Not Even A Single Copy

190 2 1
                                    

Yoongi & Jimin
.
.
.
.

Tiba-tiba saja sedetik yang lalu Yoongi menyadari hal ini;

Ternyata Park Jimin tidak ada kopiannya di mana pun.

Maksud Yoongi, tentu saja ada banyak orang yang juga punya kepribadian ceria, menyenangkan, dan lain-lain-tapi tetap tidak ada yang sama persis seperti Park Jimin yang kini sedang berjarak ribuan kilometer darinya.

Yoongi baru menyadari hal itu ketika ia sedang menghabiskan waktu luangnya di sebuah cafe tengah kota. Entah karena lagu yang tengah melantun adalah kesukaannya bersama Jimin atau ia memang sedang merindukan pemuda itu-Yoongi refleks membuang pandangannya ke luar jendela, mencari-cari sosok Jimin di dalam orang yang sedang berlalu-lalang. Ia kira ia akan menemukan rasa tenang yang serupa melalui mereka, namun nyatanya semua orang tampak sama; tanpa nyawa. Bukannya Yoongi yang kelewat bias atau bagaimana, tapi Jimin memang telah membuatnya merasakan itu semenjak kali pertama mereka bertemu. Dan Yoongi yakin bukan hanya dirinya yang merasakan itu, terbukti dari jumlah panggilan masuk yang Jimin terima dari teman-temannya. Mereka semua punya tujuan yang sama; menceritakan masalah mereka pada Jimin atau sekedar ingin bertemu dengannya agar bisa mengembalikan mood. Energi Park Jimin memang sekuat itu, dan hal itu yang menjadi alasan mengapa Yoongi ingin selalu dekat dengannya. Sementara itu sampai sekarang Yoongi sendiri juga masih tidak mengerti apa kiranya yang menjadi alasan Jimin mau-mau saja hidup bersamanya. Maksudnya, mereka memang sering menghabiskan waktu bersama dan Yoongi selalu berusaha membuat Jimin nyaman, tapi tentu saja ada banyak orang yang juga bisa melakukan hal yang sama persis. Jimin bisa-bisa saja pacaran dengan artis Hollywood atau model top dunia atau siapa pun yang lebih baik darinya-mengingat Jimin memang kenal beberapa dari mereka, dan lagipula siapa yang tidak mau dengan Park Jimin?-tapi kala Yoongi mengajaknya hidup bersama dua tahun yang lalu, tanpa ragu Jimin menyetujuinya.

Yoongi sering menanyai Jimin akan hal itu, namun biasanya Jimin hanya akan tertawa kecil dan menggeleng pelan menanggapinya. Dan memikirkan itu saat ini benar-benar membuat Yoongi rindu suara tawa itu. Sungguh, Yoongi bukan tipe yang bakal bilang secara terang-terangan kalau ia sedang merindukan seseorang. Mereka bahkan pernah membuat kesepakatan; kalau Yoongi menelepon, artinya ia sedang merindukan Jimin dan Jimin harus mengatakan setidaknya sepatah kata karena-kautahu-supaya Yoongi tahu ia masih hidup atau tidak. Keduanya sama-sama tahu Yoongi bukan jagonya untuk urusan berkata-kata, makanya keputusan itu terbentuk. Jimin juga tampak sama sekali tidak keberatan, ia akan menyapa Yoongi dengan suara khasnya setengah detik setelah mengangkat telepon.

Sudah dua hari Yoongi tidak menelepon Jimin. Dan bukan, bukan karena ia tidak rindu pemuda itu, hanya saja ia terlalu sibuk oleh pekerjaannya di sini. Kalau boleh jujur, sebenarnya Yoongi merindukan Jimin setiap detik-oh, salah-setiap milidetik di setiap harinya. Tapi konyol juga 'kan kalau Yoongi meneleponi Jimin sepanjang hari? Teringat bahwa waktunya sedang luang saat ini, Yoongi langsung menekan angka 2 tanpa berpikir panjang sampai akhirnya ponselnya terhubung dengan milik Jimin.

Dua deringan dan panggilannya diangkat.

"Halo?"

Senyum kecil tersungging di bibir Yoongi kala ia mendengar suara itu. Tapi tampaknya Jimin sedang sibuk di sana, tertebak dari cara bicaranya yang cepat sekali sementara ada suara berisik kertas dibolak-balik yang sedikit mengganggu pendengarannya.

"Mengganggu?"

"Um-tidak. Kenapa?"

Yoongi terdiam. Mendengar kata 'kenapa' terucap, Yoongi jadi bingung sendiri. Ia tidak tahu kenapa ia menelepon Jimin, makanya dia tidak menjawab dan hanya diam menunggu Jimin berkata-kata lagi.

"Hei? Yoongi?"

"Ternyata kamu tidak ada kopiannya di mana pun, tahu." Kata Yoongi cepat. Sedetik kemudian suara kertas yang dibolak-balikkan itu tidak terdengar lagi.

"....hah?"

"Kenapa? Aku cuma kasih tahu."

"Kamu mabuk, ya?" Suara Jimin mencak-mencak di sana, "istirahat, Yoongi. Tidak perlu menelepon kalau tidak terlalu penting."

"Hei, dengar," Yoongi memotong cepat, "pertama, aku tidak mabuk, Jimin. Kedua, ini penting karena aku baru saja memberitahumu penemuan baruku."

"O...kay." Jimin kedengarannya agak bingung. "Kalau tidak keberatan, tolong bisa jelaskan 'penemuan baru'-mu itu?"

"Kamu tidak ada kopiannya di mana pun."

"Kenapa bisa begitu?"

"Ya karena memang tidak ada kopiannya." Yoongi jadi agak kesal. Kok Jimin tidak kunjung mengerti?

Suara tawa dari seberang sana. Mendengar itu, mau tidak mau Yoongi tidak jadi kesal.

"Aku juga punya penemuan lama." Kata Jimin tiba-tiba setelah tawanya berhenti.

"Apa?"

"Kamu juga tidak ada kopiannya di mana pun."

Yoongi mengerutkan alis bingung, seingatnya ia pernah bertemu setidaknya sepuluh orang yang punya sifat sama persis seperti dirinya.

"Mau tahu lagi, tidak?"

Yoongi agak ragu, tidak biasanya Jimin suka main teka-teki macam ini. Namun akhirnya ia menjawab pelan, "apa?"

"Itu yang jadi alasan Park Jimin menyutujui ajakan Min Yoongi waktu itu."

Jeda sebentar. Tampaknya Jimin menunggu Yoongi menanggapi, namun yang ditunggu ternyata sedang membeku di tempatnya. Maka Jimin melanjutkan, "mau dicari sampai ke ujung dunia atau mengitari bumi seratus kali juga tidak akan bertemu yang sama persis sepertimu, Gi."

Jeda lagi.

"Yoongi?"

"Oh, ya, ya," Yoongi buru-buru menjawab. Tangannya sudah basah oleh keringat karena gugup. Kedengarannya memang bodoh, tapi Yoongi begini gara-gara Jimin menunjukkan sikapnya yang agak tidak biasa barusan. Jimin memang bisa membuat orang lain merasa nyaman, tapi baru kali ini Yoongi tahu Jimin juga bisa membuat orang lain merasa gugup. Sungguh, setelah bertahun-tahun mengenal Jimin, ini pertama kalinya bagi Yoongi mendengar Jimin mengatakan sesuatu yang-uhm-romantis.

"Kamu mau bicara lagi atau...?"

Yoongi diam lagi. Ia memang sedang tidak mau bicara saat ini, karena ia tahu Jimin akan melanjutkan.

"Oke, jadi aku memang tidak pernah mengatakannya. We both suck at words, deal with it. Tapi kamu harus tahu bahwa aku menyutujui ajakanmu waktu itu karena-yah, kamu tahu di dunia ini ada yang namanya cinta-dan aku merasakannya. Maksudku, aku juga manusia, Yoongi. Aku merasakan itu. Maksudku, aku mencintaimu. Dan itu cukup bisa untuk jadi alasan."

Yoongi semakin tidak bisa berpikir. Kepalanya dipenuhi tulisan 'wow Jimin mencintaiku' dan ia mulai bingung mengapa alasan itu tidak pernah terpikirkan olehnya sedari dulu.

"Aku cinta Min Yoongi dan dia tidak ada kopiannya di mana pun." Kata Jimin lagi. "Jadi jangan suka ragu lagi, Gi."

Untuk saat itu Yoongi merasa ingin memesan tiket pulang dan segera sampai di rumah. Terbayang olehnya wangi cologne Jimin, senyuman hangat milik pemuda itu, serta hangatnya rumah kala ia berpijak di atasnya nanti.

"Aku juga." Yoongi akhirnya bersuara. Ia tidak boleh melewatkan kesempatan ini, bukan?

"Juga apa?"

"Jangan pura-pura bodoh, Jim."

"Hei, aku benaran tidak tahu!"

"Ya sudah pikirkan saja sendiri, ya."

"Baiklah."

Mereka sama-sama terdiam sejenak.

"Jimin," Yoongi memanggil dan Jimin menggumam pelan sebagai sahutan. "Bukan apa-apa. Aku cuma senang bertemu denganmu."

"Aku juga."

"Juga apa?"

"Pikirkan saja sendiri, ya."

Yoongi tertawa mendengarnya. Sementara Jimin hanya tersenyum kecil di seberang sana.

"Aku juga mencintaimu, Jim."

Fin.

-lily-

BTS FANFICTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang