last time

917 73 1
                                    

Empat hari sudah berlalu semenjak Shinigami mengucapkan permintaan berat untuk pemuda tinggi bersurai merah tomat. Semenjak hari itu, dan sebelum hari yang di janjikan terjadi, Akabane Karma harus berpikir keras dalam mengambik keputusan

Membunuh atau menyelamatkan.

Di samping pemikiran tentang ancaman sang Dewa Kematian, masih banyak hal lagi yang perlu ia pikirkan. Urusan pekerjaannya yang belakangan ini selalu absen, membuat pria tampan bermanik merkuri ini harus berpikir dua kali.

Tapi, untuk sementara ini, ia akan menyampingkan urusan pribadinya, dan mengutamakan urusan antara ia dan pria abu abu itu. Hari eksekusi sang Shinigami jatuh pada esok hari. Karma harus segera mengambil keputusan secepatnya.

Ini sudah awal dari munculnya musim dingin. Dan beruntungnya, bintik dingin berwarna putih ini masih turun dengan malu malu. Ini menguntungkan untuk sebagian orang karna memudahkan untuk beraktivitas di luar rumah.

Sejujurnya, Karma ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama semua teman alumi angkatannya. Tapi, tunggu dulu!

Ada satu cara agar Karma bisa menghabiskan waktu bersama para temannya di akhir waktu.

3E, Kunugigaoka, 17.00 pm

Karma POV

"Oiii, Karma! Apa kau sedang tidak ada kerjaan hingga mengumpulkan kami tiba tiba seperti ini? Kita sudah melakukannya 4 hari yang lalu. Kau belum puas?" Terasaka Ryouma. Dia selalu cerewet jika sudah berurusan denganku. Terkadang, akupun harus meladeninya sewaktu kami masih belajar sekelas.

"Hmm, mungkin karna reuni yang lalu Karma hanya datang sebentar, sehabis itu pulang. Benarkan?"

"Iya. Maaf ya~" Aku tersenyum tipis saat mengucapkan kata kata yang sebelumnya sangat jarang ku ucapkan. Sontak semua temanku yang hadir, terbelalak kaget karna ucapanku terlebih lagi Isogai yang tadi bertanya padaku

"Ka, karma~?"

"Apa yang terjadi padamu?"

"Ada yang salah ya?"

Aku hanya menggeleng pelan di sertai dengusan kecil melihat reaksi teman lamaku yang terkejut atas sifatku yang mendadak berubah. "Tidak apa apa. Aku hanya mengumpulkan kalian disini hanya untuk bersenang senang. Itu saja"

"Hah? Hanya itu? Ini buang buang waktu. Lebih baik aku pulang saja karna masih banyak yg harus ku kerjakan"

"Tunggu dulu, Terasaka"

"Apa lagi Karma? Terasaka benar, jika kau mengumpulkan kami hanya untuk sekedar bermain, maaf, tapi kami tak bisa" Isogai mendukung keputusan Ryouma

"Baiklah. Apa kalian akan tetap pergi jika aku mentraktir kalian?" Aku harus begini agar mereka tak pergi cepat

"Traktir? Boleh tuh"

"Be, beneran Karma?"

"Yaa~"

"Asik!!!"

Mereka tertawa puas seakan akan tak ada beban yang di pikul di bahu mereka. Tapi aku masih beruntung. Aku merasa senang karna aku masih bisa melihat dan merasakan kehangatan dari teman lamaku.

Dengan sekilas, dompet yang sebelumnya terisi penuh, kini hanya terisi dengan sekumpulan sampah dan lalat yang beterbangan. Isi dompetku ludes seketika karna aku mentraktir mereka semua. Yah..

Tiba tiba mataku tersentak karna seorang wanita mungil menggengam erat salah satu tanganku.

"Okuda-san, kenapa kau tak ikut?"

Ia hanya menggeleng pelan. Dan sedikit mendengus kecil

"Aku ingin bicara. Hanya berdua"

Aku hanya menggeleng pelan dan mengikutinya hingga bersembunyi di balik semak semak hijau.

"Ada apa?"

"Aku ingin bicara"

"Ya~ aku tau itu. Katakanlah" wajahku berubah menjadi datar saat mendengar ucapannya yang berubah menjadi aneh

"Apa kau, kau sedang menyembunyikan sesuatu padaku. Karma-kun?"

"Sesuatu?"

"Maksudku, apa kau sedang berbohong padaku?" Kini, wajahnya bisa menatapku selurus mungkin

"Ah~ tidak ada. Untuk apa aku harus membohongimu? Sedangkan tidak ada hal yang bisa ku sembunyikan padamu"

Ini kebohonganku yang kedua. Kapan aku harus menyudahi ini?

"Hmm~ Baguslah" wajahnya sedikit merona mungkin karna jawabanku tadi.

"Jangan jangan, kau menghawatirkanku Okuda-san?"

"Ti, tidak! Aku hanya bertanya. Apa itu tidak boleh?" Manik violet bersinar itu sekarang bisa menatapku dengan sungguh sungguh. Rona tipis di pipi chabi wanita mungil yang semampai pundakku itu menjadi bukti bahwa ia sedang berbohong

"Baiklah. Seterah padamu"

"...Baiklah, aku akan segera bergabung dengan yang lain."

Baru saja ia melangkah kecil di sampingku, tapi kini kutahan dan ku genggam erat tangan mungil gadis berkacamata ini.

"Okuda-san, apa kau akan marah jika aku menyembunyikan sesuatu yang besar di balik dirimu?" Manik merkuri-ku tak bisa menatap iris violet lavender wanita yang kini ku hentikan langkahnya.

"Huh? Kenapa kau tiba tiba bertanya seperti itu?"

"Apa kau akan marah?"

"Huh? Mmm!"

Sejenak genggaman tanganku terlepas karna Manami tiba tiba melepasnya. Lalu, tubuhku langsung goyah kala wanita mungil ini membalikkan tubuhku hingga menghadapnya. Tangan halusnya masih tetap berada di kerah bajuku karna ia membalik tubuhku secara paksa tadi.

"Ji, jika kau menghianatiku~~~ aku tak akan segan memukulmu menggunakan tanganku sendiri." Satu tangan kanannya ia kepalkan se-erat mungkin sebagai tanda ucapannya itu sungguh sungguh.

Aku hanya mematung melihat tingkah dan omongan aneh-nya. Ia tak biasa bersikap seperti ini jika aku bersamanya. Tapi, ucapan yang di katakannya itu sudah pasti akan terjadi. Aku sudah banyak membohongimu, bahkan sampai hampir membunuhmu.

Aku tau kesalahan ini suatu saat pasti kan terbongkar. Maka, aku tidak akan marah atau memberontak kala Manami atau yang lainnya memukulku sekeras mungkin. Aku tak akan marah.

'Maafkan aku, aku memang salah"

Remember MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang