A Week Without You

1.2K 21 6
                                    

Kemarin siang, aku tidak jadi ikut makan siang dengan bu Laila dan Evand. Aku ingin pulang. Aku langsung kabur pulang tanpa sepatah-katapun untuk Evand. Evand terlihat sangat bingung dengan kelakuanku. Ah, seharusnya aku yang bingung dengan kelakuan dia. Aku sudah terlanjur sangat malu padanya dan juga, pada bu Laila.

Ini hari Rabu pagi, dan aku tidak masuk kerja. Dari kemarin siang sebenarnya. Dan Evand tak berusaha menghubungiku. Sial. Aku berharap terlalu lebih.

Handphone-ku bunyi.

Bu Laila.

"Ya, hallo bu? Ada yang bisa saya bantu?"

"Hanna kamu dimana? Kenapa hari ini nggak masuk? Kamu sakit? Aduh, Evand-nya lagi di Bangkok pula,"

"Saya cuma agak nggak enak badan bu... Kemarin sore maag saya kambuh. Mungkin karena tidak makan siang dan paginya hanya sarapan yoghurt. Apa hubungannya dengan Pak Evand, bu?"

"Ah kamu ini kenapa, Han. Apa Evand nyakitin kamu? Kemarin juga kata Evand kamu langsung nyelonong pulang tanpa bicara apa-apa. Maafin saya ya... Seharusnya saya tidak usah masuk ke ruangan kamu. Evand seharusnya ngunjungi kamu dong. Tapi dia ada kerjaan disana seminggu ini. Kamu seharusnya udah tau dong buat apa,"

"Saya nggak apa-apa kok bu. Bu Laila tau sendiri maag saya ini udah kronis, jadi ya gini... Nggak kok bu... Kejadian semalam itu...murni kesalahan saya kok. Saya tidak ingin mengganggu pekerjaan Pak Evand bu. Lagian kami ini kan tidak ada hubungan apa-apa,"

"Ah kamu ini. Nggak mungkin Evand mau melakukan itu kalau bukan dengan wanita yang dia sayang. Tapi ya, Evand itu cepat sayang sama orang. Tapi sekalinya udah sayang banget ya bakalan gini ni. Dan hati-hati deh, dia nggak bakalan ngelepasin kamu. Hahaha saya jadi nakutin kamu gini. Bener kan, kata saya tempo hari. Kamu sama Revand bakalan cocok. Yaudah, kamu take a rest a whole day ya. Ohiya, rekaman CCTV ruangan kamu kemarin siang udah saya amankan kok. Saya udah antisipasi supaya tidak ada skandal. Jangan lupa makan. Bye-"

Telefon kami terputus.

Rekaman CCTV. BODOH! BODOH! BODOH! HANNA KAMU BODOOOOOH!

Dan...seminggu ya. Meski kami tidak berpacaran atau apapun itu...seminggu tampaknya akan menjadi minggu yang amat panjang bagiku.

***

MALAM MINGGU. Aih.

 Dika, lo lagi dimana?

Sent.

Sepuluh menit... Dua puluh menit...

Gue lagi dikosan kak. Kenapa? Ooh gue peka ni. Pasti ngajakin ngopi deh. Hehe.

Adik sepupu gue yang satu ini memang peka. Coba aja semua lelaki didunia ini peka. Apalagi lo, Van.

Iya nih. Gue mati kebosanan. Lo jemput gue dong. Gue kan mau juga peluk-pelukan naik motor sport , meski pelukan sama adik sendiri. Gue traktir pastinya. Jangankan kopi, lo mau bungkus buat bekal sebulan kedepan juga gue jabanin.

Oke. Gue...miris banget.

Okedeh kakakku yang cantik. 15 menit lagi gue sampai deh. Dandan yang cantik ala remaja masa kini ya kakak! Moah!:*

APAAA? Dandan yang cantik ala remaja masa kini? Adik sepupuku yang satu ini selalu begitu.

Bandung yang tadi sore dihujani air dari langit selama hampir dua jam, membuat suasana malam minggu ini terasa sangat sejuk. Amat sejuk.

Aku memakai kaos polos lengan pendek Giordano berwarna dongker, plaid t-shirt Roxy lengan panjang warna putih-merah-hitam-dongker yang lengan panjangnya kulipat sampai setengah lengan, jeans levi's diatas lutut dongker, dan kets Converse berwarna merah. Rambutku kuikat asal "ala remaja masa kini". Dan hanya mengenakan bedak tipis dan lipgloss cherry. Sudah seperti 17 tahun saja aku ini.

