Tears

1K 23 11
                                    

Setelah keluar dari bathtub, aku dan Evand segera mengenakan pakaian kami. Setelah ini aku harus ke hotel mengecek keadaan hotel dan Evand masih harus ke tempat fitness terlebih dahulu.

Aku berhenti sejenak menimbang-nimbang tentang... kejelasan hubungan yang kami bina saat ini. Hubungan macam apakah ini.

"Van?"

"Ya sayang?"

"Sekarang ini, status kita apa?"

"Status akusih... mencintai kamu."

"Kamu gak serius."

"Aku serius. Udah deh jangan fikirin itu dulu ya sayang. Aku berangkat duluan ya," pamit Evand sambil mengecup bibirku. "Lipgloss strawberry," lanjutnya sambil tersenyum simpul. Lalu dia berlalu menuju keluar apartemenku.

Aku bingung dengan sikap Evand. Dia kenapa mengelak ketika aku mempertanyakan kejelasan hubungan kami saat ini? Apa dia hanya main-main atau bagaimana? Bagaimana bisa aku hidup tenang jika dia begini. Aku belum pernah diperlakukan dengan pria lain seperti ini sebelumnya.

Aku mengenakan celana kerja warna coklat muda panjang, atasan kemeja tak berlengan warna hijau tosca muda, serta tas warna coklat muda, dan high heels 5cm warna tosca muda senada dengan kemejaku. Dan aku..... merasa jauh terlihat lebih cantik setelah apa yang terjadi bathtub tadi.

Aku membayangkan hal-hal yang kami lakukan bersama tadi. Dan jujur, it was amazing.

***

Sepulang dari kantor, aku membelokkan mini cooper chili red-ku ke area parkiran Paris Van Java. Aku ingin nonton film sendirian... Karena aku tidak ada ide siapa yang bisa aku ajak untuk nonton bersama.

Aku melihat banyak pasangan lalu-lalang. Lah iya, namanya juga hari minggu. Bukan hanya pasangan muda-mudi maupun yang tua, keluarga-keluarga pun banyak yang memilih untuk menghabiskan hari minggu ini bersama disini.

"Hanna!" seru seorang wanita dengan antusias yang jaraknya hanya kira-kira 5 meter dariku. Dia sedang...hamil kira-kira 5 bulan dan menggandeng dua anak kembar yang cantik-cantik di tangan kiri dan kanannya. Itu Kayla. Teman dekatku sewaktu SMA kelas 1, sebelum dia pindah mengikuti pekerjaan papanya ke Jayapura.

"Kayla kan?" jawabku ragu-ragu lalu berjalan mendekatinya. Wanita itu tersenyum mengembang dan menyuruh kedua anak kembarnya untuk pergi ke ayah mereka yang berdiri dengan tas berisi peralatan anak-anak mereka itu.

"Ya ampun gak nyangka gue bakalan ketemu lo disini Han!" seru Kayla antusias. Wajah seorang ibu hamil yang cerah itu terpampang nyata dan membuat aku pangling melihat Kayla yang sekarang. Dia tidak seperti terakhir kali aku melihatnya, di acara akad nikahnya di Bali, 5 tahun yang lalu. Dia lebih gemuk. Dan wajahnya ituloh, sangat cerah. Cerah yang tidak bisa diberikan oleh obat-obat kecantikan.

Kami melepas rindu dengan cipika-cipiki dan saling berpelukan. Aku dapat merasakan besarnya perut Kayla sekarang. Dan bayi yang berada dikandungan Kayla... Ah... Alangkah bahagia sekali kehidupannya Kayla ini... Dengan suami berparas Timur Tengah, anak-anak yang lucu... Ah... Kapan aku akan merasakannya.

"Gue pangling banget ngelihat lo Kay. Ya ampun... Semangat bangetya buat nambah momongannya... Lo emang beruntung Kay," ucapku sambil mengelus perut buncitnya Kayla. Kali-kali aja nular ke rahimku...

"Gue dong yang paling bangetngetnget pangling ngeliat lo Han. Kenapasih lo makin berumur malah makin cantik. Muka lo itu ga pernah menua. Selalu kaya muka anak umur 17an. Aduhduh gue iri pokoknya," goda Kayla sambil mengarahkanku untuk mencari tempat duduk agar kami bisa reuni colongan dengan leluasa.

"Suami lo hebat ya. Lelaki zaman sekarang jarang yang mau jalan bareng sama keluarganya kaya gini," pujiku sambil melirik suaminya Kayla yang sedang sibuk menolak permintaan-permintaan manja kedua buah hati mereka.

"Lo kapan nyusul ih. Gue nunggu undangan akad nikah lo tapi gak kunjung-kunjung tiba. Lo nyari apalagi sih Han. Sebutin deh apa yang lo nggak punya. Ya itu. Cuma pendamping hidup..." ujar Kayla yang makin membuatku iri padanya. Aku masih ingat betul 5 tahun yang lalu aku meledeknya karena menikah terlalu cepat. Tapi sekarang?

"Belum ada yang pas Kay... Kalo udah ada yang pas, langsung gue bawa ke Papi Mami deh," jawabku sambil tersenyum.

Obrolan sekitar 15 menit ini tiba-tiba terhenti. Aku melihat sebuah sosok yang tak asing lagi akhir-akhir ini. Revand Galih Fahreza. Dan dia bersama seorang wanita. Wanita itu dirangkulnya, DAN DIA MENGECUP MESRA PIPI WANITA ITU! Dan mereka tertawa bersama sambil masuk ke sebuah toko arloji.

"Kay, gue duluan ya. Gue sebenarnya mau ketemuan sama temen," pamitku.

"Temen atau calon nih?" godanya.

"Haha entahlah Kay. See you next time ya! Salam buat suami lo ya. Byeeee!" aku lalu berjalan cepat ke arah toko arloji tadi.

Aku melihat Evand dan wanita itu sedang duduk dan dilayani oleh sang pegawai toko arloji. Aku mengeluarkan handphone ku dan mengim pesan.

Evand sayang, kamu dimana? Bisa nemenin aku nonton?

Sent.

Aku melihat Evand membaca pesanku itu. Tapi dia tidak membalas pesanku itu. Lalu aku menelfon Evand. Dan handphone Evand berbunyi, dan dia me-reject panggilan pertamaku. Lalu aku coba menelfonnya lagi dan aku melihatnya minta izin untuk mengangkat telfonku itu keluar. Dan aku yang sedang berdiri tepat dipintu masuk toko itu, benar-benar membuat Evand kaget setengah mati, kikuk, dan salah tingkah.

"Hai Pak Evand. Saya kira tadi saya salah lihat orang. Tapi ternyata mata saya belum buram. Maaf ya pak saya mengganggu. Hanya ingin memastikan saja. Permisi Pak," ucapku sambil membalikkan badanku dan berjalan cepat ke arah manapun itu.

Evand mengejarku. Ah lelaki didunia sama saja. Dia tak begitu berbeda dengan mantan kekasihku 2 tahun yang lalu. Aku memergokinya secara tak sengaja juga sedang jalan dengan wanita lain disalah satu pusat perbelanjaan. Padahal kami sudah berpacaran selama setengah tahun.

Ingin rasanya aku membalas dendam pada pria. Aku ingin merasakan bagaimana rasanya bisa mempermainkan hati dan perasaan mereka disaat mereka sedang sayang-sayang dan cinta-cintanya dengan kita. Tapi aku masih punya hati. Dan otak.

Ternyata besar langkahku tak sebanding dengan kekuatan Evand yang mengejarku dibelakang. Tampak pandangan-pandangan orang sekeliling kami yang memperhatikan kami bak bintang sinetron FTV dan mencari-cari dimana para crew nya.

"Hanna... Sayang.... Han... Hanna sayang... Sayangku... Sayang dengerin aku... Han dengerin aku dulu... Hanna please... Han kita harus bicarakan ini baik-baik dulu... Han kamu salah paham... Han gak seperti yang ada pikiranmu sayangku... Han hei berhenti sebentar dong..."

PLAKKKK!!!

Aku menampar putra bungsu keluarga Fahreza. Aku mendaratkan tamparan keras yang membuat tanganku kesakitan. Tapi aku tak peduli. Air mata sudah menetes satu-persatu dari pelupuk mataku. Aku berjalan lebih kencang lagi menuju mobilku. Tapi apa daya. Tiba-tiba tubuhku sempoyongan dan dunia terlihat sangat buram. Dan aku pingsan... Aku sempat melihat Evand meletakkan ku dipangkuannya sebentar sebelum aku benar-benar tak sadarkan diri. Sial.

***

Aku berada di rumah sakit. Aku yakin betul. Karena seharian ini aku belum makan, dan malah menyiksa batinku sendiri dengan persoalan hari ini yang terjadi dihadapanku, tubuhku tak sanggup dan aku-pun drop. Aku sudah bisa mendiagnosa kenapa aku disini. Ini bukan yang pertama kalinya. Saat kelas 12 SMA, frekuensi aku masuk rumah sakit malah menjadi sangat sering karena stres akan UN, bimbel, dll dan jarang makan. Ini sudah seperti kebiasaan bagiku.

Samar-samar aku melihat bayangan Evand sedang tertidur disampingku. Aku melihat ke arah jam dinding. Pukul 21.37. Berarti aku sudah tidak sadar cukup lama. Tangan kanan Evand yang hangat menggenggam erat tangan kiriku seperti tidak akan membiarkan aku lepas darinya.

Aku melihat iPhone-ku yang tergeletak dimeja samping kananku. Aku meraihnya. Alih-alih menggapai iPhone itu, aku malah menjatuhkannya. Bodoh. Evand lalu terbangun karena tindakan bodohku barusan.

"Sayang kamu udah bangun?" sapa Evand sambil tersenyum manis yang memadamkan api membara dihatiku mengingat peristiwa di Paris Van Java tadi sore. Aku hanya diam 1000 bahasa dengan muka datar andalanku dan tak membalas sapaan manisnya itu. Lalu dia bangkit dari tempat tidurnya dan mencium keningku. Aku tetap tak berkutik.

"Kamu benci aku ya?"

"Tangan kamu pasti tadi kesakitan karena menamparku. Maafin aku ya."

Aku masih tetap pada pendirianku. Jangan jawab apapun. Dan biarkan Evand merasakan penyesalannya.

"Hanna Violetta Widjardi, jawab saya. Saya tidak butuh kamu yang diam begini," dengan nada yang mulai meninggi, Evand terlihat sangat sinting. Dia marah padaku? Hei kau salah besar. Aku yang seharusnya begitu.

Aku berusaha membuka infus dipunggung tanganku, tanpa menghiraukan Evand yang sangat kebingungan melihat sikapku. Evand berusaha membatalkan usaha ku untuk membuka infus itu. Tapi yang ada aku malah mendorongnya, meski pada kenyataannya, aku tidak ada tenaga sedikitpun untuk melakukan ini.

Aku benci berada dirumah sakit. Aku ingin pulang. Aku turun dari tempat tidurku dan meraih iPhone-ku yang terjatuh dilantai dan juga mengambil tasku yang berada diatas meja samping tempat tidurku. Aku yang masih mengenakan pakaian pasien, berusaha menelfon taxi untuk mengantarku ke apartemen.

Sambil berjalan keluar, kearah meja administrasi, Evand menarik -narik lenganku berusaha sekeras mungkin untuk membatalkan niatku. Dan lagi, air mata itu mengucur deras dari pelupuk mataku. Gelapnya langit malam menggambarkan jelas bagaimana perasaan hati dan perasaanku saat ini. Gelap...

"Dia itu Tsafira! Dia adik sepupu aku yang masih SMA! Yang tinggal diapartemen yang sama dengan kamu! Kamu kenapa nggak mau dengerin aku! Kamu cinta nggak sih sama aku!" seru Evand yang sudah berada pada titik puncak kesabarannya.

Apa? Adik sepupunya yang masih SMA? Hanna bodoh...

*****

Hei!!! Ini aku ceritanya udah selesai malam mingguan bareng tementemen deket daritadi. Iyaaa chapter ini aku buat setelah malam mingguan tadi hihi. Dan gue tadi itu dapat ilham untuk ngedownload app Wattpad di iPhone daaaaaaaaan tadaaaaaa! Chapter ini diketik di iPhone loh. Cinta banget sama tampilannya! Yakali karna gue baru gabung wattpad jd norak deh. Di bb juga mau didownload, tapi..... Bb yang umurnya udah hampir dua tahun, dgn segala kekurangan yg ada, dan dengan segala hal yang menyebabkan internal memory nya low.....dan akhirnya akupun memutuskan utk gajadi download app ini di bb-_- Kasian bangetyah:") Lagian ngetik dibb bakalan bikin rematik jari-jari tangan deh kayaknya-_-

Well, utk segala ke-typo-an yg terjadi atau apapun ituuu, mohon dimaklumi yaaaa! Soalnya tau aja keyboard touchscreen ini ga sebanding dgn keyboard laptop yg comfy abis buat ngetik. So far, typo gue ga banyak kan? Happy reading ya! Vote&comment are very welcome;))

It's All About HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang