatas meja belajarku.
Aku memperhatikan Chandra yang sedari tadi ribet memainkan gitar kesayangannya dengan kedua tangan yang salah satunya retak, bagaimana tidak, beberapa hari yang lalu Chandra diserempet becak hingga menyebabkan tangan kirinya retak.
"Ahhhh ribet, nyerah gue, cuma gara-gara becak gue gak bisa main gitar." teriak Chandra frustasi sambil memperhatikan tangan kirinya yang dibalut perban.
Akhirnya nyerah juga itu bocah, "Udahlah, ntar juga sembuh, sabar aja yeeee." godaku yang terdengar seperti mengejek.
"Hmmm." Gumamnya pelan, "Eh gimana perkembangan lo?" tanya Chandra antusias.
Aku yang mendengar pertanyaannya hanya menautkan salah satu alisku tanda bahwa aku kurang faham dengan pertanyaannya. "Perkembangan apa?" tanyaku balik.
"Ya sama cewek yang kemarin lo jadiin target," jawabnya. "Gue kenal sama dia. Namanya Naya dia anak kelas 11 IPS 3, dia anak pindahan dari Surabaya, gue kemarin abis ketemu sama dia waktu main kerumah Ghani.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Player Heart [Slow Update]
Teen FictionSeharusnya aku mempercayai karma. Seharusnya aku mendengarkan pesan Nindy yang disampaikannya lewat mimpi itu. Seharusnya aku membuka mataku untuk melihat masa masa indah yang telah kita lewati. Seharusnya aku tak boleh mempermainkannya setelah aku...