"Hai kakak cantik! Hihihi aku linglung beneran. Kirain temen satu kuliahku tadi. Hihi..." goda Dika yang mengenakan kaos oblong berwarna biru tosca yang membalut tubuh nya yang jujur saja... dia six-packs. Dengan celana jeans levi's dongker selutut, dan kets converse hitam. Tak lupa jam tangan sport Puma dan motor kawasaki ninja ZX-6R warna Pearl Flat Stardust White.

"Siaaap berangkaaat!" seruku sambil memeluk Dika dari belakang. Aku dan Dika yang terpaut 6 tahun ini memang sangat dekat. Dan kalau orang melihat, kami sudah seperti pasangan kekasih. Padahal aslinya? Dika ini orangnya asik sekali, dan juga humoris. Aku selalu betah dengannya. Dan dia, sudah setahun lebih ini menjomblo. Dan dia adalah sasaran empuk untuk diajak bermalam-mingguan ria.

***

Sesampainya di cafe biasa tempat aku ngopi dengan Dika, kami berdua menyapukan pandangan ke seluruh cafe dan... FULL. Papan 'reserved' terdapat dibeberapa meja. Ah, sial! Kenapa mengenaskan dan nista sekali malam minggu kami kali ini.

"Dika, terus ini gimana dong? Lo punya rekomendasi tempat lain nggak? Gue ngikut deh," ucapku pasrah. Gelak tawa disalah satu meja paling pojok yang berisi kira-kira 15 orang, mengalihkan pandanganku. Dia?

Itu kan Ardi. Dan teman-temannya. Wah, tapi tanpa Etha. Kuabaikan sajalah.

"NAAAH! Pangsit bakar!!! Baru buka sih kak. Tapi jamin wuenaaak!" seru Dika sambil menggandeng tanganku keluar dari cafe itu. Kami menaiki motornya Dika dan segera meluncur ke tempat dimanapun itu berada.

Tempat makannya baru buka. Banyak sekali anak-anak remaja yang duduk-duduk santai sambil makan dan ada juga yang merokok. Hm. Remaja zaman sekarang. Aku dan Dika mengambil posisi duduk diluar. Lebih santai dan anginnya sepoi.

"Pangsit bakarnya dua, jus stroberi satu, sama italian sunrise soda nya satu, dan gak pake lama ya, Mas," ucap Dika. Waiters itu tersenyum dan mengangguk dan segera berlalu.

"Enak juga sih tempatnya..."

"Iyadong, kan gue yang milih. Udah hampir dua bulanan juga ya kak, kita nggak jalan malam minggu gini. Gue sih berharapnya gak perlu malam minggu-malam minggu lagi sama kakak,"

"Loh kok gitu? Tega abis."

"Ih bukan gitu kak. Kapansih kakak bener-bener mau nyari suami? Nggak capek nggak lelah hidup sendiri? Aku tahun depan udah wisuda loh kak. Terus habis itu aku ambil S2 ke Munchen. Terus kakak mau malam mingguan sama siapa lagi?"

"Sama... Daffa bisa kok." Daffa itu, adik sepupuku yang paling kecil. Usianya masih 6 tahun.

"Hahahahahahaha kakak ini aneh-aneh aja... Tahun depan si Daffa baru masuk SD kali kak."

"Yaudah, tiap malam minggu gue malam mingguan bareng Daffa ke Trans Studio. Nggak rempong kan?"

"Ih lo tu dibilangin emang paling susah ya kak. Kak, gue serius ini. Lo meski benar-benar mencari pendamping yang baik yang serius. Lo nunggu apalagi? Kehidupan lo itu udah nyaris hampir almost sedikit lagi completed kak. Kalo digame ya, udah 99,5%. Tapi gak bisa tamat, kalo lo nggak kunjung-kunjung dapet jodoh. Gitu."

"Ah lo rese banget!"

"Kak, gue serius. Sekarang? Belum ada lelaki yang lagi pdkt sama lo gitu kak? Aduh gue bingung. Kalo lo bukan kakak sepupu gue ni ya, pasti lo udah gue booking dari lahir! Lo itu kurang apasih kak. Gue nggak ngerti."

"Segitunya ya gue."

"Nah, mungkin lo itu terlihat terlalu sempurna, jadi para-para pria itu mikir buat deketin lo. Karena mereka paham, pasti standar lo tinggi."

"Kita udah sering ngomongin hal beginian, please."

Pesanan kami datang, dan kamipun menghabiskan pesanan kami, lalu bercerita tertawa bercanda bersama sampai hari sudah menunjukkan pukul 22.45. Lalu Dika pun mengantarkan aku pulang ke apartemen.

Dan anehnya, disaat Dika sedang mengantarkanku sampai depan pintu masuk gedung apartemen, seperti ada yang mengawasi kami dari jauh. Entah itu perasaan saja atau apapun.

***

It's All About HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang