CHAPTER ONE

526 40 0
                                        

"Sekali lagi Baa-san minta maaf ya," ucap wanita berambut merah itu pada Hinata.

"Iya tidak apa Baa-san," jawab Hinata sambil tersenyum canggung, pasalnya yang salah adalah dirinya tapi malah bibik ini yang minta maaf.

"Aku juga salah Baa-san , berlari sembarangan tidak melihat sekitar. Maafkan aku."

"Ah sudahlah, nama Baa-san Kushina namamu siapa?" tanya Kushina lembut.

"Hinata, Hyuuga Hinata, maaf ya Kushina-baasan aku harus pergi. Sekali lagi maaf " ucap Hinata sambil membungkuk lalu berlalu menuju bus yang sudah datang.

"Hinata Hyuuga ya," gumam Kushina pelan sebelum berlalu menuju ke dalam sekolah.

----------

"Hah, untung masih sempat," syukur Hinata ketika keluar dari toko buku. Ditangan mungilnya ada sebuah tas kecil yang sepertinya sangat berat.
Diliriknya jam tangan ungu yang melingkari pergelangan tangannya sejenak. Dan ternyata sudah menunjukkan pukul lima sore, segera saja ia melangkahkan kakinya ke trotoar bergabung dengan para pejalan kaki yang lain. Tujuannya kini hanya pulang ke rumah dan segera membersihkan diri, makan lalu menyelesaikan beberapa tugas sekolahnya yang belum selesai.

Kaki yang terbungkus kaos kaki putih selutut itu berhenti, menanti lampu penyeberangan berubah warna. Sambil menunggu ia membuka ponselnya, dan yang ia dapat adalah belasan pesan singkat dari Tenten dan beberapa panggilan tak terjawab dari orang tuanya. Hinata memasukkan kembali ponselnya ketika lampu penyeberangan telah berubah, ia segera menyeberang seperti yang lainnya. Hari ini ia memutuskan untuk pulang dengan berjalan kaki saja lagi pula uang yang ada di kantongnya saat ini sudah sangat menipis, rumahnya pun sudah tidak jauh lagi. Hanya tinggal beberapa belokan saja dari tempatnya saat ini.

Ketika rumahnya yang bercat putih itu telah terlihat, Hinata segera saja mempercepat langkah kaki mungilnya. Ia menautkan kedua alisnya kala melihat sebuah mobil mewah terparkir dengan manisnya di depan rumahnya. Dan setahunya itu bukan mobil keluarganya ataupun kerabatnya. Segera saja ia masuk kedalam rumah mewah kedua orang tuanya itu.

"Aku pulang!" seru Hinata ketika memasuki rumah bergaya tradisional itu. Tak ada yang menyambut kedatangannya, biasanya ibunya akan sangat heboh bila mendengar dirinya pulang tapi ini, bahkan suara jangkrik yang nyasarpun tak ada. Dengan penasaran ia melangkah menuju ruang keluaga yang berada diseberang ruangan tempatnya berada, dan merupakan sumber keramaian yang tercipta di rumahnya ini. Memang penataan ruangan yang ada disini dibuat sedemikian rupa sehingga ruang tamu dan ruang keluarga berjarak sangat dekat bahkan dapat dikatakan bersebelahan. Menurut sang ibu hal ini akan membuat tamu yang berkunjung ke rumah mereka merasakan kehangatan keluarga mereka.

Kehangatan apa? Tou-san dan Kaa-san saja jaran hal dirumah mana bisa dibilang kehangatan keluarga? Pikir Hinata jengkel.

Hinata menghentikan langkahnya ketila telah sampai pada ambang sekat ruang keluarga. Matanya membulat dengan lucu ketika melihat wajah yang tak asing. Disana, disofa duduk wanita cantik berambut merah yang tadi siang di tabraknya. Dan yang membuat ia bingung adalah disamping wanita yang diketahuinya bernama Kushina duduk pria tampan berambut pirang yang sangat mirip dengan pujaan hatinya, Naruto.

"Ah Hinata, kau sudah pulang ternyata nak," seru Naomi sambil menghampiri Hinata yang berdiri membatu disudut ruangan.

"Ah ini yang namanya Hinata ya, ternyata lebih cantik aslinya dari pada difoto," ucap pria yang duduk di samping Kushina, "Perkenalkan Hinata-chan namaku Namikaze Minato. Kau harus memanggilku Minato-touchan ya," lanjutnya ramah.

Demi ular Orochimaru apa orang tuanya berniat memberikan Hinata pada orang lain? Seingatnya dia tidak bilang kalau Hinata setuju untuk diadopsi keluarga lain. Belum selesai pikiran Hinata melalang buana tangan mungilnya sudah ditarik paksa oleh Kushina dan ia di paksa- lagi- untuk duduk di samping wanita merah itu.

"Kau ini bagaimana Minato? Hinata itu manis dan menggemaskan Kau lupa bagian itu!" ucap Kushina garang, " oh ya Hinata mulai sekarang Kau panggil aku Kaa-chan ya?" lanjutnya sok imut di depan Hinata.
Minato yang mendapat semburan garang dari sang istri tercinta hanya senyam senyum saja. Sementara Hinata memandang aneh kedua orang ini. Apa mungkin mereka meminum obat yang salah ya, pikir Hinata.

" Jadi bagaimana menurutmu Hiashi?" tanya Minato pada ayah Hinata.

"Kalau aku terserah pada istri dan anakku saja. Jika mereka setuju aku juga setuju," jawab Hiashi tenang.

Demi Kami- sama, sebenarnya mereka bicara apa sih? teriak Hinata frustasi dan tentu saja itu hanya di pikirannya, mana berani dia berteriak di hadapan Tou-samanya.

"Maaf lama," sebuah suara tak asing menginstrupsi pikiran frustasi milik Hinata. Segera saja ia menengok ke sumber suara, dan sukses hal itu membuat ledua matanya melebar dengan sempurna. Di sana berdiri pemuda bermata biru berambut pirang yang memakai setelan jas yang semakin mempergagah penpilannya. Dia tak lain dan tak bukan adalah Naruto, sang pujaan hati.

8888888888

Untuk yang kesekian kalinya Naruto menghela nafas lelah. Diliriknya gadis manis yang tengah duduk di sampingnya. Kalau boleh jujur sebenarnya gadis Hyuuga itu manis juga, tapi setelah dipikir-pikir lagi dia juga gadis yang menyebalkan, ceroboh, dan tak tahu apa. Itu sudah cukup menjadi poin buruk untuk menjadikan Hinata sebagai gadis yang patut dihindari oleh Naruto. Dia tidak mau jika nantinya akan diganggu, direpotkan dan ditempeli gadis macam ini. Sesekali Naruto melirik sebal pada sang bunda, dengan otak encernya dia sudah dapat menebak apa yang akan dibicarakan oleh para orang tua yang duduk dengan nyaman di sini.

"Karena mereka sudah ada di sini kita langsung saja ya," ucap Minato berbasa-basi,"Hinata, kau tahukan kalau Tou-chan ini bersahabat dengan Tou-samamu?" tanya Minato sambil menatap ramah Hinata. Hinata hanya menggelengkan kepala tanda tak tahu, tapi Minato tak mempedulikannya.

"Hinata, Naruto kami dulu pernah membuat janji, jika anak kami laki-laki dan perempuan maka kami akaN menjodohkan mereka," giliran Hiashi yang angkat bicara.

"Kadi kami berencana untuk...."

"Aku menolak!" ucap Naruto tegas memotong kalimat sang ayah.

Sedangkan Hinata dia yang awalnya berbunga-bunga jadi tandus seketika saat mendengar ucapan si pirang. Dia memang bodoh mengharapkan Naruto mau menerima berita mendadak itu. Dia juga tahu kalau Naruto tidak mungkin menyukai gadis seperti dirinya. Tapi tetap saja mendengar hal itu dari mulut si pirang sangat menyakitkan. Hinata menundukkan kepalanya dalam, kedua tangannya meremas rok sekolah yang belum sempat untuk digantinya tadi. Air mata sudah mengancam untik terjun bebas kapan saja. Ditengah kekalutannya dapat ia rasakan sebuah tangan yang membelai kepalanya dengan sayang, ia menoleh kesamping dan mendapati Kushina yang tersenyum hangat padanya.

"Naruto, Kaa-chan tidak pernah meminta apapun padamu, ini adalah permintaan pertama Kaa-chan, kau maukan untuk dijodohkan dengan Hinata? Kau lihat sendiri kan kalau Hinata-chan ini cantik, kau pasti akan mudah jatuh cinta padanya," ucap Kushina pada Naruto yang menatapnya intens.

"Tidak usah dipaksakan Kushina, jika memang Naruto tidak mau tidak apa-apa," kini Naomi yang angkat bicara.

"Naomi benar Kushina, tidak usah dipaksa, lagi pula mereka..."

"Tidak bisa! Aku sudah berjanji padamu Naomi, jika aku akan menjaga Hinata untukmu, aku tidak akan mengingkari apa yang telah aku janjikan. Lagi pula kita belum mendengar pendapat Hinata mengenai hal ini kan?" argumen Kushina.

Sontak semua mata kini tertuju pada Hinata. Hinata bimbang, ia tidak tahu harus menjawab apa. Ia ingin menerima tapi si pujaan telah menolaknya lebih dahulu, tapi dilain sisi ia jika ia menolak itu sama artinya ia membohongi dirinya sendiri. Oh Kami-sama apa yang harus Hinata katakan...

TBC...

Si Dingin Dan Si PolosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang